Panji tidak memusingkan perihal tantangan itu. Baginya hanya sepele. Sekali jentik saja akan dengan mudah melakukannya. Di tangannya sudah ada bunga siap menyatakan perasaannya. Sehabis dari aksi kumpul itu. Dia langsung menancap gas ke toko bunga. Membeli salah satu bunga terbaik dan termahal. Dia juga sudah menyiapkan tempat spesial untuk semua itu. Panji tidak ingin memberikan hal yang murah untuk pujaan hatinya. Ini semua dilakukannya demi mengetuk hati orang itu hingga tersadar akan perasaannya sendiri. Konyol.
Dia mulai gerak cepat dalam menaklukan tantangan itu.
***
Azzam sendiri masih kaget. Tidak menyangka bahwa anak murid Fae mengetahui perasaannya terhadap Bu Gurunya. Dia kehilangan kata. Sekarang bukan hanya Chica saja yang tahu melainkan Dilan dan Panji juga. Kecuali, Hillo karena lelaki itu sudah lebih tahu duluan saat masih mondok di Pesantren.
Azzam menghela napas, "bagaimana ini?" tanyanya pada diri sendiri.
Dia tidak tahu bagaimana caranya menyatakan perasaan pada Fae. Dekat hanya sebagai teman. Akrab juga tidak terlalu. Ngomong jarang jika tidak karena hal yang tak disengaja. Lalu tiba-tiba dia mengatakan pada Fae bahwa dirinya mencintai gadis itu? Subhanallah, lucu sekali.
"Kamu kenapa Azzam? Ada masalah dengan dakwamu?" seorang lelaki tua. Setengah ubanan menepuk pundak anaknya pelan.
Azzam tersentak kecil. Menyunggingkan senyuman ketika melihat sang Ayah mendekatinya yang duduk sendirian di kursi bambu panjang.
"Alhamdulillah, tidak ada Ayah. Semuanya berjalan dengan baik."
"Alhamdulillah. Lantas kenapa kamu bisa seperti ini? Ceritalah, jika Ayah tidak bisa membantumu. Setidaknya Ayah bisa menjadi pendengar yang baik. Bisa memberikan saran dan nasihat dimasalahmu itu, nak."
"Ini masalah hati, Ayah." Azzam berusaha untuk berterus terang.
"Hati? Kamu menyukai seorang gadis? Siapa dia? Kamu sudah siap membina keluarga kecil?" terlihat sumringah di wajah tua rentah itu.
"Sepertinya begitu Ayah," jawabnya pelan. Azzam sedikit malu dengan kejujuran ini.
"Ayah turut senang mendengarnya. Akhirnya kamu akan menikah juga. Siapa namanya?"
"Hm ... Nanti Ayah akan tau sendiri," jawabnya masih malu serta merunduk.
"Zam, jika kamu memang serius dengan pilihanmu. Mari kita pinang gadis itu. Lebih cepat lebih baik. Jangan ditunda lagi."
Azzam mendongak, "Ayah dan yang lain setuju?"
"Apapun pilihanmu kita yakin itu pasti yang terbaik."
"Terimakasih Ayah."
"Sama-sama. Bagaimana? Siap melamarnya atau tidak?"
Azzam tampak menimang keputusannya. Sebelum menjawab, "iya, Ayah."
***
Dilan malah tidak mau repot. Menyiapkan keperluan ini-itu hanya untuk mengutarakan rasa cinta. Menurutnya itu tak terlalu penting. Lagipula dia tau betul watak Fae bagaimana. Jika masih berniat ingin melakukan hal manis maka gadis sableng itu akan menghancurkannya dengan sikap ajaibnya. Jika bukan karena Fae, kesayangan mereka. Dia tak akan sudi berada di lingkaran alay ini.
Biarkan saja. Lihat akhirnya nanti.
Sesimple itu baginya.
***
Hillo, lelaki itu malah uringan. Mengatakan 'aku cinta kamu' pada Fae? Oh, mustahil.
Dunia serasa sesak memikirkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Are My Destiny
RomanceSequel dari cerita "Bad Girl in Pesantren" *** Tujuh tahun telah berlalu. Sepasang manusia yang dahulunya pernah tinggal bersama di satu ruang lingkup bertemakan Pesantren kini dipertemukan kembali atas seizin Allah. Keduanya bertemu di sebuah seko...