1. Kota Jakarta

5.1K 382 110
                                    

Gadis itu tengah mempersiapkan semua keperluan untuk keberangkatannya ke kota kelahiran, di Jakarta.

Ia telah memantapkan diri untuk memulai hidupnya mengembala di sana seorang diri selama beberapa tahun ke depan.

Ia tak tahu apakah keputusannya ini benar atau salah. Ia hanya ingin mengikuti kata hati saja. Meski ia tahu disana adalah tempat terburuknya di masa lalu----itu.

"Anakku Fae, kamu sungguhan akan bekerja di sana?" tanya wanita tua yang menatapnya sedih.

"Kenapa nggak di sini aja sih dek? Kayak nggak ada loker aja di kota Palembang," cibir gadis itu yang bernama lengkap Stefanny Almeera. Sang Kakak merutuki keputusan adiknya yang ingin pergi.

"Ada sih Kak. Tapi gue maunya di sana. Gimana dong?"

"Karna 'lelaki itu', iya?"

"Apaseh. Masa lalu nggak usah dibahas."

"Fanny, jangan memancing keributan." Munawaroh menjewer telinga anaknya.

"Udahlah dek, ngaku aja. Nggak usah boong segala sama Kakak."

"Mah, Kakak tuh," rengeknya.

"Dih, tukang ngadu."

"Fanny!" akhirnya Muna sebal juga pada anak ngeyelnya ini.

"Fanny ngomong apadanya."

"Ya sudah sayang. Kalo itu memang keputusan kamu. Bunda hanya bisa berdoa di sini untuk kebaikan kamu."

"Makasih Bunda. Udah ngertiin Fae."

"Iya nak."

"Ayah mana?"

"Lagi ngambek sama lo dek," celetuk Fanny.

"Kenapa?"

"Karena mau ditinggal lo pergi."

"Nanti Fae samperin deh, ya nggak Nda."

"Iya, samperin sana."

Sebenarnya keluarga ini tak ikhlas jika harus ditinggalkan Fae pergi. Baru juga beberapa tahun di sini sudah mau pergi lagi. Serasanya baru saja kemarin melepas rindu karena selama lima belas tahun kehilangannya. Sudahlah, lupakan.

"Ayaaahku tersayang kenapa ngambek seh? Kayak anak kecil aja. Inget umur, Yah."

Fae mengalungkan kedua tangannya di leher sang Ayah yang tengah menonton Televisi.

"Ayah nggak rela kamu merantau di kota itu lagi. Apa luka hatimu sudah sembuh?"

"Yah, jangan bahas itu."

"Dengar ya Fae. Sekali ini saja kamu tersakiti lagi Ayah langsung menjebloskan mereka ke penjara."

"Ayah kok ngomongnya gitu?"

"Karena Ayah akan membenci diri Ayah sendiri kalau itu terulang kembali. Artinya Ayah nggak bisa jagain anak sendiri dengan baik."

Fae terharu mendengarnya segera ia memeluk leher Syaifullah erat dari belakang sofa.

"Fae sayang Ayah."

"Bunda juga sayang kalian."

Tiba-tiba saja Muna datang lalu memeluk keduanya dari belakang.

"Astaga! Drama keluarga apalagai ini Ya Rab."

Fanny datang mengacaukan suasana kehangatan ini dengan duduk di samping Ayah lalu mengambil ahli remot dari tangan Syaifullah kemudian mengganti chanel ke tontonan acara lawak. Buyar sudah.

"Lo ganggu banget tau nggak seh Kak!" Fae melempari Fanny dengan handuk di bahunya. Karena setelah berbicara dengan Ayahnya ia berniat mau mandi.

"Fanny, Ayah lagi nonton berita malah kamu ganti."

You Are My DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang