Chapter 30

76 6 0
                                    

Hari senin, aku masuk kuliah seperti biasa. Seperti tidak ada hal besar yang terjadi di akhir pekan kemarin. Padahal kemarin, di hari minggu aku hanya mengurung diri di kamar memikirkan Edgar yang sedang ditahan oleh polisi. Aku kesal karena tidak bisa berbuat apa-apa untuknya.

Saat ini aku sedang makan siang dengan Tian. Ditto sepertinya masih ada jadwal kuliah atau pergi entah kemana. Aku tidak tahu.

"Ri," suara kak Taufan menghentikan lamunanku tentang Edgar. Aku menoleh padanya yang memegang makan siangnya. "Makanan tuh dimakan, jangan dianggurin. Geser dong."

Aku bergeser sedikit memberinya ruang untuk duduk di sebelahku. Ada kak Gilang juga yang sudah duduk di sebelah Tian.

"Lu udah denger tentang Edgar, Ri?" Tanya kak Gilang. Mana mungkin aku belum dengar, aku melihat secara langsung saat dia digiring ke mobil polisi.

Aku mengangguk pelan.

"Dia ditangkep polisi karena apa, Ri? Anak-anak satu kampus pada heboh ngomongin soal anak fakultas hukum yang ditangkep polisi. Tapi simpang siur penyebabnya apa."

Aku tahu, tapi apa aku harus memberitahu kak Gilang dan kak Taufan. Aku tidak mau menyebarkan berita buruk tentang Edgar meskipun itu fakta.

"Gue tahu kak," kataku pada kak Gilang.

"Apaan, Ri? Bilang dong!" Desak kak Gilang. Penasaran.

"Tapi kak Gilang sama kak Taufan janji gak akan bilang siapa-siapa ya."

Keduanya mengangguk kompak. Aku memajukan kepalaku dan mereka juga melakukan yang sama. Tian ikutan. Halah, pengen tahu juga dia. Saat kepala kami berempat sudah berdekatan di atas meja makan, aku berbisik pelan. "Pembakaran rumah."

"HAH?!" Kak Gilang kaget dan langsung membekap mulutnya sendiri. Beberapa orang di kantin fakultas teknik langsung menoleh padanya. Lalu sedetik kemudian kembali pada kesibukan masing-masing. "Serius lu, Ri?"

Aku mengangguk.

"Siapa yang ngaduin?" Tanya Tian.

"Maksud lu, Tian?" Aku bertanya balik, belum paham maksud Tian.

"Biasanya kalau kasus begitu bukannya ada yang jadi pengadu ya? Kalau gak ngapain polisi ribet-ribet ngurusin. Kebakaran kan biasanya disebabkan hal sepele kayak konsleting listrik, jadi dianggep musibah. Kecuali ada yang curiga kebakarannya disengaja dan ngaduin, baru polisi nyelidikin." Tian menerangkan.

"Wah Tian paham juga masalah ginian? Keren bro keren!" Puji kak Gilang sambil menepuk-nepuk pundak Tian.

"Rumah tetangga gue di kampung pernah kasus begini kak. Ada yang ngaduin, tapi akhirnya damai karena yang diduga pelaku ngaku dan mau ganti rugi."

Aku langsung terpikir, mungkin ini jalannya. Satu-satunya jalan yang ada agar Edgar bisa keluar dari tahanan polisi.

"Jadi pertanyaannya, siapa yang ngadu ke polisi dong ya?" Ujar kak Taufan. Dia benar.

Aku memikirkan siapa orang yang mungkin mengadukan masalah ini. Muncul satu nama tapi aku tidak yakin dia tega mengadukan Edgar seperti ini.

"Biasanya korban. Selain Edgar, siapa lagi yang tinggal disana?" Tanya Tian.

Sial, kecurigaanku bisa saja benar. Pak Bram. Hanya dia dan Edgar yang tinggal di rumah itu, jadi bisa saja pak Bram yang mengadukan Edgar. Tapi kenapa dia tega mengadukannya. Dan juga, aku masih belum bisa menebak atas dasar apa Edgar membakar rumahnya sendiri.

Aku bangkit tanpa menghabiskan makananku. "Gue duluan ya."

"Mau kemana lu, Ri?" Tanya kak Gilang.

Dia, Edgar (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang