DELAPAN BELAS

1K 60 0
                                    


Tak butuh waktu lama, makanan yang dipesanpun akhirnya datang. Mata Melfa tampak berbinar. Lain dengan mereka bertiga membulatkan matanya heran.

Empat porsi sushi dan salmon plus jus jeruk yang dibawa pelayan kemeja mereka. Aroma khas sushi dan salmon tercium menyengat di hidung, membuat Melfa melirik dan menelan salivanya.

Melfa langsung terdiam saat ketiga temannya menatapnya tanpa ekspresi.

"Hahaha!"

Tawa Tyka, Tyas, Keyza pecah ketika melihat perubahan wajah pada Melfa.

"Diam kalian!"

Ucap Melfa kesal.

"Kalo laper, tinggal makan aja Mel gausah dilihat-lihat kali."

"Yang laper siapa?"

"Yeeh gak ngaku."

"Emang kenyataannya kok gue gak laper."

Jawab Melfa galak.

"Galak amat si mbak."

Tak lama kemudian, perut Melfa berbunyi lumayan keras, Tyka, Keyza, Tyas yang mendengarnya semakin geli dan tak sanggup menahan tawanya.

"Gue bilang juga apa, kalo laper tinggal makan, gitu aja susah. Kasian tuh perut bunyi-bunyi."

Sindir Tyas sembari tertawa kecil.

Melfa mengangguk dan mulai untuk menikmati makanan mereka. Keyza terus saja memandang Melfa yang tengah serius melahap makanannya.

"Mel," panggil Tyas

"Apaan?"

Jawab Melfa dan berhenti makan.

"Gue mau ngomong."

"Ngomong lah," ucap Melfa mempersilahkan.

"Menurut lo, gue harus gimana."

"Jalani aja."

"Ihhh lo mah gak ngerti."

Cetus Tyas kesal.

"Loh, yang dipermasalahkan apa lagi, bukannya lo udah minta maaf sama bu Yuni"

"Iya sih, tapi lo tau kan efek sampingnya."

"Enggak."

"Gue takut diaduin kebokap."

"Makanya sebelum melakukan sesuatu dipikir dulu. Nah sekarang lo sendirikan yang bingung."

"Isss Mel. "

"Udah santai aja, masa sih seorang Tyas yang terkenal tomboi bisa depresi karena masalah sepele ta..."

Ucap Melfa dengan kecepatan bicaranya sangat laju membuat Tyas geram mendengarnya refleks mencubit tangan temannya itu. Keyza dan Tyas tertawa geli melihat tingkah aneh mereka dan hanya menyimak sambil menikmati hidangan.

"Aduh sakit tau Yas."

Ringis Melfa.

"Gue belum selesai ngomong eh lo udah nyimpulin seenaknya."

"Hehehe maaf, habisnya gue cuma memprediksi doang kok."

"Halah, lo mah gitu."

"Yaudah sambunglah ngomongnya, sebelum giliran gue yang ngomong!"

Tyas menjelaskan peristiwa yang kemarin terjadi pada dirinya secara detail.

"Ohh jadi gitu."

Ucap Melfa seraya membulatkan mulutnya.

"Itu doang tanggapan lo."

"Ada sad sadnya tapi lucu wkwk."

"Lucu lo bilang? Ya ampun Mel. Harus keberapa kalinya lagi gue bisa sabar ngadepin sikap lo yang nyebelin."

"Heheh canda Tyas, mungkin ada hikmah di balik itu semua."

"Apa emang?"

"Saingan belajar gue jadi berkurang ahaha."

"Anjir."

"Dah ah gue gak tau ngasi saran sama lo, entar salah kasih lo juga yang susah kayak kemarin. Lebih baik lo tanya sama yang udah berpengalaman. Karena gue masih polos dan gak tau masalah ini wkwk. "

"Iya sih, tapi makasi ya lo udah mau luangin waktu belajar cuma demi dengarin curhatan gue. Meskipun lo gak ngasih saran setidaknya lo udah bikin gue merasa lega dengan bercerita bisa mengurangi beban pikiran yang sempat menjadi alasan gue mengakhiri hidup ini."

"Masak iya lo mau bunuh diri . Gak lo banget ahh!!"

"Hehe tapi bohong."

"Terus masalahnya sama kak Keysal apa?" Melfa melirik Keyza.

"Itu dia dekat banget sama teman sekelasnya, kalo gak salah namanya Sherin," ujar Keyza menjelaskan.

"Mereka emang dekat dari dulu tapi," tambah Tyas.

"Iya, kayaknya sahabat gitu" Tyka memandangi Melfa yang tampak ragu.

"Dia juga bulan lalu ada berantem sama ketos, gak tau gih masalahnya," tambah Tyka.

"Ah terserah dia ajalah, malas gue mikirin yang gak perlu dipikirin, yang ada besok berefek samping sama olimpiade nilainya rendah."

"Ehheh iya juga sih semangat ya buat lo, semoga menang," support Tyas.

"Aamiin," ucap Tyka dan Keyza, sedangkan Melfa hanya tersenyum tulus kearah mereka bertigq berharap semoga ia bisa memenangkan lomba olimpiade dan mengharumkan nama baik sekolah.

Mereka berempat melanjutkan makannya, kini suasana kembali sepi,  karena sibuk makan sambil memainkan handphonenya masing-masing.

Tiba tiba Melfa merasa mual, hingga ia berlari mencari toilet lalu masuk kedalamnya. Di sana ia mengeluarkan seluruh isi perutnya.

"Huekkk....huekk...."

Ketiga temannya yang melihat Melfa berlari menuju toilet, langsung menghampirinya. Dengan cemas ketiganya mulai melangkah masuk kedalam toilet melihat Melfa yang terus muntah dengan wajah pucat.

"Astaghfirullah, lo kenapa Mel," tanya Tyka seraya memijit pundak Melfa. Namun Melfa tak menggubris pertanyaan Tyka, ia terus saja merasa mual meski makanan yang ada di perutnya sudah keluar semua.

"Aduh jangan bikin gue jadi khawatir Mel," Tyas membersihkan hijab Melfa yang terkena muntahannya, meskipun jijik ia tetap berani melakukan itu.

Keyza berniat menelpon seorang dokter untuk memeriksa keadaan Melfa, tapi.

***

Makasi buat yang udah baca, semoga suka:)

Rasa Tak Bernama (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang