"Assalamualaikum."Melfa membuka pintu rumah secara perlahan, netranya sibuk memandangi seluruh ruangan di mana tidak ada satu orangpun di sana. Di langkahkannya lah kaki menuju kamar.
Bukannya langsung pergi berobat, Melfa malah merebahkan tubuhnya di atas kasur. Kedua matanya menatap langit-langit kamar, bayangan gadis itu saat ini sedang mendominasi pikirannya. Tak terasa alam mimpi menyapa hingga ia tertidur pulas tanpa menganti seragam sekolah yang ia pakai hari itu.
Sore telah berlalu, digantikan oleh senja yang mulai menampakkan dirinya malu-malu.
"Bangun woiii sholat, lo Islam gak!!"
Melfa mengerjapkan matanya berkali-kali saat melihat sosok aneh di depannya. Siapa lagi kalau bukan Reyhan abang laknatnya.
"Lo dengar gak gue ngomong?"
Pekik Reyhan nadanya mulai naik.
"Isss ngapain lo sini. Kamar lo kan ada kupret."
Ujar Melfa sambil menutup hidung dengan tangan kanannya.
"Apa maksud lo pake tutup-tutupin hidung segala. Sakit?"
"Lo bau kambing."
"Kurang asem, yang ada lo mandi kagak. Baju sekolah juga gak diganti-ganti. Miris banget hidup lo lama-lama"
"Keluar lo" teriak Melfa.
Bukkk....
Sebuah bantal mengenai wajah Reyhan yang dilempari oleh Melfa.
"Lo ngajak perang! Kalo begitu ayook."
Bukkkk...
Bantal yang dilempar oleh Reyhan tidak mengenai Melfa namun mengenai orang lain yang baru saja membuka pintu malah dilempar bantal.
"Reyhan!!"
Teriak Toni.
Toni ini ayahnya Melfa dan Reyhan juga Indah. Indah? Siapa lagi? Indah itu adik bungsunya Melfa dan Reyhan. Tunggu aja bakal ada percakapan Indah nanti kok^_^.
"Papa."
Sahut Melfa dan Reyhan bersamaan.
"Kalian berdua tuh kenapa sih gak pernah akur. Tiap hari berantem. Mau abangnya mau adeknya sama aja. Melfa dua tahun lagi tamat Sma, bakal papa kuliahin jauh-jauh kalo perlu di luar negeri biar pisah sama abangnya."
Jelas Toni memicingkan kedua matanya.
"Hahahaha rasain lo kuliah keluar negeri jadi sampah, habisnya gak bisa bahasa Inggris."
Ledek Reyhan yang masih saja mengara-ngarai adiknya.
"Woii kambing, bilang aja lo takut kehilangan guekan. Pake gengsian segala tinggal bilang padahal."
Tutur Melfa kepedean.
"Sudah-sudah. Di bawah ada keponakan papa dari kota. Buruan sana temuin."
Perintah Toni.
"Loh papa kok baru ngasi tau Melfa sekarang."
Melfa memasang jilbab, kebetulan tadi ia tidak berjilbab.
"Papa udah ngetok pintu berkali-kali bukannya kalian kedengaran. Malah papa yang dengar ada harimau sama beruang lagi berantem."
"Reyhan beruangnya aja, kan sama-sama manis, asik makin madu."
Jelas Reyhan yang mendapati cemoohan dari adiknya.
"Mimpi lo di luar nalar, lo makannya cewek, makanya jadi fakeboy hahahaha."
Ledek Melfa kemudian lari keluar kamar.
"Eza," gadis itu seketika bungkam melihat seorang pemuda duduk di kursi sambil memainkan handphone.
Merasa namanya disebut, Eza menoleh ke arah sumber suara.
"Kalian sudah saling kenal?" Melysa mengintruksi putrinya agar duduk di sebelahnya.
"Sedikit ma, dia ini siswa baru di kelas Melfa."
"Ohh jadi kamu sudah mendaftar sekolah di sini toh Za."
"Iya tante," jawab pemuda itu kalem.
"Aduhhh," ringis Melfa kesakitan saat abangnya duduk menyempil layak anak kecil.
"Sory."
"Noh kursinya masih kosong, kok lo duduk di sini. Sempit tau," celoteh Melfa.
"Suka-suka dong mau duduk di mana," tak mau kalah dari sang adik.
"Reyhan! Melfa hentikan!" Perintah Toni melirik kedua anaknya tajam.
"Dengarin papa mau ngomong." Melysa menaikan jari telunjuknya ke bibir seperti memberi isyarat untuk diam.
"Iya Ma," ucap Melfa dan Reyhan menunduk.
"Kenalin ini keponakan papa dari kota namanya Eza, dia akan tinggal di sini selama beberapa tahun ke depan. Papa berharap kalian bisa menerima Eza dengan baik layaknya saudara kandung dan saling kompak satu sama lain."
"Baik Pa."
"Yaudah kalian boleh masuk ke kamar masing-masing. Untuk Eza, om antar ya kekamar barunya, semoga betah tinggal di sini"
"Aamiin" ujar Melfa, Reyhan dan Melysa.
"Aduh," ringis Reyhan saat merasakan kakinya terinjak.
"Rasain tuh, emang enak." Melfa berlari kencang sambil menjulurkan lidahnya ke arah Reyhan.
Reyhan yang tak terima, langsung mengejarnya. Membuat Toni dan Melysa menggelengkan kepala kewalahan atas sikap keduanya putra-putri yang selalu membuat suasana rumah seperti di pasar.
***
Sampai jumpa di chapter selanjutnya, papai👋🤗
Putri Safira
KAMU SEDANG MEMBACA
Rasa Tak Bernama (END)
Teen FictionSeorang hafidza penghafal Al-Qur'an yang memiliki masa lalu kelam. Di usia 15 tahun masa depannya sudah hancur karena diperkosa saudara tirinya sendiri atas dendam kematian sang ibu. Bagi gadis itu adalah suatu pengalaman terburuk dalam hidupnya, n...