DehAna 28.❤.

65 31 32
                                    

Ana melangkahkan kakinya untuk menuruni panggung kafe, mungkin setelah menyanyikan lagu yang berjudul 'rude' Ana akan membantu Keyza dan yang lainnya melayani para pembeli. Sebenarnya dari tadi dia sangat risih karena Gilbert yang selalu menatapnya dari tempatnya duduk, yaitu sudut cafe.

Ana berjalan memasuki bagian dapur cafe. "Gua bantu apa nih," tanya Ana pada Keyza dan yang lainnya.

"Lah, emangnya kamu gak manggung lagi," tanya Keyza. "Ah, itu ada yang gantiin gua... katanya dia mau manggung sampe malam."

"Pelanggan?"

"Iyalah, ya kali setan," jawab Ana kepada Rista, salah satu pelayan di cafe tersebut. "Lu bantu mas Bima aja, kayaknya dia kualahan karena banyak yang beli cake buatannya dia," jawab Rista. "Oh, okey." Ana berjalan menuju chef andalan cafe ini.

"Mas saya bantu yang mana nih?" Bima menoleh. "Eh, lu Na? Lu tau ngaduk cream yang bener gak?" Tanya Bima sambil tangannya tetap melapisi cream berwarna pink di atas cake tersebut. "Tau Mas," ujar Ana seadanya. "Ya udah bantuin gua ngaduk cream yang ada disana," ujar Bima sembari menunjuk ke arah wadah biru yang ada di atas meja pantri.

Sebenarnya bisa saja mereka mengaduknya menggunakan mixser, namun Mas Bima lebih memilih manual karena katanya rasa yang di aduk dengan MIxer dan dengan menual akan jauh berebeda. Ana mulai mengaduknya dengan tenaga yang cukup kuat, setetes keringat mulai membanjiri dahi Ana bagai mana tidak kelelahan, ini tuh creamnya super kental, belum lagi creamnya ini banyak banget.

Setelah cream yang Ana aduk mulai halus dan juga tidak terlalu kental akhirnya cream tersebut sudah dapat di jadikan toping, Ana juga membantu Bima memasukkan cream tersebut kedalam bungkusan cream. "Udah Na?"

"Udah tuh Mas," ujar Ana sambil menunjuk kearah cream tersebut. "Wah... thank you Na, lu duduk di situ aja dulu, ntar gua buatin cake..."

"Eh, nggak usah Mas, aku lagi diet."

"Bhahahha, ya sudah deh."

"Na." Ana mengangkat kepalanya saat Rista memanggilnya, sedari tadi dia hanya duduk saja, katanya tidak ada yang perlu di bantu lagi, jadi Ana duduk manis aja disini sambil sesekali menyesap coffe late miliknya. "Di cariin tuh diluar."

"Siapa?" Tanya Ana dan kemudian kembali menyesap coffenya. "Nggak tau, gak kenal gua... dia yang duduk di sudut cafe." Ana memutar bola matanya saat mengetahui orang tersebut. "Suruh pulang aja Ris, bilang gua lagi sibuk."

"Ooooh oke, sibuk minum kopi kan ya?" Rista berlalu pergi sambil ckikikan. Gua cekik juga lu Ris, batin Ana. Ana menjadi teringat kejadian beberapa hari yang lalu di mana setelah Ana memasak makanan untuk Dehan dan yang lainnya suhu badanya kembali naik, Mamanya sempat menelfon dan yang menjawab adalah Given tanpa banyak bacot Given mengatakan bahwa Ana sakit dan tentu saja Mamanya marah pada Given, karena Given tidak dapat menjaganya.

Setelah hampir 3 jam, akhirnya cafe tutup, Ana berjalan keluar cafe melewati pintu belakang. Dia terlampau malas untuk bertemu dengan Gilbert, karena kata Rista Gilbert masih menunggunya di depan. Ana menutup pintu utama rumahnya dengan sangat pelan ketika dia sudah sampai di dalam rumahnya, dia tidak ingin membangunkan keluarganya dan mendapati anak bungsunya ini pulang malam.

Keluarga Ana tidak ada yang tau kalau dia bekerja di cafe milik tante Diva, setelah menutup pintu tersebut dengan sempurna Ana berjalan menaiki anak tangga menuju kamarnya. Dan ya, kamarnya sudah kembali seperti semula karena sang ibunda yang mengira anaknya sakit karena Raisya mendekor kamarnya dengan nuansa pink. Dasar mak-mak, gituan aja masih di percayain.

Ana merebahkan tubuhnya di kasur abu-abu miliknya, dasar pemalas belum cuci tangan sama kaki aja dia langsung rebahan. +62********** memanggil, Ana mendudukan dirinya telephone dari nomor yang tak dikenal membuat Ana menyerngit bingung, awalnya dia menolak panggilan tersebut sebanyak 2 kali dan yang ke tiga kalinya dia menerima panggilan tersebut.

DehAnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang