"Lo...." Sherin menghentikan aksinya yang ingin menampar Melfa.
"Nga-pain lo di si-ni?" Tanya Sherin gelagapan.
"Lo yang ngapain di sini." Fandra menarik pergelangan tangan Melfa menyuruhnya mundur tepat di belakang tubuhnya yang kekar seperti memberi perlindungan.
"Heh Fan, lo ngapain sih belain cewek ini. Gara-gara dia tau gak, lo dan Keysal berantem, bahkan Keysal sendiri diskor dari sekolah," ucap Sherin, berdelik dengan tampang jijik.
"Apa!! kak Keysal diskor?" Melfa sama sekali tidak tahu jika pacarnya diskor, apalagi sampai bertengkar dengan Fandra karena membelanya.
Meskipun Melfa dan Keysal adalah sepasang kekasih tapi keduanya jarang untuk bertukar kabar walau hanya lewat pesan singkat di room chat.
"Sok-sok gak tau lo ternyata, dasar lugu-lugu puki**k." Sherin melirik Melfa sinis, kemudian mendorongnya kuat hingga gadis itu hampir saja terbentur kepalanya ke diding jika Fandra tidak cepat-cepat bertindak.
"Sherin!!!! Hentikan!!!" Tegas Fandra dengan nada membentak.
"Keren keren keren, kemarin Keysal yang ngebentak gue dan sekarang lo."
"Karena lo salah!"
"Gue emang selalu salah di mata kalian, baik itu lo maupun Keysal sama aja. Dan dia, cuma dia yang selalu benar dan harus dilindungi. Padahal dia cuma pura-pura polos di depan kalian biar dikasihani," tunjuk Sherin ke arah Melfa.
"Udah berapa kali lo ngasi jatah ke Keysal sampai dia sayang banget sama lo, kalo gue jadi Keysal dikasi sekali udah cukup, ogah banget kedua kali dan seterusnya apalagi tubuh lo yang hmm kebanyakan tulangnya," lanjut gadis itu asal bunyi.
Butiran-butiran air mata menetes di pipi Melfa dengan ribuan sesak menghipit dada, apa yang dikatakan Sherin begitu menyakitkan baginya. Seumur hidupnya tidak pernah mendengar pernyataan itu yang sama sekali tidak pernah ia lakukan.
"Hahah liat nih Fan, gitu aja udah nangis, caper kali ya," ledek Sherin tanpa rasa kasian, tertawa berbahak-bahak diikuti kedua temannya yang datang menghampiri.
Fandra menarik pergelangan tangan Melfa, membawanya pergi dari geng Sherin si tukang buly. Pria itu mengantar Melfa menuju kelasnya yang terletak paling ujung dibandingkan kelas lain, sebelum pergi ia memberi selembar tissu pada gadis itu.
"Udah jangan nangis, lupain aja apa yang dia bilang tadi. Gue pergi dulu ya," pamit Fandra kemudian berlalu pergi.
Melfa mengamati setiap langkah kaki pemuda itu, dalam hatinya.
"Terimakasih kak."
***
Kring... Kring...
Suara bel masuk sudah berbunyi, seluruh siswa-siswi SMA Negeri 2 Bangko Pusako bergegas untuk masuk ke kelas. Karena guru akan masuk secepatnya ke setiap kelas.
Melfa masuk kekelas dan duduk di samping Tyka. Melfa terlihat biasa-biasa saja dan tidak sedikitpun berniat untuk menceritakan kejadian tadi pada Tyka. memilih diam dan memendam.
"Mel, lo tau gak cerita baru yang sekarang lagi ngetrend di sekolah kita?"
"Enggak," jawab Melfa dengan nada sedikit lesu.
"Itu loh Mel, anak baru yang katanya tampan, dan tajir banget. Dia pindahan dari kota."
"Bodoh banget tuh orang, rela pindah jauh-jauh dari kota ke desa."
"Ihh Mel, mana tau dia mau jeput jodohnya ke sini."
"Halu."
"Hahah semoga orangnya gue."
"Serah lo gih."
"Ntar lo naksir," goda Tyka.
"Gue udah ada yang punya kali!"
"Wkwkw mana tau lo pengen nambah lagi."
"Cukup satu aja untuk selamanya."
Tyas dan Keyza yang tadinya diam di tempat duduk mereka. Kini berlari ke arah Melfa dan Tyka berada.
"Woii parah banget sih kalian, ghibah gak ngajak-ngajak."
Tegur Tyas sembari memanyunkan bibirnya ke depan.
"Pasti kalian lagi gosipin anak baru tuh ya," tebak Keyza seraya menaikkan alisnya sebelah.
"Iya Key, tau dari mana lo?"
Tutur Tyka menatap Keyza serius.
"Ya tau lah orang...."
Belum sempat Keyza melanjutkan ucapannya, tiba-tiba guru yang akan mengajar datang. Tyas dan Keyza kembali ketempat duduknya.
"Pagi anak-anak."
Sapa Bu Wani memasuki kelas seraya melemparkan senyuman manis.
"Pagi bu."
Serentak mereka menjawabnya.
"Tumben jawabnya semangat banget, biasanya juga enggak. Pasti ada sesuatu nih."
Siasat Bu Wani melirik ke arah Tyka.
"Kok saya bu"
"Hahah ibu bercanda. Janganlah nangis dong."
Kata Bu Wani yang membuat 1 kelas tertawa geli melihat tingkah laku Tyka yang terkejut atas lirikan Bu Wani.
Melfa terkekeh pelan.
"Hari ini kita akan kedatangan murid baru. Jadi ibu mohon pada kalian agar tetap menjaga sikap dan bersikap ramah. Kalian paham!"
Jelas Bu Wani.
Beberapa dari mereka membalas dengan anggukan paham.
Kemudian Bu Wani memerintahkan seseorang untuk masuk kedalam. Saat pintu sudah terbuka, seperti ada cahaya terang yang masuk ke dalam kelas mereka.
Pria gagah dan tampan memasuki kelas X IPA 1 dengan langkah bak model, gayanya dengan rambut klimis, mata sipit, hidung yang mancung, alis mata tebal juga bulu mata melentik, ditambah lagi kumis tipis yang membuatnya tidak bosan untuk dipandang. Namun dilihat dari gerak-geriknya ia adalah tipe orang yang dingin, sedingin kutup selatan.
Seketika semua bola mata tertuju pada pemuda itu. Terutama kaum hawa.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumusalam."
Jawab 1 kelas bersamaan.
Dari cara ia mengucapkan salam dapat dinilai jika ia bukan lelaki sembarangan.
***
A/N :
Pasti pada bingung karakter Melfa itu gimana sih? Polos, pemalu, cengeng atau asbun, nyebelin? Sebenarnya Melfa ini polos, pemalu dan cengeng ya teman-teman tapi bagi orang yang tidak mengenalnya lebih dekat. Kalo Tyka,Tyas, Keyza apalagi abang kandungnya sendiri bisa dikatakan orang terdekat, nah jelas tau dong sisi baik buruknya. Jadi jangan heran kalo dialog sahabat, abang dan teman yang hanya sekedar teman, karakter dan sikap Melfa itu beda.Putri Safira ✍️
KAMU SEDANG MEMBACA
Rasa Tak Bernama (END)
Teen FictionSeorang hafidza penghafal Al-Qur'an yang memiliki masa lalu kelam. Di usia 15 tahun masa depannya sudah hancur karena diperkosa saudara tirinya sendiri atas dendam kematian sang ibu. Bagi gadis itu adalah suatu pengalaman terburuk dalam hidupnya, n...