Setiap harinya meski ia dan Fae bekerja di tempat yang berbeda. Hillo akan menjamin bahwa sebisa mungkin untuk selalu mengantar dan menjemput Fae pulang bersama dengan mobilnya.
"Hati-hati ya istriku. Jaga diri baik-baik," pesan Hillo setelah Fae menyalami tangannya.
"Harusnya aku yang ngomong begitu Mas. Aku di sini pasti aman."
Seharusnya ia tidak perlu mengkhawatirkan Fae karena di sini dia pasti aman, berada di lingkungan yang sangat dikenalnya. Bersama dengan orang-orang terdekat.
Sekilas Hillo tampak menggosok belakang kepalanya. Untuk membiasakan hal lumrah bagi pasangan suami-istri ini saja rasanya masih canggung untuk dilakukan. Mengingat dulunya ia segan menyentuh perempuan. Terlebih dulunya istrinya ini adalah orang yang sangat di hindarinya sekali.
"Kenapa seh Mas?" heran Fae melihat suaminya yang maju mundur untuk mendekat padanya.
"Nggak ada." Menggelengkan kepala.
Membuat Fae menaruh curiga dan mencondongkan badannya ke arah Hillo lebih dekat lagi. "Bohong yak?" tuduhnya memicingkan mata.
"Sebenarnya Mas hanya mau... Ekhem. Nggak jadi," ringisnya.
"Jujur dong," desak Fae menusuk dada Hillo dengan bolpoin dari saku baju dinasnya.
"Hanya hal yang nggak penting. Masuklah ke dalam sekolah."
"Ho'oh deh." Fae menghendikan bahunya. Bersikap tidak peduli. Satu tangannya memegang kursi yang diduduki Hillo dan kejadian selanjutnya membuat kedua mata lelaki itu melotot syok atas apa yang dilakukan olehnya.
"Wey? Kenapa? Ada yang salah?"
Hillo geleng-geleng dengan polosnya. "Nggak sih. Cuma Mas kaget saja. Kamu begitu beraninya melakukan ini sedangkan Mas dari tadi memikirkan bagaimana caranya untuk menciummu."
Fae tidak percaya ini. Oh, tadi dia betingkah aneh sebab itu? Suaminya ini comel sekali.
"Cieee ketahuan neh ye mau cium istrinya tapi malu-malu kucing, hihi. "
"Tapi sebenarnya Mas bukan mau mencium di pipi kamu."
"Lalu?"
"Di dahimu. Boleh?" Ungkapnya jujur sekaligus meminta izin.
Fae menabok lengan Hillo dan tertawa kecil. "Haha, pake izin segala Mas. Lakukan saja. Kita ini kan sepasang suami istri."
"Iya ya." Hillo meringis sembari mengusap wajahnya.
Fae semakin memajukan bibirnya seperti bebek. "Ayo cium aku Mas," ucapnya menaik turunkan alisnya. Menggoda Hillo.
Ah, mestinya tak perlu minta izin lagi. Toh, jadinya begini kan. Sifat usil istrinya itu muncul di permukaan. Memang, salah dirinya. Sedetik kemudian bibirnya telah mendarat di dahi Fae.
Tok. Tok. Tok.
Seseorang mengetuk kaca jendela mobil samping Fae. Keduanya terjengit. Melepaskan diri masing-masing. Tidak hanya mengetuk saja ternyata orang tersebut juga menempelkan wajahnya di sana berusaha mengintip suasana di mobil.
"Cicak?!" jerit Fae tertahan.
Gadis remaja itu langsung membalikan dirinya membelakangi mobil. "Saya nggak liat. Saya nggak liat kok Pak, Buk!" Pekiknya cepat sambil menutup wajah.
"Ck, anak itu." Wajah Hillo memerah begitu pula dengan Fae. Aih, mereka berdua kepergok anak muridnya sendiri. Kejadian yang terbalik. Biasanya tuh anak murid yang bermesraan kepergok sama guru. Lah, ini? Dahlah, abaikan. Lagipula mereka sudah menikah. Dan yang jelas salah anak itu sendirj kok beraninya ngintip mobil orang.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Are My Destiny
RomanceSequel dari cerita "Bad Girl in Pesantren" *** Tujuh tahun telah berlalu. Sepasang manusia yang dahulunya pernah tinggal bersama di satu ruang lingkup bertemakan Pesantren kini dipertemukan kembali atas seizin Allah. Keduanya bertemu di sebuah seko...