Magic

565 41 7
                                    

Malam hari jalanan kota Seoul terasa begitu dingin. Seorang gadis mungil yang berpakaian tebal itu berjalan sambil merapatkan mantelnya. Beberapa kali ia melirik jam tangannya, lalu mendengus kesal.

Terdengar deru mesin mobil di sampingnya, setelah melirik sekilas, ia membuang mukanya dan mempercepat langkahnya.

"Baby, ku mohon dengarkan penjelasanku dulu." kata seorang pemuda sambil menjalankan mobilnya, ia berusaha menyamai langkah si gadis.

Gadis itu tidak ingin menghiraukannya yang ia lakukan hanya terus berjalan meskipun kakinya sudah terasa nyeri karena sepatu boots barunya.

Kini yang terdengar adalah suara langkah kaki dan tiba-tiba tangan gadis itu pun berada dalam cengkraman si pemuda.

"Kim Ryeowook, kumohon dengarkan aku." pintanya memelas, di lihatnya kedua manik cokelat itu berkaca-kaca.

"Tidak ada yang perlu kau jelaskan oppa. Tolong tinggalkan aku sendiri." dengan satu hentakan, gadis bernama Ryeowook itu melepaskan diri dan kembali dalam langkahnya yang cepat.

.

.

Sesampainya di rumah, Ryeowook langsung menghamburkan dirinya ke sofa, sekarang ia merasa bisa menangis sepuasnya. Lampu di seluruh ruangan di biarkan mati, hanya cahaya temaran bulan lah yang menerangi se isi ruangan itu dari jendela ruang tamu.

Air mata tak di undang itu datang ketika Ryeowook jengah menunggu kekasihnya di cafe. Mereka sudah mengatur janji untuk bertemu di jam tujuh malam. Namun, setelah menunggu sampai cafe tutup, ia hanya mendapat kabar pembatalan yang kesekian kalinya selama mereka berkencan.

Ia sengaja hanya meminum secangkir cokelat hangat  sambil menunggu kekasihnya datang. Tapi, pemuda itu dengan mudah mengatakan tidak bisa menyusul karena lembur.

Ryeowook menggenggam ponselnya kuat. Ia merasa kecewa sekaligus curiga. Dengan hanya menuruti instingnya, ia memanggil taksi dan menuju kantor tempat kekasihnya bekerja.

Suasana sudah sepi, hanya ada beberapa staff yang ingin melangkah keluar dengan ekspresi kelelahan. Ia pun seperti menertawakan diri sendiri ketika benar-benar berada di tempat ini.

Mungkin saja kekasihnya memang bekerja sangat keras sehingga harus lembur, pasti wajahnya juga tidak berbeda dengan rekan-rekan sekantornya. Penuh beban dan kelelahan. Rasanya ini bukan saat yang tepat untuk merengek karena pemuda itu membatalkan janji.

"Nona Kim?" panggil seorang pria yang ia ketahui bernama Donghae.

Ryeowook menarik senyum tipisnya sambil menggenggam tali tas selempangnya, ia merespon sapaan itu dengan sedikit bungkukan hormat.

"Apa Yesung kembali membatalkan kencannya?" tanya Donghae yang selalu menebak tepat sasaran.

Gadis itu mengangguk lemas, di akhiri dengan helaan napas berat.

"Ke atas saja, ini pakai ID Card-ku. Yesung pasti sedang berada di ruangannya." pria itu menyuguhkan sebuah card holder bertali dengan logo perusahaannya. "Nanti kalau sudah, titipkan saja pada Yesung."

"Terima kasih." ucap Ryeowook.

"Aku pulang dulu ya..."

Percaya atau tidak, entah mengapa jantung Ryeowook berdetak tidak karuan. Selama berada di dalam lift, ia merasa sesuatu yang buruk akan terjadi. Tapi, saat ingin bertemu kekasihnya, ia harus menyingkirkan semua itu.

Dengan langkah yang mantap ia membuka pintu kaca sebuah ruangan bertanda 'Staff Management', sambil berlatih untuk tersenyum dan menyusun kata yang pas untuk menyemangati kekasihnya.

When We Were UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang