23.

649 101 72
                                    


***

Jiho menunjukkan kamar untuk Arin serta membantu gadis itu menata barangnya disana.

"Mulai sekarang, ini kamar kamu ya rin"

Arin menangguk sembari tersenyum.

"Anggep aja kayak rumah sendiri ya!"

"Dan, kalau ada apa-apa jangan sungkan minta sama kakak ya!"

Arin tersenyum, "makasih ya kak, Arin beruntung banget punya saudara kayak kak Jiho, kayak bibi kim"

Jiho hanya membalasnya dengan kekehan, karena menurutnya berbuat baik dengan menolong saudara sendiri itu hal yang wajar bukan?

"Kamu harus sekolah juga kan hari ini?" tanya Jiho melihat jam dinding di kamar.

"Iya kak"

"Yaudah, siap-siap gih! Nanti turun terus sarapan ya! Masakan kak Mina enakkk banget loh!" Jiho tersenyum menunjukkan jempolnya.

Arin hanya tersenyum.

"Ah—hehe, nanti kakak kenalin sama mereka deh kamu! Yaudah sana!"

Setelah di pastikan Arin menghilang di kamar, Jiho lantas menggelengkan kepalanya.

Jadi benar? Gadis ini yang dulunya Jiho marahi? Ya ampun mengingatnya membuat Jiho tertawa.

Tawa Jiho berhenti ketika ponsel dalam saku celana bahannya bergetar, buru-buru di lihat.

Itu ibunya, tapi tidak biasanya menelefon di pagi-pagi seperti ini, apakah ada sesuatu?

Jiho benci menerka-nerka!

"Iya ma? Ad—"

"Mama! Hallo ma! Ini Ara ma! Ini Ara! Ara kangen banget sama mama! Kangeeenn banget!"

Bibir Jiho tertutup dengan rapat, suara itu! Suara yang Jiho amat sangat rindukan! Suara milik malaikat kecilnya.

Tanpa sadar Jiho membekap mulutnya sendiri, menahan tangis.

"Ma? Hallo? Mama? Ma?"

"Iy-ya Ara sayang, mama disini"

"Mama juga kangen Ara, kangen bangettt" Jiho terkekeh sekarang, membayangkan bagaimana antusiasnya Ara sekarang.

"Nenek bilang katanya mama mau telefon kan?"

"Makanya Ara bangun pagi-pagi biar mama cepet telefon"

"Padahal nenek bilang Ara suruh tunggu mama, tapi Ara nggak mau!"  Dengan riangnya Ara berbicara demikian, Jiho dapat membayangkan bagaimana senangnya bocah itu sekarang.

"Ara bandel ya ma?" Tanya Ara dengan suara cukup lirih di telefon, Jiho hafal betul bagaimana ekspresi yang akan Ara tunjukkan disaat seperti itu.

Dengan bibir yang ditekuk kemudian menundukkan kepalanya takut-takut, ya tuhan Aranya yang polos.

Jadi sekarang, Jiho hanya mampu meledakkan tawanya.

[2] Back, Again?! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang