Chapter 28

74 6 3
                                    

Aku melajukan mobil cukup kencang di jalanan. Aku ingin buru-buru menemui Edgar. Aku ingin membicarakan padanya masalah antara kami berdua dan berharap bisa mengulang lagi semua yang sudah terjadi.

Baru saja aku melewati area kampus. Bunyi sirine mobil posisi mengaum-ngaum di belakangku. Aku menepi sedikit untuk memberi jalan pada mobil polisi tersebut. Ada dua mobil polisi yang menyalipku lalu melaju dengan cepat.

Saat melewati gerbang masuk apartemen Edgar, kulihat dua mobil polisi tersebut parkir begitu saja di depan pintu lobby. Apa yang sedang terjadi? Ada penggerebekan narkoba kah? Atau sedang ada kasus pembunuhan. Ah sial, bukan itu yang harusnya kupikirkan sekarang. Kuparkirkan mobil di halaman samping gedung apartemen dan langsung masuk dari pintu samping. Pintu jalanku kabur dari Edgar minggu lalu.

Orang-orang ramai berkumpul di lantai dasar. Aku jadi makin penasaran apa yang sebenarnya terjadi, dan apa yang dilakukan dua mobil polisi tadi.

"Minggir! Minggir!" Teriak seseorang dengan suara lantang. "Kasih jalan! Kasih jalan!"

Aku mencoba menembus kerumunan orang yang makin pada di area dekat lift. Kulihat tiga polisi berseragam keluar dari lift. Sepertinya polisi paling depan yang tadi berteriak. Orang-orang bergeser sedikit demi sedikit untuk memberi jalan polisi yang baru keluar dari lift.

Jantungku rasanya mau copot begitu melihat siapa yang digiring di belakang tiga polisi tadi. Satu polisi lainnya berjalan di belakang orang berkaos putih dan bercelana pendek. Edgar. Aku benar-benar tidak percaya. Tangannya diborgol ke belakang. Edgar?

"Edgar!!" Panggilku.

Polisi-polisi itu terus berjalan, tapi Edgar mendengar suaraku. Dia menoleh padaku lalu tersenyum. Ada rasa kelegaan dalam senyumannya itu. Dia senang melihatku. Bodoh! Bukan saatnya untuk senang, Edgar! Apa yang kamu lakukan sehingga polisi itu membawamu hah?

Aku menembus kerumunan dan langsung berlari mengejar Edgar.

"Ada kasus apa pak? Kenapa teman saya ditangkap?" Tanyaku pada polisi yang paling belakang, yang memegangi tangan Edgar. Aku menyamakan langkah kakiku dengan mereka semua.

"Kasus pembakaran rumah," jawab polisi itu singkat.

Pembakaran rumah? Rumah siapa? Aku menarik nafas panjang ketika menyadari hal itu. Apa Edgar membakar rumahnya sendiri? Gak mungkin! Untuk apa?

"Gak mungkin, pak. Gak mungkin!" Elakku.

"Nanti saja dibicarakan ya. Kami akan melakukan pemeriksaan dahulu pada terduga," ujar polisi itu.

Aku terus mengikuti langkah mereka sampai melewati pintu depan apartemen. Pikiranku kacau dalam situasi yang tidak jelas ini. Polisi tadi mendorong Edgar untuk masuk mobil polisi yang belakang.

Edgar sempat menatapku sebelum kepalanya masuk ke dalam mobil. Dia berkata sambil tersenyum, "Pulang, Ri. Gue gak pa-pa."

Aku berdiri cukup dekat dengan mobil polisi sehingga bisa mendengarnya dengan jelas. Bodoh. Apanya yang gak pa-pa. Dia sedang ditangkap polisi dan dia bilang gak pa-pa? Aku masih mematung sampai dua mobil polisi itu pergi meninggalkan lobby apartemen.

Sial. Apa lagi ini? Kenapa semuanya tiba-tiba jadi seberantakan ini? Edgar membakar rumahnya sendiri? Aku tidak percaya. Apa motifnya melakukan itu? Pertanyaan demi pertanyaan muncul terus di benakku.

Aku berbalik dan berjalan cepat menuju lift. Aku harap Ditto sedang di rumah. Aku butuh dia sekarang. Saat pintu lift terbuka, kutekan tombol nomor tujuh dan menutup pintu. Aku langsung mengetuk-ngetuk pintu apartemen Ditto begitu aku sampai di lantai tujuh.

"Ri? Ada apaan? Kok gak bilang-bilang mau kesini?" Tanya Ditto dengan wajah bingung.

"Edgar."

"Iya. Gue denger lu nonjok dia semalem. Sayang gue gak ngeliat langsung." Ah Ditto, masih sempat-sempatnya bercanda. Tidak sadar apa mukaku sedang cemas begini.

Dia, Edgar (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang