Chapter 16

75 4 0
                                    

Aku memegangi lagi bibirku yang mengukir sejarah hari ini. Rasanya masih tidak percaya kalau Edgar tadi pagi menciumku. Mencium bibirku dan semua gusarku tentang dia dan Tita langsung lenyap. Ciuman yang merubah moodku 180 derajat dengan begitu mudahnya.

"Dipegangin terus ntar terbang lho," sindir Ditto. Kulihat dia sedang tersenyum jahil melihatku. Dia sangat puas setelah aku ceritakan semuanya.

"Apaan sih, Dit."

"Ciee malu-malu," goda Ditto lagi. Kupukul tangannya pelan. Dia sedang mengemudikan mobil menuju kampus, aku takut kenapa-kenapa jika kujitak kepalanya seperti biasa.

"Gue masih gak percaya, Dit."

"Gimana sih? Gue aja yang ga ada di TKP percaya, masa lu yang ngalamin gak percaya?"

"Rasanya terlalu gampang, Dit. Dunia gak pernah sebaik ini sama gue."

"Mau lu apa sih, Ri? Bingung gue. Udah deh jangan over-thinking, lu nikmatin aja apa yang terjadi sekarang antara lu sama Edgar," Ditto menasihati.

Aku mengangguk, tapi sedetik kemudian salah satu kegusaranku yang lain muncul di permukaan.

"Gimana kalau ini tipe kedua?"

"Maksud lu?"

"Dia cium gue karena dia tahu gue suka sama dia. Jadi dia suka sama gue karena ngebales perasaan suka gue ke dia," terangku.

Takk!! Ditto menjitakku cukup keras, mukanya terlihat gemas padaku. "Jangan over-thinking bego!" katanya geram.

Aku cengengesan saja menanggapinya. Ditto benar, lebih baik aku menikmati kenyataan indah yang tiba-tiba datang pagi ini. Jangan terlalu berpikiran macam-macam yang malah menyiksa batinku sendiri.

Sesampainya di kampus, aku dan Ditto langsung menuju gedung fakultas teknik. Di lantai dasar sudah ramai para mahasiswa baru. Kulihat ada spanduk dan kertas-kertas poster bertuliskan huruf-huruf yang besar dipegang anak-anak yang tidak ikut turnamen. Mungkin itu yang diprint kak Taufan dan kak Gilang semalam.

"Ri, ditungguin tim voli," kata Tian yang langsung menghampiriku begitu aku melewati pintu masuk gedung fakultas. Dia menunjuk ke kerumunan orang di salah satu sudut lantai dasar ini. Ada kak Taufan juga disana.

"Futsal dimana, Yan?" Ditto bertanya pada Tian.

"Udah ke lapangan futsal lima belas menit yang lalu."

"Serius lu??"

Tanpa menunggu jawaban dari Tian, Ditto langsung meninggalkan kami berdua.

Aku dan Tian--yang tidak ikut turnamen apa-apa--, berjalan menghampiri kerumunan tim voli. Kak Taufan menyadari kehadiranku dan melambaikan tangannya. Sial, ciuman Edgar mujarab sekali. Aku tidak lagi merasa canggung di hadapan kak Taufan meski aku masih ingat kalau dia suka padaku. Dan saat ini, aku tidak butuh penjelasan langsung dari kak Taufan. Ciuman itu seolah sudah mengunci hatiku hanya untuk Edgar seorang.

Setelah briefing singkat, rombongan tim voli pun berjalan menuju lapangan voli yang berada dekat fakultas ekonomi. Berdasarkan hasil latihan kemarin, aku ditunjuk sebagai pemain libero. Mungkin karena aku yang terlihat paling lincah di antara yang lain.

Para mahasiswa baru yang tidak menjadi peserta turnamen diwajibkan menjadi supporter dan harus meriah, karena kata kak Gilang ada hadiah untuk supporter terbaik. Makanya senior-senior di fakultas teknik rela begadang untuk mempersiapkan pernak-pernik supporter. Mereka pun dibagi-bagi agar tidak semuanya berkumpul di satu cabang olahraga saja.

Karena hanya ada 5 fakultas, artinya ada satu fakultas yang by. Pengocokan siapa lawan siapa dalam turnamen pun sudah dilakukan kemarin. Fakultas Teknik akan by pada ronde pertama, menunggu lawan antara Fakultas Hukum dan Fakultas Ekonomi. Sementara di sisi lain bagan turnamen, Fakultas Ilmu Administrasi bertemu dengan Fakultas MIPA.

Dia, Edgar (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang