|IDI 31| Kita Sahabat

4.7K 450 33
                                    

Bukan kelakuan atau kecantikan yang bisa menjadi pedoman, tapi ketika  yang bisa menjadi pelindung kesusahan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bukan kelakuan atau kecantikan yang bisa menjadi pedoman, tapi ketika  yang bisa menjadi pelindung kesusahan.

Pepatah pernah mengatakan, lebih baik mempunyai teman satu, dari pada mempunyai banyak teman ketika susah pergi menghilang. Kita dapat melihatnya, jika kita dalam keadaan terpuruk bahkan tak ada yang sanggup untuk menolong kita, di situ peran sahabat akan terlihat jelas, mana yang baik, atau mana yang akan pergi. Semua itu akan terlihat ketika kita tertimpa oleh masalah yang bahkan tak pernah dia duga sebelumnya.

Suara pintu terbuka membuat Andini bangun dari tidurnya. Ia berusaha untuk menajamkan inderanya agar bisa waspada. Mata yang tak lagi berfungsi, membuat Andini harus menyesuaikan dan merasa takut ketika sendiri. Perlahan-lahan namun pasti, orang itu berjalan mendekat kearahnya. Membuat pegangan di tangannya mengerat seketika.

"Siapa?" Andini mencoba bertanya, sembari mencoba untuk meraba-raba.

Ketika tangannya ingin mencari orang tersebut, sentuhan hangat di tangannya membuat Andini termenung. Siapa orang ini? Kenapa ini seperti Lina? Andini pun mencoba untuk menanyakan.

"Lina?" Andini mencoba bertanya.

Tak ada jawaban, hanya suara isakan kecil yang ia yakin itu suara Lina. Andini yang mendengar itu mencoba untuk tersenyum. Jujur saja, jika ia tanya sedih? Ia akan menjawab sembari membuka ribuan hati yang merasa tersakiti. Hatinya sangat sakit.

"Jangan nangis. Gue gak papa, kok. Cuman mata gue doang yang rusak, bukan penampilan gue," tutur Andini mencoba mengajak bercanda Lina.

Suara decitan kursi di sampingnya membuat Andini paham, bahwa Lina tengah duduk di sampingnya. Lina pun mengelus rambut Andini yang panjang.

"Kenapa lo gak kabari gue? Gue khawatir sama lo," lirih Lina merasa tak tega melihat sahabatnya dalam keadaan yang seperti ini.

Andini yang sekarang lebih banyak terdiam. Mungkin jika dulu, ia dan Andini bisa mengajak bertemu, tapi sekarang tak akan bisa lagi. Ketika salah satu dari mereka merasa tersakiti, maka hatinya akan ikut terluka di dasar hati. Lina tak tahu, bahwa keadaan yang begitu buruk akan menimpa Andini.

"Gue takut. Gue takut lo gak bakal terima gue lagi." Andini pun tersenyum. "Lo bisa lihat, kan? Bahkan ketika ngomong gue gak bisa tatap lo, gak bisa lihat penampilan lo sekarang. Gue cuman takut, lo gak mau terima gue lagi."

"Kita bersahabat bukan hitungan hari lagi, tapi udah bertahun-tahun lamanya. Merasa terluka, tersakiti, bahagia, sedih, semua kita lakukan bersama. Apa menurut lo gue orang yang tak punya hati? Gue justru kecewa, karena lo gak sampaikan langsung sama gue. Ini bukan masalah terima ada enggak, tapi ini masalah keteguhan hati dari yang sama-sama tersakiti." Lina meneteskan air matanya kembali, bahkan ia bisa melihat bulir-bulir air mata menetes deras dari mata indah Andini.

Memang perkara sahabat tak bisa di bodohi, banyak orang dan versi yang akan terabadikan. Mungkin banyak orang menjalin persahabatan, tapi apakah ada yang bisa bertahan di kala badai menanti? Tanyakan pada dirimu sendiri. Ketika kita ikhlas dan mau menerima kekurangan dan kelebihan sahabat kita, di situ kita mulai memahami bahwa persahabatan bukan hanya perihal status, tapi keteguhan dan ketulusan hati bagi mereka yang menjalani. Satu sahabat lebih penting dan berarti, jika ia mencangkup dan mau merangkul kita ketika sedih menanti.

"Gue gak cantik lagi. Arjun pasti gak akan mau sama gue. Gue udah cacat sekarang, Lin. Arjun gak bakal mau sama gue," lirih Andini dengan air mata yang menetes deras.

"Kenapa Arjun lagi? Bahkan sampai sekarang dia gak jenguk lo. Jangan mau di bodohi dengan cinta yang tak akan abadi, cinta sejati udah di depan mata." Lina kemudian membawa tangan Andini menuju hati wanita itu. "Cantik itu dari sini, dari hati lo, bukan karena fisik. Fisik cantik, belum tentu hati baik. Cantik aja gak cukup buat seseorang bahagia, tapi hati yang baik bisa membuat kita lebih menghargai orang terutama diri sendiri."

"Apa ini teguran dari Allah untuk gue? Teguran bagi orang yang nakal dan selalu melawan kehendak Tuhan?" Andini bertanya pada Lina yang tersenyum dengan tatapan sendu.

"Allah memberikan cobaan agar kita sadar, apa sih yang sudah kita lakukan saat ini? Ketika cobaan datang, apa kita bisa melewati? Allah sayang sama lo, makanya dia mau lo kembali dekat dengan-Nya. Ada orang yang lebih baik, yang bakal tuntun lo lebih dekat pada Allah SWT." Lina mencoba menjelaskan.

Andini yang mendengar itu menyatukan kedua alisnya. "Siapa? Apa gue pantas untuk kembali dekat sama Allah?"

Jika di tanya pantas atau tidak? Hanya Allah yang bisa menentukan. Manusia tempatnya kesalahan, kadang hilaf tak luput dari kehidupan. Allah maha baik, dia akan mengampuni dosa ketika diri kita merasa membutuhkan perlindungan dari Allah. Jangan takut untuk mencoba, takut jika kita tak akan mendapatkan ampunan dari-Nya.

"Semua manusia melakukan kesalahan, gue pun banyak kejadian yang pasti melanggar, tapi gue mencoba dekat dan meminta ampunan. Hanya Allah yang tahu apa yang kita rasakan sekarang. Sebagai umatnya, kita harus dekat agar bisa mendapatkan ampunan. Bertobat, Din, sebelum pintu tobat tertutup rapat," tutur Lina mengusap lengan Andini lembut.

Andini yang mendengar itu meneteskan air mata keharuan. Benar kata Lina, manusia tempatnya salah. Ia hanya pasrah sekarang. Selama ini ia banyak sekali melawan orang tua dan tak pernah dekat dengan yang Maha Pencipta. Ia merasa bodoh sekarang, tenyata memang benar, teguran yang akan membuat diri seorang sadar akan kebesaran dan kuasa Allah.

"Makasih, Lin. Lo sahabat terbaik gue." Andini pun meraba-raba sekitarnya, agar bisa menemukan Lina yang bahkan tak bisa ia lihat.

Lina pun mendekat, ketika Andini ingin memeluknya. Bahkan Lina memeluk Andini erat, ia selalu berdoa, agar Andini sembuh dan bisa kembali melihat dunia. Tak ada yang sia-sia, selama kita mau berusaha keras dan tiada kira. Allah akan membantu kita pastinya.

"Alhamdulillah, gue harap lo lebih menghargai Wijaya setelah ini, walau gue belum menikah, tapi gue merasakan bahwa cinta Wijaya tulus apa adanya. Gue bisa lihat, Din. Dia lebih tulus dari pada Arjuna. Lo bakal merasakan, ketika Allah mengetuk pintu hati lo, agar lebih bisa menghargai Wijaya." Lina pun menjelaskan sembari mengelus rambut lebat milik Andini.

Andini membenarkan apa yang Lina katakan, di saat ia dalam keadaan tak berdaya seperti ini, justru Wijaya yang rela mengorbankan dirinya untuk menjaganya. Bahkan orang yang dia cintai, menghilang seakan di telan oleh bumi. Andini tak tahu mana yang benar dan salah, tapi ia akan mencoba untuk mencintai Wijaya.

#TBC

Part kali ini gimana?

Setuju gak kalau aku buat grup Imamku dari Instagram?

Yang setuju komen ya hehehe.

Jangan lupa tinggalkan jejak setelah membaca. Aku sayang kalian.

Oke. See you.

Imamku Dari Instagram (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang