5. Go Public

420 76 27
                                    

Tepat pukul setengah tujuh pagi, bel pintu apartemennya berbunyi nyaring.

Briana mengernyit sebentar dari belakang konter dapur sebelum akhirnya beranjak guna mengetahui orang gila mana yang sudah bertamu sepagi ini, lalu begitu dirinya sudah berhadapan dengan layar interkom, Briana malah menepuk keningnya sendiri. Oh tentu saja orang gila yang dengan santainya kemarin membuatnya harus rela meninggalkan mobilnya di pelataran parkir hanya untuk diseret ke toko kue.

"Hai". Abraham menarik kedua sudut bibirnya tinggi-tinggi ketika Briana akhirnya membuka pintu dan membiarkannya masuk.

Hari ini Abraham terlihat lebih santai dengan kemeja krem kerah rendah yang dua kancing atasnya dibiarkan terbuka. Semerbak wangi maskulin yang menyegarkan seketika menyeruak ke penciuman si gadis yang sudah lebih dulu berjalan kembali menuju arah dapur. Briana tidak bersusah-payah membalas sapaan riang Abraham, yang ada gadis itu justru merotasikan bola matanya tanda malas sebagai bentuk penyambutan paling tidak sopan namun juga lumayan layak untuk tamu tak diundangnya pagi ini.

Kemarin, sepulang mengajar, Abraham benar-benar menunggunya di parkiran. Berhubung letak parkir mobil keduanya berdekatan, maka jelas Briana tak punya alasan untuk menghindar. Abraham sepertinya sudah terlalu bertekad menunjukkan padanya toko kue yang menjual muffin chocolate itu hingga menyeretnya untuk berada satu mobil dengan pria itu saja. Briana jelas sudah sempat menolak dengan alasan tidak mungkin dia meninggalkan mobilnya di kampus sedangkan besok dia ada jadwal mengajar pagi, tapi Abraham tampaknya cukup pandai membuat orang tersudut dengan keputusan spontannya. Sebagai gantinya, pria itu malah menawarkan mobilnya saja yang ditinggal, yang langsung membuat Briana menolak keras karenaㅡHei! Bagaimana bisa dia meninggalkan sedan senilai lebih dari satu setengah miliyar rupiah itu teronggok di pelataran parkir yang beresiko?

Tentu saja Briana menolak ide itu dan akhirnya mengalah untuk ikut melompat kedalam kursi penumpang mobil Abraham, dengan jaminan pria itu akan menjemputnya besok pagi ke kampus.

"Apartemen kamu lumayan luas ya kalau cuma buat ditinggali satu orang". Komentarnya setelah mendaratkan bokong pada bantalan sofa berwarna krem yang empuk.

"Nggak seluas punya bapak sih". Balasnya, "Dulunya saya mau ambil yang lebih kecil, tapi ayah saya bilang, suruh ambil yang besar saja. Hitung-hitung investasi".

"Saya kira kamu beli sendiri".

Briana malah tertawa dari balik meja pantry, "Darimana saya bisa dapat uang sebanyak itu pak? Saya ini dosen junior bukannya simpanan rektor".

"Emang mau jadi simpanan rektor?".

"Nggak juga sih, hehehe".

"Kalau jadi simpanan saya aja gimana? Mau?". Abraham mengerling jahil, memancing delikan tajam dari Briana.

"Nggak. Bapak nggak sekaya rektor kampus kita".

"Saya anak rektor".

Abraham mrngangkat satu alisnya begitu melihat Briana menatapnya penuh arti. Tapi tak berapa lama gadis itu malah mendengus geli. Dia sendiri tidak bisa mengartikan apa arti dari ekspresi wajah yang gadis itu berikan padanya barusan. Sudah tahukah? Atau malah tengah mengejeknya kah?

"Mau minum teh atau kopi, Pak?". Briana yang masih mengaduk cangkir kopinya menoleh pada pria itu.

Abraham menoleh dari arah sofa, "Kamu sendiri gimana? Lebih prefer teh atau kopi?".

"Kopi".

"Kalau gitu saya juga kopi".

Briana tidak menyahut, melainkan segera mengambil cangkir dan sebungkus kopi lain dari rak penyimpanan. Dengan cekatan gadis itu menuangkan air panas kedalam cangkir lalu mengaduknya hingga rata. Kedua tangannya sudah penuh dengan dua cangkir kopi susu yang berbau manis, menyodorkan satu pada Abraham yang masih nyaman dengan posisinya lalu ikut duduk disamping si pria.

Candy ㅡBBHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang