41. Dia Yang Terluka

4.6K 299 48
                                    

Pak Naga terluka....

Astaga, bagaimana bisa? Tadi pagi Pak Naga masih baik-baik saja. Bahkan sempat berkencan dengannya, kenapa malam ini Pak Naga jadi kenapa-napa?

"Halo!"

Seruan Rian di ponsel miliknya membuat lamunan gadis itu terpecah. Senja kembali mendekatkan ponsel itu ke telinganya, "Y-ya, sekarang Pak Naga dirawat di rumah sakit mana?" tanyanya langsung, Senja tidak ingin berbasa-basi. Ia sangat khawatir dengan keadaan Naga.

"Rumah Sakit Permata. Beliau sedang berada di UGD."

Setelah mendengar jawaban dari Rian, Senja langsung mematikan ponselnya. Ia harus segera ke rumah sakit. Naga di sana sedang berada di ambang kehidupannya, dan semoga Naga nantinya baik-baik saja.

"Ris!" panggilnya pada Claris, "temenin aku ke rumah sakit ya!"

Melihat kucuran air mata yang membasahi wajah sahabatnya sungguh tak kuasa membuat Claris menolaknya. Gadis itu mengangguk dan bersiap-siap menuju rumah sakit sekarang juga.

Semoga Pak Naga baik-baik saja....


•••♥•••

Jalanan malam ini begitu ramai. Kendaraan umum berseliweran memenuhi jalan raya yang begitu padat dan rapat. Banyak kendaraan yang terhenti lajunya dikarenakan tumpukan kendaraan lain yang menghambat perjalanan mereka.

Gadis itu, Senja. Tampak begitu kalut menunggu taksi yang ditumpanginya melanjutkan perjalanannya. Sudah lima belas menit ia menunggu, tetapi taksi yang ia tumpangi tak bergerak sedikit pun.

Mungkin, karena sudah kodratnya ibu kota macet di jam pulang kerja begini sehingga penumpukan kendaraan pun membengkak, mengakibatkan perjalanan tersendat untuk waktu yang begitu lama.

"Pak! Kapan jalannya?!" tanyanya kalut pada supir taksi yang mengemudikan kendaraan yang ditumpanginya.

Sungguh, akal sehat dan ketenangannya meluap selepas mendengar kabar buruk tentang Naga. Sebagian besar otaknya menjurus memikirkan keadaan Naga yang belum tentu baik-baik saja. Hatinya sungguh cemas, otaknya tak jernih lagi.

"Mungkin tiga puluh menit lagi, Mbak," jawab supir taksi itu dengan tenang.

Tiga puluh menit lagi? Senja melirik jam tangan yang melingkar apik di pergelangan tangannya. Itu waktu yang cukup lama, bagaimana Senja bisa menunggu selama itu? Jarak perjalanan dari kos-kosannya menuju rumah sakit saja sekitar satu jam, dan sekarang ... ia terhambat macet selama setengah jam.

Astaga! Senja bisa gila kalau menunggu dalam kekalutannya selama itu.

"Apa tidak bisa lebih cepat, Pak? Saya ingin segera ke rumah sakit, Pak. Orang yang berharga untuk saya sedang sekarat di sana!"

Senja tak dapat mengontrol lisannya, bayang-bayang Naga terluka parah menghantui benaknya. Untuk berpikiran jernih ia tak kuasa.

"Maaf, Mbak ... saya tidak bisa, tidak mungkin saya melewati banyak mobil di depan sana," jawab supir taksi itu yang tidak tersinggung dengan perkataan Senja.

Gadis itu menjambak rambutnya frustasi. Senja keluar dari sifatnya, hanya karena kekhawatirannya pada Naga.

"Udah, Ja. Jangan begitu! Pak Naga nggak bakal ke mana-mana kok." Claris berusaha menenangkan Senja yang begitu khawatir pada kekasihnya.

Naga Senja (Segera Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang