23. Kenapa?

5.4K 354 20
                                    

"Semua sudah direncanakan. Kita hanya menjalankan."


•••♥•••

Pagi hari yang cerah ini, Senja sudah bersiap-siap menuju kampusnya. Hari-hari kemarin Senja lupakan begitu saja. Ia harus melupakan masalah hidupnya. Memulai masa depan dengan tangan terbuka.

Senja juga akan merasakan perasaan sukanya yang masih dalam batas normal, atau belum bucin-bucin sekali pada Pak Naga. Senja harus melupakan Pak Naga pokoknya, dan harus melanjutkan hidupnya.

Semangat terus, Senja! Hidupnya tak sebatas bahagia karena ada Pak Naga di sampingnya! Lupakan Pak Naga! Eh, tapi jangan lupakan tanggungjawab mu untuk membantu Pak Naga dalam mengurusi pernikahannya.

Yah, mau tak mau Senja harus meneguhkan hati. Ia harus membantu persiapan pernikahan orang yang dicintainya, sakit tidak, ya? Yang jelas pasti sakit sekali rasanya.

Senja menghapus setitik air mata yang tiba-tiba turun, kenapa ia jadi mellow begini? Apa karena hormon perempuan PMS ya makanya sensitif begini? Ingat Senja! Lupakan Pak Naga! Carilah yang lainnya!

"Lupakan, Senja. Lupakan dia, dia sudah ada yang punya! Cari yang lainnya!!" Senja mengacak rambutnya gemas.

Hellow! Sampai kapan ia harus memikirkan Pak Naga yang tidak mencintainya? Sampai Pak Naga jadi Cinderella pun, Pak Naga tak akan pernah bisa menoleh ke arahnya. Jadi, ayolah! Lupakan Pak Naga! Lupakan perasaan yang ada!

"Bodoh!" Senja mengutuk dirinya sendiri, menjambak rambutnya gemas. Sampai kapan perasaannya akan seperti itu? Sampai kapan ia akan rapuh hanya karena cinta yang tak terbalas?

"Lama-lama aku bisa gila!" Senja berdecak, membenarkan rambutnya yang rusak. Setelah itu, Senja mengambil tasnya dan menenteng keluar dari dalam kamarnya.

Senja mengatur napasnya, bersiap sedia kalau ada Pak Naga yang tiba-tiba muncul di depan rumahnya. Ya, segala sesuatu harus ia persiapkan dengan matang kalau mempunyai celah bertemu dengan Naga Aswara Dewa.

"Budhe! Senja berangkat dulu ya," pamitnya pada Budhe Asih yang sedang menyiram tanaman di depan rumah. Senja mencium lembut punggung tangan budhe-nya. "Assalamu'alaikum," ucapnya pelan.

"Wa'alaikum salam. Hati-hati di jalan, Ja." Budhe Asih tersenyum lembut pada Senja.

Senja mengangguk, dan membuka gerbang rumah dengan perlahan. Ia belum siap kalau benar-benar berpapasan dengan Pak Naga. Hatinya yang belum siap, sejujurnya.

Senja bersyukur sekali saat tidak ada tanda-tanda Pak Naga keluar dari dalam rumahnya. Untung saja kali ini Senja beruntung. Senja tersenyum lebar, mulai melangkahkan kakinya menjauh dari rumah Budhe Asih dan Pak Naga.

"Senja."

Astaga! Kenapa Pak Naga tiba-tiba nongol di depannya? Padahal kan tadi sudah Senja pastikan Pak Naga tidak ada.

Senja menggigit bibirnya gugup, mau bilang apa ya dirinya. Ia tidak punya kosakata untuk Pak Naga pagi ini, "Halo, Pak." Nah, hanya sapaan basa-basi itu yang keluar.

Naga menatap Senja dengan tatapan andalannya. Tajam, menukik, menyeramkan. Itu sudah menjadi khas Naga Aswara Dewa. Tak ada yang bisa mengelaknya. Termasuk, Senja. Apalagi Senja bukan siapa-siapa Pak Naga, eh jadi sad deh.

Naga Senja (Segera Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang