17

529 73 4
                                    

" Ini kartu nama saya."

" Ne. Khamsahamnida." Wendy memberi tundukan nya beberapa kali. Memperhatikan pria paru baya itu yang sudah berlalu menggunakan mobilnya.

" Yes. Kerja lagi. Dapat uang biar bisa beli keperluan lain." Ucap Wendy yang lebih suka bekerja daripada jalan tanpa melakukan apapun. Kalau kerja dapat uang, kalau jalan menghamburkan uang. Begitu prinsip Wendy selama ia hidup sendiri.

" Wendy!!" Irene berlari ke seberang jalan mendekati Wendy yang baru saja ingin pergi setelah selesai bekerja.

" Kamu mau pulang?"

" Ne."

" Emm... sibuk malam ini?"

" Aniyo."

" Jalan denganku, mau?" Tawarnya. Wendy berfikir sejenak namun tidak lama ia memberi jawaban pasti.

" Pak! Langsung pulang aja ya! Aku sama Wendy!" Teriak Irene pada supirnya di seberang sana yang mengangguk senyum.

Wendy mengangkat tubuhnya untuk terduduk tegap. Irene mendekat, dia akhirnya terduduk di besi sepeda.

"Sudah?"

" Udah." Irene menyoroti jalan. Wendy mendayung sepedanya pelan sambil tersenyum sesekali saat Irene menatap bahagia dirinya.

Sesampainya mereka di kursi pinggir jalan, menikmati ubi rebus dan segelas kopi hangat. Suasana sore sungguh nyaman. Angin sepoi-sepoi berada di sekitar nya.

" Panas!"

" Sini." Wendy membukakan nya untuk Irene.

" Kapan kamu merasa bahagia?" Tanya Irene.

" Molla."

" Kapan kamu bisa merasa nyaman?"

" Molla."

" Kenapa tidak tau?"

" Karena aku belum mendapatkannya." Jawab Wendy, tangan memberikan lagi ubi rebus yang sudah ia kupas kulitnya.

" Enak?"

" Mhh! Enak banget!" Ucapnya berseru senang. Wendy ikut menguyah selagi ada keributan kecil di belakang sana karena orang-orang berebut memesan ubi rebus.

" Apa kamu bahagia di dekatku Wendy?" Wendy tidak langsung menjawab. Dia makan tapi otaknya berfikir agar tidak salah bicara pada Irene.

" Aku selalu bahagia di dekat orang-orang baik sepertimu." Irene menoleh ke arahnya.

" Kalau begitu, benci aku!" Pintanya yang terdengar sedikit memaksa.

" Kalau aku benci padamu, aku kehilangan kebahagiaan ku." Terhentak dan Irene hanya bisa bungkam. Hatinya terdengar berisik di dalam sana, memperhatikan Wendy yang makan ubi rebus dengan sangat rapi.

Deg!deg!deg!deg!

" Mh!" Wendy berhenti menguyah. Ia menoleh pelan ke samping, memperhatikan Irene yang juga menatap diam dirinya.

Wendy mendengar jelas detakan jantung Irene. Sangat berdengung di telinganya. Tidak terlihat samar-samar namun seperti dentuman keras yang berpacu.

" Memangnya, kamu nggak bahagia sama Rose?" Pertanyaan Irene membuat Wendy teralih cepat ke depan, mengabaikan pendengaran pekanya dan menutupi rasa malu.

" Bahagia." Jawab seadanya Wendy.

" Rose nampak mencintai mu."

" Dan aku juga mencintai nya." Lanjut Wendy sambil melihat Irene yang mengangguk dehem, melanjutkan kunyahan.

Lightning Love ✓ [C]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang