Kepada dirimu, yang selalu ku ragukan. Aku tak tahu, apa yang ada di pikiranmu, dan apa yang ada di pikiran diriku. Kita ini sama-sama tak peduli, namun akan terasa sikap perhatian dalam hati.
Embun menetes di dahan daun. Bersemayam, dan enggak menjauh, ketika matahari sudah sedikit ke permukaan. Burung-burung yang berkicau riang, menjadi pertanda bahwa hari malam, sudah lenyap tak terarah. Hanya di temani dengan suara kicauan burung yang menjadi pertanda hari sudah pagi, Wijaya menyiapkan segala keperluannya sendiri.
Tangannya yang cekatan, dengan cepat memasukan beberapa baju kerja yang memang selalu ia gunakan. Memasukan beberapa dokumen penting yang tersisa, karena dokumen lengkap ada di tangan Lina. Dirinya pun sudah rapi, mengenakan jas berwarna hitam, yang di padukan dengan dalaman berwarna putih. Ketika semua sudah siap, Wijaya berjalan keluar dari kamarnya.
Ekspresi tampan, cool, dan bijaksana membuat semua mata terpancing untuk menatapnya. Tak ada yang terlewat, mereka memuja ketampanan yang dimiliki oleh Wijaya.
"Bi, apa Andini sudah bangun?" tanya Wijaya pada salah satu pembantu yang sedang membersihkan area sekitar kamarnya.
Pembantu itu menghentikan aktivitasnya. "Belum, Tuan. Dari semalam, Nyonya Andini tidak keluar kamar."
"Benar, kah?" Wijaya bertanya dengan serius.
"Benar, Tuan. Setelah pulang, Nyonya langsung ke kamarnya. Malam hari pun ia tak makan." Pembantu itu pun memberikan laporan.
Merasa cemas dengan keadaan Andini, Wijaya pun memutuskan untuk menghampiri pintu kamar Andini. Setelah menikah, hanya satu kali ia masuk ke dalam kamar Andini. Dengan perasaan yang gugup, Wijaya pun membuka pintu kamar.
Ketika pintu kamar terbuka, suasana gelap yang ia rasakan. Merasa ada yang tak beres, Wijaya pun mencari sakral dan menghidupkan lampu kamar. Wijaya terkejut, melihat Andini yang tidur dengan merapatkan selimut hingga wajah dan kaki tak terlihat.
"Apa kamu baik-baik saja?" tanya Wijaya mendekati Andini yang tidur dengan gusar.
Tak ada jawaban dari gadis itu. Wijaya pun memutuskan untuk menyibak selimut tebal yang menutupi badan istrinya. Wajah pucat, juga mata yang sayu menatap ke arahnya, membuat Wijaya panik seketika. Wijaya pun menaruh tangannya di atas kening Andini, suhu panas yang ia rasakan saat ini.
"Jangan sentuh-sentuh," lirih Andini membuat Wijaya menghentikan aktivitasnya.
"Kalau aku gak sentuh kamu, aku gak akan tahu, kalau kamu lagi demam. Apa demam ini dari semalam?" tanya Wijaya kemudian menyelimuti tubuh Andini lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Imamku Dari Instagram (Completed)
Разное#Rank 3 pendekatan (13 Juni 2020) #Rank 2 pendekatan (27 Oktober 2020) #Rank 1 Pendekatan (14 Februari 2021) #Rank 1 real story (14 Februari 2021) #Rank 2 Husband (23 Maret 2021) #Rank 1 Pendekatan (23 Maret 2021) #Rank 1 Husband (25 Maret 2021...