Story by;
Laceena & Cleorain
"Bukankah hari ini awal dari kontrak kerjamu yang baru?” Hinata mengimbuhkan, ia mengamati wajah kekasihnya yang masih tampak kusut. Tak lama Hinata memungut piring, gelas kotor ke wastafel dan mencucinya."Iya," jawab Naru singkat saat dia juga bermain game online di ponsel androidnya. "Kali ini agak lama dari biasanya, satu bulan." androidnya diletakkan ke atas meja. Dia bersandar di kursi, memejamkan mata dengan kedua tangan yang dilipat ke atas dada.
"Siapa wanita yang beruntung kali ini, sayang?" Hinata melirik sejenak sebelum menyudahi aktivitasnya.
"Shizuka." kentara malas dari nadanya.
"Apa sekarang harus kukatakan bahwa kaulah yang beruntung?" jelas dia tahu siapa Shizuka. Dalam hati cemas, namun Hinata menyembunyikannya.
"Aku beruntung?Kurasa tidak, dia menyusahkan. Orang-orang bilang begitu dan aku mengalami hal yang sama." imbuh Naru seraya menarik Hinata ke pangkuannya.
“Kau harus bercukur hari ini, wajahmu berantakan. Dan ... jangan terlalu lama menatap perempuan selain aku, nanti mereka terpesona." Hinata mengecup singkat kelopak mata Naru, "Jatuh cinta padamu."
"Aku ingin meminta sesuatu padamu, kali ini kau tidak bisa menolaknya, itu akan menyakitiku." Hinata mengernyit bingung, ia bergeming menunggu Naru meneruskan perkataannya. "Aku tidak mau kau bekerja lagi kalau kita sudah menikah." pernyataan serius, terbaca dari sorot matanya yang penuh tuntutan.
"Tak perlu meminta, dengan senang hati kupenuhi untukmu. Hanya itu?" tanya Hinata lagi, lalu merapikan sedikit rambut Naru yang acak-acakan.
"Kau sendiri bisa menebaknya jadi buat apalagi kukatakan. Tapi kalau memaksa, aku bisa segera menulis daftarnya. Bagaimana?"
"Sebanyak itu?!"
"Belum kubuat dan kau langsung mengeluh." Naru menggamit dan mengelus sebelah punggung tangan Hinata. "Aku hanya bergurau. Menjadi seorang suami yang baik untukmu, saling mencintai, apa berlebihan?"
"Itu permintaan yang bagus, aku setuju. Ayo kita cukur janggutmu! Jangan sampai mereka berpikir aku tidak becus mengurusmu." Hinata akan beranjak sebelum tangan Naru menahannya.
"Apa perlu kuumumkan bagaimana istimewanya dirimu kepada mereka?"
"Aku tidak serius mengatakan hal itu, dengan kau mengakuiku, aku sudah merasa cukup. Nanti kau terlambat, ini hari pertama. Kau harus menunjukkan kedisiplinan juga ke modelmu."
"Baiklah. Aku suka situasi ini, kau berlagak seperti seorang manajer sekarang." Naru terkekeh. Dia mengangkat dagu Hinata dan mengecup singkat bibirnya. "Benahi dirimu."
"Akan kulakukan, tapi setelah kau selesai bercukur."
---
---
---
Semua berjalan baik selama ini. Walaupun selalu ada masalah yang menerpa hubungan keduanya, mereka tetap bisa menemukan titik terang yang pada akhirnya justru mengeratkan kepercayaan di antara Naru dan Hinata. Perdebatan pula selisih paham tentu menjadi hal biasa dalam sebuah hubungan, apalagi hubungan yang sudah lama berjalan, seperti sejoli tersebut, hubungan keduanya bertahan sampai kini menginjak tahun yang ketujuh.
Bila keduanya diminta untuk mendeskripsikan pasangan, maka tanpa berpikir dua kali baik Naru maupun Hinata akan saling melempar pujian, sosok sempurna. Seperti itulah keduanya menilai kualitas pribadi di antara mereka.
Mampu menjalani peran sebagai kekasih yang romantis, keluarga yang hangat atau bahkan teman yang menyenangkan, bukanlah kesulitan bagi sejoli tersebut. Sesekali Naru juga terampil menjadi rekan kerja bagi Hinata di kala ia mendapat tugas lembur yang menumpuk dari sang manajer. Maka, ia akan ringan tangan untuk turut membantu Hinata atau sekadar menemaninya.
Memiliki pekerjaan tetap dan mapan tidak membatasi rencana Naru untuk membangun sebuah bisnis pribadi, yang kelak dia upayakan sebagai investasi masa depannya bersama keluarga. Meski sesungguhnya ia merupakan pewaris tunggal perusahaan milik keluarganya. Namun hal ini sedikitpun tidak menyurutkan niat si fotografer tampan terhadap rencana mandirinya.
.
.
."Fu, siapa dia?" tanya Shizuka dengan lirikan tajam. Mereka berada di ruang rias, sedang menunggu giliran pemotretan.
"Dia wanita yang bersama si fotografer seksi. Kudengar mereka adalah pasangan kekasih." Si wanita berkulit gelap menjawab santai seraya sedikit merapikan gaunnya.
"Dari mana kau tahu?"
"Namanya Hinata. Kiba yang bilang kalau dia adalah kekasih si Naru."
"Biasa saja, tidak ada yang menonjol. Dilihat dari sisi manapun, jelas-jelas aku lebih menarik. Lalu kenapa dia menolakku? gerutu wanita berdarah campuran tersebut. Dia meremas-remas ujung kaus slimfit yang dikenakan tanpa mengalihkan sekilaspun pandangan beliaknya pada Hinata.
"Kau benar, dia tidak ada apa-apanya dibandingkan denganmu. Tapi, mestinya kau cukup paham kalau dia mungkin istimewa di mata fotografer kita." Fu menoleh, tak lama ia bersedekap.
"Kiba lagi yang mengatakannya?"
"Penilaianku pribadi berdasarkan bukti yang nyata. Lihat saja, dia sampai membawanya kemari," pernyataannya justru menyebabkan Shizuka kian tersulut api cemburu. "Apa kau menyukai dia?"
"Bukan urusanmu." Ketus Shizuka, dia memalingkan wajah usai melayangkan tatapan bencinya pada Fu.
"Terserah saja." balas Fu sembari mengangkat kedua bahunya.
"Kau pikir kau bisa bersaing denganku?! Lihat saja apa yang dapat kulakukan!" gerutu Shizuka, kecewa kini menguasai dirinya hingga dia merencanakan pembalasan demi memberi pelajaran pada Hinata. Dia merasa direndahkan karena Naru sedikitpun tidak bersimpati terhadapnya. Berbanding terbalik dengan yang kerap kali terjadi, ketika banyak pria mengelu-elukan kehadirannya. Tak jarang berkompetisi untuk menggaet perhatiannya. "Aku tidak bisa terima penghinaan ini."
.
.
."Bagaimana perasaanmu? Kalau kurang nyaman aku bisa meminta temanku mengantarmu pulang." ucapnya selagi mengatur sensor kamera, format foto berikut hal lain yang memang perlu dilakukan sampai perkara membersihkan lensa. Begitu selesai, Naru mencoba setelan kameranya. Serangkaian hal yang wajib dilakukan sebelum memulai sesi pemotretan.
"Tidak apa-apa, aku jadi ingin melihat caramu memotret. Apa kau keberatan?"
"Bukan, takutnya kau yang tidak terbiasa. Ya bagus kalau mau tetap di sini, pekerjaanku bisa lebih cepat selesai dan kita bisa segera pulang. Aku lelah sekali, badanku pegal semua rasanya." tuntas menyiapkan kamera, Naru meletakkannya di atas meja fiber berbentuk bundar.
"Mau kupijat? Tapi di rumah."
"Harusnya jangan ditanya lagi, aku menantikan itu. Kayaknya sendi-sendi di badanku ini jadi ikutan kaku."
"Kasihan sekali." raut Hinata berubah prihatin, "Yang sabar ya." Detik sekian dia tersenyum sambil mengusap-usap punggung Naru.
Suasana intim yang terbangun, membuat Naru dan Hinata tak menyadari adanya seseorang yang kini sedang mengawasi. Tak jauh dari keberadaan mereka, Sedari awal Shizuka memantau interaksi keduanya. Betapa dia sangat membenci kehadiran Hinata yang kontan menghancurkan kesempatan dia.
Shizuka sempat berpikir, Naru akan senang saat melihat kemolekan dan keseksian tubuhnya dengan balutan lingering. Tapi kenyataan justru membanting harapannya hingga hancur, bagaimana bisa mimpi itu terwujud jika Hinata ada di sini di antara mereka. "Tunggu saja, aku punya perhitungan untukmu!"
Bersambung...
![](https://img.wattpad.com/cover/221705737-288-k646783.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
JEALOUSY ✓
Fanfiction>Collab with @Cleorain >Cover by @Cleorain Menjalin hubungan sangat lama hingga tujuh tahun. Namun tak juga mengantarkan mereka pada satu hubungan pasti, pernikahan. Apa sebenarnya yang terjadi pada sepasang kekasih yang saling mencintai ini?