11. Mini Show

1.3K 309 35
                                    

Sebelum mulai baca, bolehlah vote dulu ya.

Di perjalanan kembali ke villa, Quinna masih terbayang dengan sosok Tante Cheril. Apa iya dia ibunya Arkana yang kukenal? Jangan-jangan beda Arkana lagi. Jelas-jelas Tante Cheril baik hati dan ramah gitu, nah anaknya mirip banget ama kanebo kering, menyebalkan, batinnya.

Percakapan dengan Tante Cheril pun kembali terngiang.
"Arkana, Tante?" Cheril pun mengangguk.
"Arkana Abimana? Bukan 'kan?"
"Hh, kenapa kok kamu ngomong gitu? Bener kok, yang itu. Kenapa? Kamu diapain sama Arkana?" Cheril pun tertawa mendengar perkataan Quinna yang seolah tak percaya kalau Arkana adalah putranya.
"Eh ... nggak sih, Tan, cuman ... enggak, nggak jadi." Quinna ragu-ragu ingin bertanya perihal Arkana dan sifatnya pada mamanya.
"Kamu pasti mau bertanya kenapa Arkana begitu dingin dan kurang bersahabat?"
"Eh ... itu-"

[Suara dering ponsel Quinna] -Mbak Yeni-
"Bentar, Tante ...." Cheril pun mengangguk.
Quinna pun bicara dengan Yeni yang ternyata ingin mengetahui keberadaannya, dia menjawab kalau sudah menyelesaikan tugas belanjanya dan akan segera kembali ke area parkir.

"Umh ... Tan-"
"Iya, kamu harus balik ke villa kan? Gak apa, InshaAllah, jika Allah berkehendak besok kita ketemu lagi."
"Iya, Tante, sampai ketemu besok kalau begitu dan ... sekali lagi banyak-banyak terima kasih," balas Quinna.
"Iya, sama-sama, eh tapi Quinna, kamu nggak usah bilang sama Arkana dulu kalau ketemu Tante ya, dia belum tahu Tante sudah di Batu."
"Oh gitu? Mau kasih kejutan ya, Tan?"
"Iya, karena awalnya Tante nggak bisa datang, tapi Alhamdulillah urusan selesai lebih awal."
"Beres, Tante. Kalau gitu Quinna pamit duluan ya, Tan." Tak lupa Quinna juga mencium punggung tangan Cheril.

Sesampai di villa, Quinna melihat ada kesibukan di aula, beberapa pengurus tampak mempersiapkan sebuah panggung kecil, dia pun menebak kalau panggung itu untuk persiapan besok.
"Mas, ini buat acara besok sama sponsor dan donatur ya?" tanyanya pada Hendrik yang terlihat sedang mendata sesuatu.
"Iya, Quin, jadi besok akan ada adik-adik tuna rungu dari beberapa SLB yang kita undang juga, dan mereka sudah menyiapkan penampilan buat acara besok."
"Oh ya? Biasanya mereka menampilkan apa, Mas?"
"Macem-macem sih, tari, main musik, teater, puisi dengan bahasa isyarat, bahkan nyanyi juga ada kok." Quinna masih belum bisa membayangkan bagaimana mereka melakukannya tapi kekaguman dan rasa penasaran jelas tampak di matanya.

"Kamu boleh bantuin kalau kamu mau, Quin."
"Iya, Mas, aku mau bantu. Eh, tapi Mas ... kamera-kamera yang lagi disiapkan Arkana itu untuk apa?"
"Kenapa nggak langsung tanya dia aja?" goda Hendrik melihat antusiasme Quinna saat memperhatikan Arkana. Sedangkan yang diperhatikan tampak tak sadar dan tetap asik dengan beberapa instalasi kamera di beberapa sisi panggung.
"Males ah Mas, palingan juga dicuekin." Kejujuran Quinna dalam menjawab sontak membuat Hendrik tertawa keras dan mengundang beberapa pandangan ke arah mereka berdiri tak terkecuali Arkana, tuh dia dengar kan berarti ada orang tertawa! Ya iyalah Quin, orang dia emang nggak tuli kok, Quinna sibuk dengan hipotesanya sendiri.

"Ya dia mah emang gitu, Quin, dari sononya. Sabar aja kalau sama dia." Hendrik mengatakannya dengan lirih agar yang lain tak lagi memperhatikan mereka dan kembali pada kesibukan masing-masing.
"Ck, bukan urusankulah, Mas. Tapi, pertanyaanku tadi belum dijawab Mas ...."
"Yang mana? Oh, kamera? Kita kan punya media sosial, Quin, untuk memperkenalkan komunitas kita ini dan meningkatkan kepedulian masyarakat pada para penyandang disabilitas. Nah kamera itu untuk merekam aktivitas pentas seni kecil-kecilan besok dan setelah proses edit ya kita post di medsos tadi." Quinna pun mengangguk mengerti, lalu terlintas sebuah ide di kepalanya.

Quinna (Completed)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang