Semua orang yang ada didalam kelas 10 IPA 4 terdiam sambil menatap Nabila, Given, Raka dan Alex. Sedari tadi mereka hanya diam, menunggu Given dan yang lainnya memberi intruksi. "Ven, si Ana datang gak sih?" bisik Raka.
"Gua juga gak tau Ka."
"Lu gimana sih? Lukan best friendnya, masa gak tau?"
"Gua beneren gak tau, lu coba telfon deh."
"Em... gua keluar dulu," ucap Raka kemudian berjalan kearah pintu kelas yang terkunci. Saat sudah membuka pintu tersebut matanya melirik koridor disamping kanannya.
Dia tersentak kaget saat melihat Ana yang berlari kearahnya, membuat semua orang yang ada didalam ruang kelas menoleh kepadanya yang sudah terjatuh diatas lantai.
"Lu kenapa Ka?"
"Ana datang..." teriaknya membuat Given dan yang lainnya bersorak kegirangan. Berbeda dengan orang-orang yang bukan satu kelompok mereka, mereka hanya menatap heran kearah manusia yang sedang jingkrak-jingkrak.
"Gua gak telat kan? Heh-heh-heh-heh." Ana melangkahkan kakinya kedalam kelas, kemudian mengambil ahli gunting yang ada digenggaman Given.
"Bantu gua buat rapatin ini bangku-bangku," intruksi Ana, kemudian semua menurut.
Setelah bangku-bangku tersebut tersusun rapih ditengah-tengah ruangan kelas mereka, Ana membagi semua murid-murid yang ada dikelas menjadi 4 kelompok.
Setelahnya, dia mencontohkan beberapa contoh hiasan yang akan ditempelkan di dinding kelas mereka. Ana, Arthur, Babe, Given, Raka dan Alex melangkahkan kaki mereka ke arah dinding belakang kelas dengan beberapa cat tembok, pilox dan beberapa peralatan cat lainnya ditangan mereka.
Ana mulai membentuk sketsa gambar yang telah dia buat di dinding tersebut. Setelah selesai, dia mengarahkan Given dan yang lainnya untuk membantu dirinya mencat dinding tersebut.
"Thur, Idul Adha lama lagi ya?" tanya Ana, kepada Arthur yang ada disampingnya. "Iya lah, kan Idul Adha baru aja selesai. Emang kenapa?"
"Gua mau ngurbanin si Babe." Arthur menoleh kearah Babe yang asyik menggoda siswi-siswi didalam kelas khususnya Yuli, dia terkekeh garing saat melihat Babe yang di tampol oleh Yuli.
****
"Go, lu kenapa? Dari tadi bengong aja lu, giliran lu tuh," tunjuk Gilbert, kearah papan catur didepan Yugo. "Kalau ada masalah cerita sama gua, gak usah dipendam. Lu pikir lu sekuat Dion apa? Yang kalau apa-apa diem mulu... gak pernah cerita sama kita, bahkan gua bisa itung berapa kata yang dia ucapin kalau bareng kita.""Emangnya berapa?"
"Nol sampai sepuluh kata."
"Kalau itu gua juga tau."
"Udah deh, sekarang lu jawab. Lu jadi goblok gini karena apa?"
"Bingung gua Bert. Tadi siang gua..."
Flashback On
"Ana..." Ana menoleh saat seseorang memanggil namanya, saat tau orang itu adalah Yugo, dia kembali menolehkan kepalanya kearah sebelumnya dan berjalan dengan sangat cepat.
"Na, lu jalannya kenceng amat kayak dikejar setan aja," ucap Yugo, sambil menahan bahu Ana. Ana membalikan tubuhnya malas. "Ada apa Kak, manggilin gua sampai segitunya?"
"Gua mau nanya, tadi gua cek biodata elu, di sana ditulis lu bukan anak beasiswa." Ana menatap kearah belakang punggung Yugo, dimana Dinda bediri disana menatapnya tajam. Ana terdiam sampai tersadar bahwa Dinda sedang memberinya peringatan.
KAMU SEDANG MEMBACA
DehAna
Teen FictionWarning: -Cerita ini mengandung unsur kata-kata kasar, jadi tolong bijak dalam membaca. -Cerita ini adalah hasil pemikiran saya sendiri, diharapkan tidak ada yang memplagiat cerita ini. "Ana..... ini apaan nak? Ya Tuhan, ken...