13. Pendatang Baru

1.6K 230 27
                                    

Siapa bilang menjadi guru BP itu hal yang mudah? Banyak santainya? Tidak sama sekali. Mesti punya banyak kesabaran, kuat hati dan fisik, tidak baperan dan yang terpenting punya cara yang unik dalam memberikan hukuman pada murid. Sebab zaman sekarang tak sebebas zaman dahulu lagi. Luka sedikit bisa dilaporkan dan berakhir mendekam di penjara. Jadi, intinya harus pintar dan kreatif menjalankan tugas ini. Jangan menganggap remeh profesi guru BP jika belum terjun ke dalamnya secara langsung.

"Bu, baru kali ini loh saya demen sama guru BP biasanya tuh gendek banget." salah satu anak pembuat masalah bersuara.

"Karena saya cantik? Jelas itu." Fae mengibaskan hijabnya sok kecakepan.

"Itu salah satunya. Lainnya karena ibu, guru yang beda dari biasanya."

"Oh, ya? Saya tersanjung mendengarnya."

"Hmm ... Permisi Bu Fae."

Seorang gadis berdiri canggung di ujung sana.

"Ada apa Chicak?"

"An--nu ini. Eh, it--tuu ibu dipanggil Bu Suk."

Fae mengernyit. Tidak seperti biasanya ini anak jadi gini sikapnya. Biasanya pemberani.

"Yaudah Chicak pergi dulu ya Bu. Permisi."

"Chicak!" panggil anak laki.

"Kenapa?"

"Pulang sekolah gue sama Abel mau ke kafe sebelah. Lo ikut nggak?"

"Nggak."

"Ikut ajalah."

"Gue nggak mau ya nggak usah dipaksalah."

"Kok lo kayak ngehindar dari kita berdua?"

"Gue?" Chica memutar bola matanya. "Kalian berdua! Lo yang paling utama. Jangan pake salahin gue segala."

"Ck, Cha. Jelaslah gue ngehindar orang lo suka sama gue terus pake acara nembak. Kan lo jadi kayak murahan gitu kelihatannya. Gue kayak gitu biar lo sadar kalo gue nggak suka sama lo jadi jangan berharap lebih kalo perasaan lo akan dibalas. Gue cuma suka sama Abel. Dan sekarang kita udah pacaran. Jangan lo ganggu ya, Cha. Apalagi kita berdua itu sahabat lo. Nggak mau kan hubungan persahabatan kita bertiga jadi hancur hanya karena perasaan gila lo itu ke gue," jelasnya memandang Chica yang mematung.

Fae melongo mendengarnya. Inikah yang dinamakan sahabat sehidup semati? Ia bisa melihat kedua mata gadis itu memerah. Tangannya terkepal kuat.

"Berengsek lo, Leo! Mulut lo itu jahanam. Apa itu pantes lo lontarkan di hadapan banyak orang untuk mempermalukan sahabat lo sendiri?!!!"

Chica mendekat dan hanya sekali gerakan saja tubuh Leo tersungkur. Dia memukul pipi cowok itu melampiaskan semua kemarahannya.

"Gue nggak nyangka lo bakal ngomong kek gini. Ternyata ini arti lima tahun persahabatan kita, bagi lo? Dan satu hal yang perlu lo ingat. Gue nggak berharap punya perasaan ini untuk lo. Semuanya mengalir begitu saja. Gue nggak berharap sama sekali untuk dibalas. Gue bukan pengemis cinta meski awalnya gue duluan yang menyatakan. Gue juga bukan cewek murahan yang akan bertekuk lutut di hadapan lo! Paham!" bentaknya.

"Semoga kejadian ini, ke depannya hubungan persahabatan kita masih baik-baik saja!" sinisnya. Setelah memberikan pukulan lagi di pipi satunya milik Leo.

Chica melayangkan tatapan penuh kebencian dan kekecewaan pada Leo yang terkapar di bawah. Dia pergi setelah berpamitan pada Fae. Membuatnya tersentak. Boleh juga neh anak.

"Bu Fae," panggil Leo.

"Apa?"

"Ibu kok malah asik nonton sih bukannya melerai Chica."

"Buat apa?"

"Kan dia nyaikiti saya Bu."

"Semua itu memang pantes buat kamu, Leo si jajanan. Punya mulut kok kayak betina."

Fae menoyor kepala Leo. "Masih baik kamu cuma saya giniin. Padahal tangan kiri saya sudah gatel ingin memberikan bogeman juga untukmu. Udah, sana pergi dari ruangan saya. Karena mulut tak berakhlakmu. Hukuman ditambah. Tulis di buku sampai lembaran terakhir dengan kalimat 'saya berjanji akan menjaga ucapan saya'. Besok kumpulkan ke meja Ibu." Fae memundurkan sedikit kursinya. Engan menatap Leo.

"Bu---" ucapan Leo terhenti karena Fae yang menyela duluan.

"Patuhi atau ... " kata Fae sengaja mengantung.

"Baiklah, Bu." tunduk Leo melemah.

"Kita bagaimana Bu?" tanya Hendri mewakili anak murid lainnya yang bermasalah.

"Kerjakan hukuman awal tadi lalu kembalilah ke kelas masing-masing."

"Baik, Bu."

Entah kenapa dihatinya. Ada secercah rasa iba untuk Chica melihat gadis itu diperlakukan seperti ini oleh sahabatnya sendiri. Mengingatkan Fae pada Alfa dkk yang bersikap berbalik. Sangat menyayanginya bahkan selalu berusaha melindunginya dari apapun. Fae mulai menyadari. Ternyata, tidak semua hubungan sahabat itu manis ada kalanya terasa pait. Fae merasa sangat beruntung memiliki Alfa dkk sebagai sahabatnya.

***

Hari ini Farren's High School kedatangan para guru baru. Sepertinya kegiatan menyeleksi calon telah usai. Kini tibanya mereka bergabung bersama guru lainnya untuk mengajar di sekolah. Untuk lolos ke tahap ini sungguhlah tidak mudah. Butuh perjuangan. Persyaratan yang banyak dan super ketat membuat calon guru berguguran di tengah jalan hingga menyisakan sepuluh kandidat terbaik saja.

Dari semua orang-orang terpilih itu. Satu yang mencuri perhatian Fae, si guru seni. Dia kelihatan cantik, hitam namun manis, langsing dengan rambut hitamnya bergelombang sampai bahu. Ia saja sempat terpana olehnya apalagi yang lain. Guru seni itu terlihat muda dan cantik sebab itulah Fae bersikap demikian meski diketahuinya banyak juga guru modelan begitu yang bertebaran di sekolah ini. Baik guru baru maupun lama. Tapi, yang ini beda.

Rahangnya mengertak ketika melihat guru yang belum diketahui siapa namanya itu mendekat ke Hillo. Seperti ingin berkenalan atau sekedar menyapa lelaki itu. Tetap saja Fae tak suka melihatnya. Bisa-bisa nanti si Susu kecantol oleh pesonanya. Nasibnya gimana, woey?!

"Gila, baru nyapa doang udah kek sohib lama aja. Saling lempar senyum bahkan bercanda bareng," cibir Fae masih betah mengamati keduanya dari jarak lumayan jauh.

Fakta ini membuat Fae berang. Kok si Susu kek nyaman gitu ya ngobrol sama guru seni itu? Banyak senyumnya walau tipis sih. Biasanya itu laki susah bergaul atau beradaptasi dengan sekitarnya. Kenapa ini seperti mudah sekali untuknya berbaur?

"Assalamu'alaikum."

Fae keheranan dengan dirinya sendiri. Kenapa bisa sampai di depan mereka berdua. Siapa yang telah menggerakan kedua kakinya dengan kurang ajar?

"Wa'alaikumsalam," jawab Hillo dan guru seni itu bersamaan menoleh ke samping. Tempat Fae berada.

"Guru baru ya?" tanya Fae langsung.

"Iya nih." perempuan itu tersenyum manis. "Kenalin, nama saya Adriana mengajar kesenian."

"Saya Fae, guru BP."

"Senang berkenalan denganmu, Fae. Semoga kita menjadi teman kerja yang baik dan bisa berkerja sama dalam memberi ilmu di sekolah ini." Adriana tersenyum lagi padanya membuat Fae dapat menyimpulkan bahwa perempuan ini tipikal yang murah senyum.

"Semoga," balas Fae tidak semangat saat melihat Hillo yang merunduk setelah kepergok oleh matanya tengah menatap Adriana sejenak.

***

Salam,

Novie_lix.💕

You Are My DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang