30. End?

5.4K 347 50
                                    

"Kau menjauh, aku mendekat. Kau mendekat, aku menjauh. Bertolak belakang. Namun, apakah masih bisa dipertahankan?"


•••♥•••


"Anaise Loura Senja. Bisa tidak kamu mendengarkanku terlebih dahulu?!"

"Mendengarkan apa? Telingaku akan tetap terbuka walau aku mencoba menutupnya."

Sungguh, sebenarnya Senja sudah jengkel setengah mati. Senja hanya ingin membantu mengungkap siapa pembunuh Ria sebenarnya, kenapa sesusah ini? Apa ia tidak berhak membantu sahabatnya?

Ayolah, Senja sudah dewasa tentu dia bisa menjaga dirinya. Senja tahu ini sangat berisiko, tetapi ia benar-benar ingin menolong sahabatnya. Senja rasa, Ria tak akan pernah tenang sebelum orang yang membunuhnya terungkap. Karena itu, Senja mencoba membantu. Kenapa dia tidak memahaminya?

"Jangan kekanakan! Aku mohon ... kita sudah sama-sama dewasa, kamu mengerti itu, bukan?"

Gadis itu hanya membuang muka, ia sudah muak melihat wajah orang yang suka sekali mengatur hidupnya. Selain itu juga, Senja merasa terkekang dan rasanya tidak nyaman. Senja sudah lelah, lelah dengan semuanya.

"Anaise Loura Senja. Aku minta kamu percaya padaku, aku akan berusaha semaksimal mungkin untuk memecahkan kasus ini."

Pria itu mencoba membujuk Senja yang sedang ngambek dengan segala cara, melihat Senja seperti ini sungguh membuat hatinya tak tenang. Walau hanya diam saja, kelakuan gadis itu benar-benar mengusik hatinya. Mungkin karena ia tertular virus bucin makanya jadi seperti ini.

Pria itu melirik sekelilingnya yang tampak ramai dengan polisi berseragam. Melakukan adegan picisan di tempat ini sungguhlah tidak etis, apalagi keduanya tidak sedang melakukan adegan dalam sebuah film. Rasanya memalukan.

"Rian, saya izin sebentar. Ada urusan yang ingin saya selesaikan," pamitnya pada polisi muda yang tadi.

"Baik, Pak!" balas Rian cepat dengan tegas.

"Kalau ada perkembangan soal korban, tolong hubungi saya."

"Siap, laksanakan!"

Pria itu mengangguk, bibirnya tersenyum tipis. Kemudian ia menarik lengan Senja untuk mengikutinya. "Ikutlah denganku, tidak baik mengungkap masalah kita di depan umum."

Senja berdecak, yang memulai duluan siapa? Kenapa di sini seolah-olah dia disalahkan? Hm, dasar! Kenapa laki-laki harus suka mengatur dan sok benar seperti ini? Mentang-mentang punya kekuasaan mau seenaknya saja.

"Kita akan ke mana?" tanya Senja ketus. Maafkan Senja jika dirinya terlalu berlebihan, Senja benar-benar sudah lama memendam kejengkelannya dan tak tahu bagaimana cara melampiaskannya.

"Pergi."

"Ke mana?" ulang Senja.

"Tempat biasa."

Senja berdecak, singkat sekali. Kalau tidak ada niat seharusnya tidak usah menjawab. Daripada dijawab singkat dan terdengar tidak ikhlas.

Benar-benar deh, keinginan Senja untuk menggeplak pria ini benar-benar tak dapat ditahan.

"Tunggu dulu," cegah Senja saat keduanya berniat memasuki lift.

Naga Senja (Segera Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang