13. Terbukanya Sebuah Hati

1.3K 308 29
                                    

"Aku merasa insecure ...." Quinna akhirnya memecah kesunyian di antara mereka. Arkana pun melihatnya kebingungan. Karena menurut apa yang Arkana ingat, Quinna selalu percaya diri dan penuh dengan rasa ingin tahu mengenai banyak hal. Jadi insecure dalam hal apa? pikirnya.

-Kenapa?-

"Jadi kamu udah nggak pura-pura tidak bisa mendengar lagi?" Bukannya menjawab pertanyaan, Quinna malah memanfaatkan moment untuk menggoda Arkana.

-Kapan aku melakukannya?-

"Wah amnesia ... sering tauk!"

-Pasti nggak sengaja-

Kadang Quinna kurang paham dengan bahasa isyarat yang dibuat Arkana karena terlalu cepat, jika sudah begitu dia fokus mengambil inti kalimatnya dan mengira-ngira artinya.
"Ya ya ... terserah deh!" responnya atas jawaban Arkana tadi.

-Jadi kenapa insecure?-

"Hah?" Tu kan Quinna lagi-lagi tidak paham dengan isyarat Arkana.
Arkana pun berniat mengeja kata terakhirnya.

-I-N-S-E-C-

"Oh, kenapa aku merasa insecure?" potong Quinna sebelum Arkana menyelesaikan ejaannya dan dijawab anggukan saja oleh Arkana.
Berbicara dengan Arkana harus fokus dan Quinna harus selalu menatapnya, tidak boleh kehilangan kontak. Membuat Quinna mau tak mau harus sering melihat wajah tampannya. Tak jarang hal itu malah membuat Quinna gugup sendiri karena jadi membayangkan yang tidak-tidak. Seperti saat ini, ni orang hidungnya bangir banget deh, kaya prosotan TK. Eh mirip banget sih sama papanya, si Om Angga.

Arkana mengibaskan tangannya di depan Quinna untuk membawa kesadarannya kembali.
"Eh iya ... ehem ... sering dimanfaatkan karena ... kebodohanku, kurasa," jawab Quinna sambil mengedikkan bahunya dan menetralkan degupan jantungnya lantaran tadi habis tertangkap basah memandangi wajah Arkana lama. Padahal Arkananya santai saja.

-Maksudnya gimana?-

"Waktu SMP aku dimanfaatkan karena kepintaranku dalam pelajaran dan saat di kepengurusan osis dengan mudahnya ngerjain kerjaan yang kadang bukan jobdes aku, saking kerajinan aja akunya." Mereka meneruskan obrolan sambil terus berjalan menuju villa yang sudah semakin terlihat di depan mata mereka, Arkana melambatkan langkahnya karena ingin mendengar kelanjutan cerita Quinna sebelum mereka sampai.

"Tapi itu semua belum seberapa dibanding saat jelang kelulusan SMA, aku menemukan fakta bahwa dua orang yang mengaku sahabat ternyata membicarakanku di belakang, mendekatiku supaya bisa nebeng makan, nebeng ngerjain PR, nebeng popularitas, hal-hal semacam itu. Ditambah lagi mantan pacar yang menjadikanku sebagai obyek taruhan ...." Arkana mengernyitkan kening mendengar penuturan Quinna. Akhirnya tak bisa menahan diri untuk tak lanjut bertanya.

-Maksudnya?-

"Hah? Apanya?" Quinna justru bertanya balik, merasa jengkel pada Arkana yang tetap bersikeras tak mau bicara, ini jelas menghambat komunikasi, tapi dia harus sabar kalau ingin Arkana tetap membuka diri seperti ini.

-Taruhan?-

Quinna masih menggeleng tak paham isyarat itu, sehingga Arkana pun mulai mengeja kata 'taruhan' yang dia tanyakan.
"Oh itu, dia taruhan sama teman-temannya, kalau kami bisa bertahan sampai enam bulan maka dia menang dan dapat sejumlah uang gitulah." Kernyitan pada kening Arkana semakin dalam, tapi Quinna mengabaikannya, "Dan aku putusin dia setelah dua bulan kami jadian, begitulah intinya."

Quinna (Completed)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang