Musim gugur datang bersama udara dingin, perlahan membekukan hati yang semula hangat. Mata sebiru langit pagi, kini tidak lagi jernih, mendung dan kehilangan sinar kehidupan. Di depan pagar yang memisahkan Konoha Gakuen dengan sungai, dia berdiri mematung.
'Bukannya kau yang menggodanya?'
'Minato! bagaimana bisa kau berpikir seperti itu?'
'Dia laki-laki, dia bisa menolak! kenapa malah memilih membiarkan dirinya diperkosa perempuan?!'
'Kau pikir siapa yang akan percaya?'
'DIA PUTRAMU!'
Kedua tangan mengepal, tidak menyadari kuku jari menusuk dalam hingga berdarah. Naruto benci, marah, dan kecewa, bukan kepada sang ayah, ataupun pada keadaan, tetapi pada dirinya sendiri. Benar, dia seorang laki-laki, seharusnya dia mampu memberontak, bukan malah diam dan menikmati.
Sudut bibir tertarik, membentuk tawa tanpa suara. Menikmati?
Perasaan jijik saat tangan itu menyentuh perut dan bibir merah tebal mencumbunya berulang kali. Perutnya bergejolak mengingat kenangan itu, sontak ia menutup mulut, menghentikan rasa mual di ujung lidah.
"Ha ha ha...," Apa yang dia tertawakan? padahal hatinya sakit dan ingin menangis, namun tidak ada setetes air matapun yang keluar.
kemana dia harus pergi, dimana tempat dia berlindung, ketika dunia seakan runtuh, meninggalkannya sendiri.
"AH! AWAS!!"
Suara seseorang terdengar dari atas, Naruto menghiraukannya, sampai dia terlambat menyadari. Air jatuh dari langit, membasahi seluruh tubuhnya, belum cukup, sebuah ember hitam dengan tepat jatuh di kepala.
"Aku tidak tahu ada orang di bawah, sungguh maafkan aku!" suara jernih seperti lonceng, lembut dan penuh rasa khawatir itu terdengar. "Kau baik-baik saja?"
Tidak, Naruto tidak baik-baik saja. Dia sedang meratapi nasib buruknya, dan gadis ini malah memperburuk. Melihat sang pemuda tidak merespon, pelaku menyiraman air segera bergegas turun ke lantai satu.
"Ma-maafkan aku, kau jadi basah kuyup dan...," suara jernih itu mengejutkan Naruto, tidak menyangka gadis itu akan begitu cepat sampai.
Ember hitam di kepala diangkat dan dua pasang mata berbeda warna itu akhirnya bertemu. Batu kecubung dan batu safir menatap satu sama lain. Setelah melepaskan ember di kepala Naruto, gadis manis berambut biru gelap mengeluarkan sapu tangan. Dia tanpa ragu segera mengelap wajah Naruto, masih memang raut cemas.
"Seharusnya aku mendengarkan perkataan Ino dan tidak membuang air sembarangan. Aku benar-benar menyesal!" dia terus berbicara, cukup cerewet, tidak seperti penampilannya yang seperti kutu buku.
Naruto hanya diam, membiarkan pelaku membersihkan wajahnya dengan sapu tangan. Ada segelitik perasaan senang, seakan seseorang tengah menghapus air matanya. Setidaknya perasaan kalutnya sedikit membaik.
"Jangan memendam emosimu, kau itu bukan boneka." Ujar gadis itu tiba-tiba. "Aku bersalah, jadi silahkan luapkan kemarahanmu, kekesalanmu, jangan hanya diam membisu. Kau membuatku takut."
"Membuang air sembarangan itu melanggar peraturan," akhirnya Naruto berujar.
"Aku tahu, makanya aku minta maaf."
"Buat surat permintaan maaf sebanyak 20 halaman," perintah Naruto dengan suara datar.
Manik serupa bulan membulat sempurna, "Siapa kau seenaknya menyuruhku?"
Naruto menggenggam tangan gadis di depannya, biru laut melirik sekilas pada dasi, cukup untuk mengetahui bawah anak ini adalah adik kelasnya. Bibirnya membentuk senyum tipis, menyeringai lebih tepatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ASMR Boyfriend [NARUHINA]
FanfictionDisclaimer : Naruto belongs Masashi Kishimoto and Studio pierrot. Cover diambil dari pinterest kemudian diedit oleh Chocosei. Happy Reading ______________***********_____________ Hyuuga Hinata bekerja sebagai Manager seorang Idola yang tengah naik d...