Take 12

1.1K 220 26
                                    

Tangan putih susu berbalut sweater berwarna mocha itu, sejak tadi memegang mouse, sibuk scrolling sebuah website sekolah menengah atas. Setelah beberapa hari yang lalu ia dibuat terkejut oleh Ino. Sang gadis bermata bulan itu, mulai sibuk mencari foto buku tahunan Konoha Gakuen.

Tiba-tiba tanda panah pada layar laptop berhenti, ketika Hinata akhirnya menemukan orang yang dicari. Di barisan ketiga, tepat pada bagian tengah layar, sosok remaja laki-laki berambut pirang dan bermata biru, menatap kamera dengan raut dingin.

Kening sang gadis mengerut samar, merasa janggal melihat ekspresi yang remaja itu berikan. Atensinya kali ini beralih pada sebuah nama di bawah foto.

"Namikaze Naruto," baca Hinata lambat-lambat. "Meski marga mereka berbeda, tapi dia benar Naruto-san. Apa orang tuanya bercerai?"

Tangan putihnya kembali memegang mouse, memulai pencarian di bagian kategori album foto dan vidio. Kemudian ia mencari angkatan xxx yang merupakan tingkatan Naruto selama bersekolah. Hinata memulainya dari tahun pertama, dan segera menemukan beberapa foto saat masa orientasi siswa baru.

Disetiap fotonya, Namikaze Naruto selalu tersenyum lebar sampai matanya menyipit. Tertawa bersama anak laki-laki, ikut berpose centil dengan para siswi, bahkan ada foto saat dia dihukum sambil mendengar guru laki-laki memarahinya.

Melihat semua foto ceria itu membuat Hinata sempat tertawa kecil. Ikut merasa gembira melihat tingkah konyol Naruto di foto. Ia lalu beralih memutar sebuah vidio, ini adalah acara festival sekolah saat kelas dua. Naruto memakai baju seragam hitam khas pemandu sorak laki-laki. Ia memakai ikat kepala berwarna merah, dan membawa sebuah bendera besar.

"Apa sudah menyala?" suara berat dan serak yang Hinata kenali terdengar.

"Ya, sudah menyala. Kau bisa mulai, Naruto!" ucap suara seorang gadis sambil memerlihatkan ibu jarinya di layar.

Raut wajahnya terlihat gugup, ia sesekali membenarkan seragam pemandu soraknya. Tak lama, mata biru laut menatap lurus pada kamera dengan tatapan serius. Ia membungkuk dalam, menyapa penuh hormat, sebelum memperkenalkan dirinya.

"Namaku Namikaze Naruto, tahun ke-dua Konoha Gakuen, makanan favoritku ramen, dan cita-citaku di sekolah ini adalah menjadi Ketua Osis Konoha yang diakui semua orang!"

Hinata tertawa terbahak-bahak, tidak menyangka ini adalah vidio promosi untuk para calon ketua osis. Ia kembali menonton saat Naruto yang canggung berusaha tampil keren, ia melakukan gerakan pemandu sorak dengan yell-yell nyeleneh mengocok perut.

Puas melihat tahun ke-dua, Hinata mulai mencari Naruto saat remaja itu menginjak kelas tiga. Beberapa foto memerlihatkan sosoknya yang telah menjadi Ketua Osis. Berdiri sambil memerintah saat adanya festival sekolah, foto ketika ia melakukan kegiatan diluar sekolah. Semua ekspresi yang pria pirang berikan bagaikan mentari.

Sikapnya benar-benar berbeda sekali dengan Uzumaki Naruto, yang selama ini Hinata kenal. Ternyata pemilik mata biru itu bisa juga bersikap seperti anak-anak. Namun ketika ia membuka foto berikutnya, sebelah alis putri Hyuuga terangkat.

Tiba-tiba foto Naruto berikutnya, ekspresinya berubah dingin, hampa, dan putus asa. Raut wajah yang membuat Hinata sontak mencemaskannya. Apa yang telah terjadi di kelas tiga saat itu? Mengapa ia memperlihatkan raut sedih seperti ingin menangis?

Apakah karena suatu hal, membuat Namikaze Naruto, menjadi sosok pribadi seperti saat ini?

...

"Aku hampir selesai, maaf membuatmu menunggu, Hinata-san."

Sepasang rembulan itu mengerjap, membalas permintaan maaf itu dengan mengatakan tidak apa-apa. Hinata menatap dalam diam, sosok Uzumaki Naruto yang sedang berdandan. Pria pirang itu berusaha mendapatkan hasil yang akan membuatnya seperti sedang sakit. Namun dia yang tidak pernah berdandan jelas kesulitan.

Akhirnya Hinata mengambil inisiatip, ia duduk di depan Naruto dan meminta alat rias yang sedang dipegangnya. Pria bermata biru itu mengerjap, memberikan kuas pada sang gadis dengan kikuk. Lalu membiarkan Asistennya merangkap menjadi tukang rias.

"Apa kau benar-benar tidak apa-apa, melakukan syuting di apartemenku?" Naruto bertanya, memecah keheningan sesaat.

Hinata mengangguk, ia menarik dagu Naruto agar memudahkannya memakaikan blush on di sekitar bawah mata. "Selama ini juga kau selalu syuting di sini. Aku tidak ingin membuatmu tidak nyaman karena harus syuting di luar karena tidak enak denganku."

"Terima kasih, Hinata-san."

Segaris senyuman manis Hinata berikan, lalu ia menaruh alat make up di atas meja. "Sudah selesai, kau terlihat pucat dan demam."

Naruto mengambil kaca kecil, memalingkan wajah ke kanan ke kiri. Kemudian berdecak kagum dengan hasil Hinata. Saat ini ia terlihat bisa kapan saja jatuh pingsan. Setelah selesai menyiapkan lokasi syuting yang akan mereka lakukan di ruang tamu. Putri Hyuuga mulai menyalakan kamera mini dan Naruto segera tiduran di atas sofa.

...

"One, Two, Three and Action!" Hinata mengikuti cara Naruto memberi aba-aba sebelum kamera menyala.

Kamera menyorot wajah letih Naru yang sedang tertidur dengan napas sedikit tersengal. Keringat dingin terlihat turun dari kening ke pelipisnya. Tidak lama sebuah tangan putih terulur, mengusap pelan kening sang pemuda pirang.

Sentuhan kecil itu membangunkan Naru, ia membuka mata perlahan. Tatapan matanya semula tidak fokus, lalu melirik ke arah kamera, dan tersenyum tipis.

"Kau datang ternyata," suaranya serak sebelum ia terbatuk. Naru menggelengkan kepalanya dan memberikan tatapan teduh. "Aku baik-baik saja, kata dokter hanya kurang istirahat."

Naru memiringkan tubuhnya, menatap lekat-lekat dengan senyum tipis. Tangan putih kekasihnya terlihat memukul pelan lengannya, sebal karena ditatap begitu lama. Ia pun tertawa pelan, menangkap tangan Hinata lalu mengecup singkat punggung tangannya.

"Maaf, maaf. Aku terlalu bahagia karena mendapat perhatianmu. Wajah cemasmu menggemaskan, kau tahu?" Ia Tersenyum lebar, menggenggam tangan Hinata sambil memejamkan mata. "Apa aku boleh mengatakan sesuatu yang egois?"

"...."

Naru membuka mata, menatap intens pada kamera. "Tetaplah disisiku. Aku tidak butuh apa-apa selain dirimu."

"Bagaimana? mirip tidak dengan drama kesukaanmu?" Naru terkekeh pelan, menahan tangan Hinata yang hendak memukul lagi. Ia kembali mencium tangan putih itu, "Aku tidak mengerti, mengapa kau suka dengan kata-kata tidak realistis seperti itu."

"Tidak bisa hidup tanpamu, memangnya kekasihku ini makanan pokok? kalau aku tidak memakanmu, aku akan mati?" raut wajah Naru terlihat serius, lalu tersenyum lebar. "Yah, karena aku sedang sakit. Aku akan benar-benar mati jika kau tidak ada di sisiku."

...

"Cut!" cetus Hinata lalu mematikan kamera mini.

Naruto beranjak dari sofa, ia merenggangkan tubuhnya yang kaku karena hampir satu jam tiduran. Atensinya beralih pada Hinata, gadis itu lagi-lagi memutar vidio, mengecek seperti waktu lalu. Hal itu membuat Naruto terkekeh pelan.

"Kau tidak perlu melihatnya," Naruto mengambil kamera mini dari tangan Hinata. "Hasilnya pasti bagus seperti kemarin."

"Aku tidak tenang jika tidak mengeceknya, berikan padaku Naruto-san!" Hinata mengulurkan tangan, mencoba meraih kamera mini yang agak jauh dari jangkauannya. "Hei! tanganmu terlalu panjang!"

"Sudahlah, kau tidak perlu cemas. kalau ada kesalahan bisa aku edit."

Hinata tetap mencoba mengambil kamera itu, ia tetap ingin mengecek sampai akhir. Namun sialnya kakinya terpeleset selimut yang ada di lantai. Alhasil tubuhnya limbung, ia jatuh hampir menimpa Naruto yang berada di bawahnya.

"Aduh, sial. Maafkan aku Naruto-san...?"

Hinata melebarkan matanya, ia terkejut ketika mendapati Naruto yang membeku. Raut wajah pria pirang itu sudah seputih kertas dengan bibir bergetar pelan.

"Na-Naruto-san?!"

.

.

.

Continue...


ASMR Boyfriend [NARUHINA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang