Chapter 16

1.9K 355 206
                                        

Senyum cerah, semangat tinggi, Naru tampak berbeda hari ini dan tak pelak menyebabkan Yamato heran hingga dia penasaran. Pasalnya sedari awal perjumpaannya dengan laki-laki muda itu setelah sekian lama, membuat ia penasaran. Bagaimana bisa Naru yang notabennya pewaris dari pemilik perusahaan besar di Nagoya, justru memilih lepas dari keluarga demi karir mandiri. Langkah beriringan, agak mendongak kemudian Yamato bertanya, "Boleh aku tahu apa yang membuatmu tampak senang, Naruto?" ujarnya sopan berwajah ramah.

Sejenak Naru tertegun, senyumnya kian merekah mendengar pertanyaan  dilantunkan Yamato. Ia tertawa kecil sebelum mendudukkan diri di kursi kebesaran direktur. "Ini hari yang cerah, wajar saja aku senang." Naru tidak bermaksud menutupi kegembiraan, hanya saja bukan momen tepat untuk mengungkap rasa bahagianya.

Yamato mendengkus, tak puas sebab jawaban Naru sama sekali tak membantu menyingkirkan rasa penasarannya. Namun sangat tidak pantas jika ia menggali lebih dalam rasa penasaran itu. Berakhir laki-laki berambut coklat itu pun menyerahkan sebuah berkas pada Naru. "Coba kau periksa, sepertinya ada kekeliruan dari laporan divisi pemasaran," ungkap Yamato dengan wajah serius. Ia kini duduk berhadapan dengan si pewaris perusahaan tersebut.

"Paman, menurutmu bagaimana cara melamar wanita agar tampak romantis?" Naru tidak sadar dengan pertanyaan yang ia lontarkan, dalam benaknya hanya dipenuhi oleh Hinata, ia sungguh tak bisa berpikir rasional kali ini.

"Maaf, kau bilang apa barusan?" Yamato meyakini dirinya sendiri kalau ia salah dengar, namun ekspresi dan intonasi yang Naru sampaikan jelas sekali menandakan pria itu cukup serius.

"Tidak, lupakan saja, Paman. Naru menyanggah seraya menggelengkan kepala lalu ia mengambil napas lumayan panjang dan membuang perlahan, mencoba fokus dengan mengusir bayang-bayang Hinata yang berkeliaran di kepalanya. "Jam berapa berakhirnya rapat dengan klien?" tanya Naru menimpali.

"Naruto, kita tidak ada pertemuan dengan klien manapun hari ini," senyum geli oleh Yamato membuat Naru merasa malu. Astaga, kenapa bisa ia menjadi sebegini konyolnya hanya karena rencana pernikahan? "Aku sedikit paham dengan perasaanmu. Beberapa wanita yang pernah kukencani menyukai bunga, ada juga yang begitu senang bila diberi perhiasan, tempat-tempat romantis. Masih banyak hal lain yang bisa kaulakukan untuk kejutan manis. Apa lagi jika kau sangat mengenal pribadi pasanganmu. Jadi, tetap kau yang paling paham keinginannya," papar Yamato santai, setidaknya ia mengerti sedikit perihal yang tak sengaja terucap oleh Naru tadi.

"Hahaha." Naru tertawa sumbang demi menahan rasa malu karena sudah ketahuan. "Sepertinya kau sangat memahami wanita, Paman."

"Ya, aku juga pernah muda, layaknya dirimu aku pernah menjalin hubungan dengan beberapa dari mereka, sebelum akhirnya kuputuskan untuk menikahi istriku," ungkap laki-laki berambut cokelat itu. "Sekarang dia sedang hamil besar, bulan depan dia akan melahirkan anak kami yang pertama."

"Selamat untukmu, Paman. Semoga kalian selalu bahagia."

□■□■□


Kerinduan Hinata pada sang kekasih nyaris membuatnya frustrasi. Sudah lima hari dan Naru belum juga kembali. Karena kecewa, perempuan itu sampai sengaja menonaktifkan ponselnya sejak kemarin. Yang ia lakukan hanya fokus bekerja demi mengalihkan perasaan yang kian membuncah.

"Hinata, aku mau menemui si bos, kau tidak sekalian menyerahkan fail-fail yang kau siapkan tadi? Biar kutunggu, aku masih menyusun beberapa lembar berkas yang perlu diprint out juga," kata Ino selagi dia pun tengah menyelesaikan pekerjaannya.

"Baiklah, kita bisa menemuinya bersama-sama. Aku juga ingin tahu, apakah dia masih punya tugas-tugas lain untuk kukerjakan." Hinata menyetujui ajakan Ino sembari ia mengemasi meja kerjanya yang tampak berantakan. Remasan kertas ia masukkan ke dalam keranjang sampah berlanjut ia merapikan jurnal-jurnalnya.

JEALOUSY ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang