18

478 82 18
                                    

Wendy mengusap wajahnya. Dia membersihkan muka sebelum beranjak naik ke atas kasur.

" Wendy, ada yang ingin aku bicarakan padamu. Kemari lah."

" Ne. Changkaman." Wendy datang mendekat sambil mengeringkan wajahnya dengan handuk.

" Wae?" Ia akhirnya terduduk di bawah ranjang. Sedangkan Bao tiduran di atas kasur. Tujuannya agar Wendy bisa sejajar dengan Bao.

" Cepatlah memilih. Waktumu tidak banyak." Kata Bao.

" Memilih?"

" Ne. Kamu harus memilih dan merelakan wanita yang tidak kamu rasakan cintanya. Carilah satu wanita saja yang benar-benar yakin kalau dia akan mencintaimu." Jelas Bao. Wendy nampak tidak rela untuk menyakiti mereka. Tapi bagaimana jika Bao sudah berbicara seperti itu. Apalagi saat ia bilang kalau waktunya tidak banyak.

" Bao, apa mereka akan benar-benar pergi dariku?"

" Molla. Tapi lakukan yang terbaik saja." Jawab Bao. Ia tau kalau Wendy risau dan dia akan cepat melupakan masa-masanya dengan tubuh ini. Namun kerinduan juga ada untuk tubuh aslinya meski di tubuh ini Wendy mempunyai banyak kenangan sakitnya.

" Baiklah. Aku akan cepat memilih."

***

Wendy takut-takut untuk ke rumah Rose. Dia takut kalau Rose marah soal kemarin waktu di bioskop. Bisa-bisanya Wendy bertemu dengan Rose yang sangat malas nonton bioskop tapi malah berjumpa disana saat ia dengan Irene.

" Rose." Wendy mengetok sambil menyebut namanya.

Tidak lama pintu rumah terbuka. Terlihatlah Rose yang berdiri sambil menggendong Alba. Wendy termundur selangkah karena Rose maju ke depan pintu.

" Kenapa lama?"

" Sepedaku pecah ban."

" Mhh!"

Wendy merunduk takut lagi. Dia merapatkan kedua tangannya di belakang yang gelisah sedari tadi.

Drrtt~~!!! Tidak lama hpnya berbunyi. Rose melirik dan Wendy sesegera mungkin mengeluarkan benda itu di dalam kantong celananya.

" Waduh! Irene nelpon lagi! Ottoke?"

Wendy melirik Rose. Dia melihat tatapan Rose terus tertuju padanya.

" Siapa?" Tanyanya sambil menurunkan Alba dari gendongan. Sebelum Rose mengangkat tubuhnya berdiri lagi, Wendy terpaksa memutuskan panggilan Irene.

" Temanku. Mau di angkat tapi langsung di matikan." Alasannya. Rose mengangguk saja.

" Kamu punya waktu hari ini?"

" Waktu? Emm...anu..."

" Jangan bilang kalau kamu tidak memiliki waktu untuk jalan denganku." Wendy sendu, kerut lesu terlihat.

" Aku harus kerja. Mianhe Rose." Ucap Wendy. Rise membuang pelan nafasnya. Tidak mempunyai kesempatan untuk pergi bersama Wendy.

" Kamu.... selalu punya waktu untuk Irene....tapu denganku, kamu..." Rose merunduk, wajah terlihat bete.

Wendy mengelak hal itu. Dia meyakinkan Rose kalau waktunya bisa di bagi.

" Setelah pulang kerja, kita jalan." Kata Wendy langsung.

" Malam?"

" Ne. Mau?" Rose tersenyum lagi. Ia mengangguk sambil menatap Wendy yang bernafas lega.

***

" Hai Wendy." IU datang berkunjung ke kafe. Ia terduduk di kursinya sambil menyodorkan sebuah hadiah pada Wendy.

" Untuk ku?"

" Mhh." Dehem IU sambil meletakkan gelas minumannya.

Wendy memperhatikan sebuah tablet PC pemberian IU yang masih dalam kotaknya.

" Emm... Noona...aku nggak bisa nerimanya."

" Wae?"

" Anu...."

" Kenapa? Kamu tidak suka hadiah ku?"

" Aniyo. Maksud ku...aku..." Wendy terdiam. Ia memikirkan sesuatu sambil menempatkan tatapan mata hanya untuk IU.

" Noona, apa kamu mencintaiku?" Tanya Wendy langsung.

" Tentu saja." Jawabnya. Wendy hanya bungkam dan diam. Ia masih memandangi IU dengan mata yang berkedip beberapa kali.

" Apa Noona benar-benar mau mencintai ku?" Tanyanya sekali lagi seraya dengan pandangan mata Wendy yang berubah, serasa ia menggunakan tubuh aslinya.

Ia menatap IU kembali. Melihat wanita ini yang tidak menjawab namun ia diam.

Kemudian Wendy merunduk, ia memejamkan matanya seraya dengan tangan yang menyentuh jarinya.

" Noona, maafkan aku. Tapi aku..... mencintai Rose." Ungkap Wendy, melihat IU membuang pelan nafasnya pelan.

" Maafkan aku." Suara Wendy lirih. Ia melihat IU yang merunduk sejenak, menjauhkan sentuhannya dari tangan Wendy.

" Gwaechanha. Aku mengerti." Jawab IU yang melihat Wendy lagi. Perlahan senyumannya timbul sambil menyodorkan hadiahnya.

" Terima hadiah ku. Aku sangat senang kalau kamu mau menerimanya. Anggap saja pemberian Noona mu." Kata IU hingga Wendy tersenyum lega lagi seraya dengan tangan yang meraih kotak tablet.

" Gomawo Noona."

" Mhh."

Wendy tersenyum senang. Ia menatap IU yang tidak berhenti menatapnya, menemani Wendy sambil menikmati kopi hangatnya. Sesekali keduanya mengobrol santai.

Mungkin ini yang Bao maksud. Setelah Wendy memilih untuk melepas satu wanita, mereka akan menerimanya tanpa terlihat rasa penyesalan karena wanita itu bukan jodohnya. Untunglah Wendy pintar berfikir dan dia tidak mau lengah, salah memilih wanita.

" Aaahhkk!!!" Teriak Rose saat Wendy membawa kebut sepedanya di pinggir jalan.

Wendy tertawa. Ia memelankan laju sepedanya sambil merasakan angin sejuk dimalam hari.

Kebetulan kalau malam tidak terlalu ramai. Beda dengan pagi atau siang hari. Pasti akan selalu ramai oleh pejalan kaki.

Kalau sekarang free sekali bisa membawa sepedanya melaju di tengah trotoar. Rose bahkan tidak perlu pergi ke mall untuk bersenang-senang. Keliling dengan Wendy menggunakan sepeda lebih membuatnya bahagia lagi.

Keduanya berhenti di seberang zebra cross. Wenrose sama-sama melihat kanan kiri jikalau ada kendaraan yang lewat. Merasa tidak ada motor atau mobil, Wendy mendayung sepedanya lagi ke seberang jalan menuju ke taman kota untuk mereka lewati.

Cuaca malam sungguh baik dan bagus. Di taburi banyak bintang berkilau dimana-mana. Rose sesekali mendongak dan Wendy yang mengerem sepedanya saat sampai di pinggir taman.

Ia akan bahagia jika seseorang nyaman dengannya. Kalau tidak, Wendy akan pergi tanpa menonjolkan diri di hadapannya.

Mungkin saat ini Rose nyaman dengannya. Tapi bagaimana saat ia bertemu dengan Wendy yang berbeda? Apa cinta masih ada? Atau hal lain membuat Rose menjauh dari nya.

" Rose."

" Mh?"

Rose menoleh dongak ke arah belakang. Ia menatap Wendy yang tersenyum tawa padanya.

" Wae?" Bingung Rose. Wendy memberikan gelengan sambil merapikan rambut Rose yang terlihat berantakan.

" Jalan lagi?" Rose mengangguk. Wendy menurunkan setengah badannya, mengapit Rose agar tidak jatuh.

Cup!! Rose mencium pipi Wendy. Ia seperti tidak tau apa-apa saja menyuruh Wendy untuk jalan. Sedangkan pria ini terdiam kejut sebelum menjalankan sepeda.

Tapi senyum Wendy merekah lagi. Ia mendayung pelan sambil menyandarkan dagunya di atas kepala Rose.

" Rose, aku akan berusaha agar kamu bahagia denganku saat ini."








TBC....
Ada yang aneh👀

Double update 40⭐😀

Lightning Love ✓ [C]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang