Take 17

989 215 32
                                    

Pagi datang begitu cepat, rasanya baru sekejap Hinata memejamkan mata. Ia menoleh ke jendela, bias mentari menyusup perlahan menyinari separuh wajahnya. Gadis manis itu kembali menatap langit-langit kamar villa, lalu ingatan tadi malam kembali mengusiknya.

Di bawah langit berbintang, kedua bibir itu bertemu, menghantarkan panas pada bibir yang mulai dingin akibat angin malam. Satu kecupan, dua kecupan, seakan tengah mencicipi sebuah rasa asing yang datang di antara mereka berdua. Ketika rasa gugup dan tegang mulai mencair, maka semakin intens keduanya bercumbu.

Hinata menarik selimut, menutupi wajah lalu berteriak dan menendang kasur beberapa kali. Ia tidak bisa menahan letupan rasa malu di dada. Berkali-kali tubuhnya berguling ke kanan lalu ke kiri, mulai membungkus dirinya dengan selimut seperti ulat bulu. Semua itu dilakukan demi menghilangkan rasa geli di perut juga meredakan rasa panas di pipi.

Suara pintu dibuka keras terdengar, sosok Yamanaka Ino muncul dari kamar mandi dengan rambut basah. Ia mendengkus pelan, berkacak pinggang melihat gumpalan selimut di depannya.

"Stop bertingkah konyol, Hyuuga Hinata!" bentaknya seperti seorang komandan.

Bentakan itu sontak membuat sang gadis berambut hitam loncat dari atas kasur. Penampilannya sudah seperti hantu dengan selimut menutupi seluruh tubuh dan hanya memerlihatkan wajah putih Hinata.

"Pertama kau pingsan tadi malam, dan sekarang kau berteriak seperti orang gila." Ino mendekat, menatap intens pada Hinata yang tidak berani membalas tatapannya. "Kau masih tidak mau cerita padaku? tentang hubunganmu dengan Asisten Sutradara, Uzumaki Naruto?"

Pemilik mata rembulan meringis pelan, bukannya ia tidak mau cerita. Rasa malunya terlalu besar hingga mulutnya tidak bisa terbuka. Bagaimanapun ini pertama kalinya ia dekat dengan seorang pria, bahkan mereka sudah berciuman sebelum memperjelas status hubungan keduanya.

"Hinata-chan?" Panggil Ino ketika sahabatnya tiba-tiba terdiam dengan raut terkejut, seakan baru menyadari sesuatu.

Benar juga.

Hinata dan Naruto, mereka berdua sekarang ini menyandang status apa?

Teman satu sekolah? Teman kerja? Patner dalam projek ASMR boyfriend? ,

Raut wajah Hinata seketika memucat, ia tidak tahu mana jawaban yang tepat. Hal itu membuat sudut hatinya terasa berat dan mengganjal.

'Bagi Naruto-kun, aku ini apa?'

...

Ruang makan mulai ramai dipenuhi sebagian kru dan juga para aktris dan aktor untuk sarapan. Hinata bersama Ino mengantri untuk mendapatkan makanan mereka. Namun sejak tadi, sepasang rembulan itu tampak redup sinarnya, wajahnya ditekuk, terlihat suram.

"Selamat pagi Naruto-san!"

Ketika nama itu terdengar oleh Hinata, sontak ia mengangkat kepala, mencari sosok pria berambut pirang yang sejak tadi ia pikirkan. Pupilnya sedikit melebar saat menemukan Naruto bersama Shion di sampingnya. Mereka berdua terlihat dekat, menyapa satu sama lain, lalu ikut mengantri mengambil sarapan.

Padahal jarak mereka hanya terpisah dua orang dari antrian, namun mengapa terasa jauh bagi Hinata? pundak kecil berbalut sweater coklat muda tersentak pelan, melihat Shion dengan santainya menyentuh lengan kekar pria di sampingnya.

Hinata menunduk, melewatkan Naruto yang menepis pelan tangan Shion dan mencoba membuat jarak. Ia tidak melihatnya, hatinya terlanjur sakit, perih, dan ia benci dengan perasaannya saat ini.

"Aku akan pergi mengecek jadwalmu, Ino." ucap Hinata tiba-tiba, lalu menaruh nampan dan berbalik.

Ino mengerjap kaget, ia berbalik memanggil sahabatnya. "Kau bisa melakukannya nanti, Hinata-chan. Hei! Hinata-chan!"

Saat sang gadis berbalik, saat itu mata biru langit menatap punggung mungilnya yang kian menjauh.

...

"Hinata--" Naruto menghentikan langkahnya, ketika hendak mendekati Hinata.

"Naruto-san, aku bawa minum untukmu!" Shion berdiri di depan, menghadang sang pemuda sambil menyodorkan sebotol minuman soda. "Terima kasih untuk kerja kerasmu hari ini." bibir ranum itu tersenyum dengan sorot mata tertarik.

"Te-terima kasih, begitu juga denganmu." ia menerima minuman itu tanpa melepaskan tatapannya dari punggung Hinata yang mulai meninggalkan lokasi syuting. "Maaf, aku harus pergi, ada pekerjaan yang harus kulakukan."

Shion terpaksa menyingkir, namun ia tidak menyerah begitu saja. Segera gadis berambut pirang itu menahan lengan Naruto tanpa menyangka bahwa sang pria akan menepis tangannya cepat. Manik biru laut menatap dingin pada tangan yang mengambang di udara, lalu beralih pada sang perias aktris.

"Bisa kau berhenti?" suara dingin Naruto membuat Shion terdiam.

Keningnya mengerut samar, tidak paham mengapa tiba-tiba sikap Asisten Sutradara berubah. "Y-ya? berhenti apa?" tanya Shion masih memasang senyum ramah.

"Berhenti menyentuhku dan mendekatiku," jawaban cepat Naruto kembali menohok hati Shion. Kedua pasang mata berbeda warna itu bersitatap. "Aku penderita haphephobia." sambung Naruto tegas dan jelas.

Shion terdiam, terlihat raut kebingungan yang kentara di wajahnya. Hal itu membuat Naruto berdecak pelan, "Aku tidak suka disentuh orang asing."

"Baiklah, maaf kalau begitu." semburat merah muncul dipipi Shion, ia menunduk malu.

Setelah gadis itu mengerti, Naruto segera bergegas pergi. Ia ingin menemui Hinata yang telihat aneh dan menjauhinya sejak tadi pagi. Hatinya gelisah, cemas, memikirkan sang gadis bulan jadi membencinya akibat perbuatannya kemarin malam.

Ketika ia sampai di depan kamar tempat Hinata dan Ino menginap, Naruto mengatur napasnya. Rasanya tenggorokannya kering, bukan karena rasa haus setelah berlari. Namun seperti ada yang mengganjal, membuatnya menelan ludah kering. Narutopun mengetuk pintu kamar, disusul suara perempuan dan pintu terbuka.

"Naruto-san?" Ino mengerjap melihat sosok pria bermasker hitam dengan rambut pirang di depan pintu kamar. "Apa ada masalah dengan syuting hari ini?"

"Ah, tidak. Aktingmu hari ini bagus seperti biasanya Ino-san," ujar Naruto mencoba untuk tidak terdengar gugup. "Sebenarnya aku ada perlu dengan managermu, Hinata. Apakah kau bisa memanggilnya?"

Sejenak keheningan melanda, Ino tidak serta merta menjawab, ia malah diam dan menatap Naruto. Ditatap seperti itu tentu saja membuat sang pria mulai keringat dingin. Lalu tak lama kemudian, gadis berambut pirang panjang itu berteriak ke dalam kamar, memanggil Hinata.

"Hinata-chan! ada yang mencarimu!"

"Siapa?"

"Sudahlah cepat ke sini, penting! kau tidak akan menyesal!!" Ino kembali memutar kepalanya, dan memberikan kedipan mata. "Aku akan mengunci pintu, jadi nikmati waktu kalian berdua."

Naruto bersyukur dengan pengertian Ino, namun sepertinya gadis itu terlalu bersemangat. Ia tidak berencana mengobrol dengan Hinata sampai subuh. Hanya sekitar sepuluh sampai dua puluh menit untuk meluruskan apapun kesalahpahaman yang tengah terjadi. Namun tanpa memberinya kesempatan, Ino telah pergi lebih dulu, memasuki kamar setelah Hinata datang.

"Hai," Naruto menyapa kikuk, tiba-tiba ia merasa seperti seorang remaja tanggung. "Bisakah aku berbicara denganmu sebentar?"

"... Tentu."

Setidaknya Hinata tidak menolak, walau raut gadis itu membuat Naruto khawatir. Mereka berdua berjalan bersisian, bersama menuju ke taman tempat mereka berdua kemarin malam bertemu. Selama perjalanan Hinata benar-benar diam, hanya menunduk, seakan jalanan lebih menarik dari pada harus melihat sepasang mata biru di sampingnya.

.

.

.

Continue...

A/N halo semua, adakah yang kangen dengan diriku? si tukang hiatus tiba-tiba padahal udah janji update tiap hari jam tujuh malam. Kalian juga mungkin udah bosen dengar kata maaf dariku hehe. jadi Semoga aja update terbaru ini bisa menghibur di malam minggu kalian.



ASMR Boyfriend [NARUHINA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang