Chapter 21

82 4 0
                                    

Apartemen yang disewa oleh ayahnya Edgar cukup besar. Terdiri dari dua kamar dan satu ruangan besar yang terbagi menjadi ruang tengah, ruang makan dan dapur. Perabotan sudah tersedia dan semuanya sudah siap dipakai. Sudah siap huni.

"Gimana menurut lu?"

"Bagus." Kataku.

Aku terus mengikuti Edgar melihat-lihat apa saja yang ada. Apartemen ini ada di lantai 10 dan berada di posisi ujung sehingga memiliki beberapa balkon. Satu di ruang luar ruang utama, satu di kamar utama, dan satu lagi di kamar Edgar.

"Suka?" Tanya Edgar.

"Kok tanya gue? Kan lu yang mau tinggal disini."

"Kan nanti lu bakal sering main kesini."

"Ngapain?"

Edgar yang berdiri di depanku membalikkan badannya menghadapku. Dia meraih tangan kananku dan menarikku ke kamarnya. Dengan satu gerakan dia memutar tubuhku dan membuatku mendarat di atas kasur. Kubenarkan posisiku sehingga terlentang sempurna di atas kasur.

Edgar menaiki kasur, badannya berada tepat di atasku. Kedua tangannya berada di kedua sisi kepalaku, seolah membuatku tidak bisa pergi kemana-mana. Dia menatapku nakal kemudian menurunkan kepalanya perlahan-lahan. Aku hanya diam, pasrah.

Dia menciumku lagi, dan aku selalu menikmati setiap gerakan bibirnya di atas bibirku. Kupegangi punggung hingga lengan atasnya, membelainya dengan lembut.

"Wah parah kalian, pintu depan dibiarin terbuka le..."

Sebuah suara muncul dari arah pintu kamar. Aku dan Edgar sama-sama mematung. Tidak bergerak dalam posisi dia di atasku. Aku langsung menoleh ke arah pintu kamar. Anjir, Ditto!

Dengan cepat aku menendang Edgar pelan agar dia menyingkir dari atas tubuhku. Sepertinya aku menendangnya terlalu kencang hingga membuatnya jatuh ke lantai di sebelah kasur.

"Aw!!" Erangnya sambil memegangi perutnya yang menjadi sasaran tendanganku barusan.

Ditto masih mematung di ambang pintu. Aku segera turun dari kasur dan berjalan menghampiri Ditto. "Dit!" Panggilku ketika Ditto memutar badannya.

Saat di luar kamar, Ditto sudah duduk di ruang makan. Dia menatap lurus seperti orang shock. Aneh, dia kan sudah tahu tentangku dan Edgar, kenapa masih kaget begitu?

"Dit!!" Panggilku menyadarkan lamunannya.

"Hah?"

"Lu gak kenapa-kenapa kan?" Aku duduk di sebelahnya.

"Sial, Ri! Kalau bukan gue yang masuk gimana lu? Pintu depan kebuka begitu."

Aku cengengesan. Bodoh memang kami membiarkan pintu depan terbuka. Lagipula aku tidak menyangka Edgar akan melakukan itu. Dia kan belum resmi pindah kesini. Tapi aku suka saat Edgar melakukan sesuatu tanpa diduga-duga.

"Hei, Gar!" Sapa Ditto saat Edgar keluar dari kamar. Dia masih memegangi perutnya.

"Sakit, Ri," rengeknya seperti anak kecil. Dia duduk di ujung meja, di sebelahku.

"Maaf," kataku sambil menatapnya iba. "Reflek." Kuangkat tanganku ke arah perutnya dan mengelus-elusnya.

"Ehem!!" Ditto pura-pura batuk. "Yaudah gue cabut deh, gak enak ganggu lu berdua."

"Gak usah, udah hilang momennya gara-gara lu," cecar Edgar kesal. Aku tertawa mendengar dia begitu. "Lagipula, ngapain lu disini?"

"Tanya cowok lu tuh," kata Ditto.

Edgar langsung menatapku, menunggu jawaban.

"Ditto tinggal di gedung ini juga. Jadi gue ngabarin dia, siapa tahu bisa ngajak keliling-keliling."

Dia, Edgar (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang