Seorang gadis manis, putih namun pendek memasuki rumah yang lumayan besar. Bukan, bukan, bukan. Itu bukan rumahnya bahkan itu bukan rumah orang tuanya. Melainkan rumah peninggalan sang kakek.
Dia berjalan dengan muka datarnya. Luar mah datar, tapi dalam deg,deg,deg.
Ting nong...
Dia menekan bel rumah itu. 11 detik berlalu, seorang wanita paruh baya membuka pintu rumah bercat putih tersebut.
Ana menatap wanita itu. 2 detik kemudian...
"Bibi...." teriak Ana sambil memeluk erat wanita yang dia sebut dengan panggilan bibi itu.
Bi Idah, salah seorang pembantu didalam rumah tersebut, bukan salah satu tapi satu-satunya pembantu dirumah tersebut.
Mamanya Ana bukannya pelit untuk membayar banyak ART, namun mama Ana adalah orang yang rajin jadi pekerjaan seperti beres-beres rumah atau memasak bisa dikerjakan bersama oleh mama Ana dan Bi Idah.
"Aduh non, saya sesak," ucap Bi Idah.
"Aduh maaf bi..." ucap Ana sambil melepaskan pelukannya. "Ya udah bi, kita masuk ya... pasti mama udah nungguin kan?"
"Iya non."
Ruang tamu
"Mama..." teriak Ana dengan kencangnya membuat bi idah harus menghembuskan nafasnya ketelapak tangannya lalu mengusapkan ketelinganya begitulah seterusnya."Sayang... mama rindu banget sama kamu," ucap perempuan paruh baya tersebut sambil memeluk Ana yang ada disampingnya.
Dewi Sartika Aldebaran, istri dari Aldebaran Melvino, seorang pengusaha yang memiliki keuntungan yang tak kurang dan tak lebih.
"Aku juga kangen banget sama mama," ujar Ana.
"Ya udah, sekarang kamu kekamar, beres-beres, trus istirahat. Nanti mama bangunin waktu makan malam," ucap Dewi dan dibalas dengan anggukan oleh Ana lalu meninggalkan ruang tamu dan berjalan kekamarnya.
****
"Ana, bangun sayang..." seru Dewi dari luar pintu kamar Ana.Ana yang memang dasarannya kebo masih tetap tertidur, dia tidak dapat mendengar teriakan sang mama.
"Ana..." panggil Dewi dengan nada yang semulanya lembut kini mulai meninggi.
"KEIT... KIRANA ALDEBARAN, BANGUN!!!" teriak Dewi.
Ana, dia dapat mendengar namun volume teriakan sang mama sangatlah kecil baginya, sehingga Ana menjadi mengabaikannya kembali.
Belum sempat Ana kembali kedalam mimpinya, Dewi sudah berteriak dengan nada yang naik satu oktaf.
Membuat Ana terkejut dan segera bangun.
"Iya ma, Ana tadi ada dikamar mandi, jadinya gak dengar." Sudah jelas itu sebuah kebohongan. Setelah mengucapkan itu Ana berjalan malas memasuki kamar mandi.
Sedangkan Dewi diluar menghela nafas sambil mengelus-elus dadanya dia tau Ana berbohong, kemudian dia mengambil handphonenya dan menghubungi seseorang.
Halo?
Sapa seseorang dibalik sana.Ayu.... kamu bilang Anakku sudah berubah. Tapi kenapa dia masih tetap kebo....
Teriak Dewi kepada Ayu sang adik tercinta.
Ana memang pindah sekolah saat kelas 3 SMP semester akhir ke Bandung, dirumah tantenya Ayu. Dia pindah sekolah karena ada seorang cowo yang menghina keluarganya sehingga Anapun menghajarnya secara membabi buta hingga cowok tersebut harus masuk Rumah Sakit karena hidung dan kakinya patah. Karena tragedi tersebut papa Ana murka dan memutuskan untuk mengirim Ana ke rumah tantenya, Ayu di Bandung.
KAMU SEDANG MEMBACA
DehAna
Teen FictionWarning: -Cerita ini mengandung unsur kata-kata kasar, jadi tolong bijak dalam membaca. -Cerita ini adalah hasil pemikiran saya sendiri, diharapkan tidak ada yang memplagiat cerita ini. "Ana..... ini apaan nak? Ya Tuhan, ken...