19. Loversation

624 74 180
                                    

Dalam hidupnya, Abraham tidak pernah menghitung berapa kali dirinya menerima ciuman dari seorang gadis. Yang dia tahu pasti, Briana jelas bukanlah yang pertama. Tapi sisa ciuman yang gadis itu berikan bak sihir yang berhasil mengacaukan kerja otaknya.

Abraham masih diam, bahkan ketika Briana sudah selesai dengan kesibukannya menyeka ujung bibir, dia masih belum bergeming.

Oh astaga, padahal itu kan cuma sebuah candy kiss singkat! Tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan permainan lidah yang selalu dia lakukan bersama gadis-gadis lain sebelumnya.

Tapi ini Briana!

Gadis yang lebih senang menghindarinya ketika bertemu. Yang lebih memilih kabur daripada bertingkah clingy setelah melakukan satu percintaan tak sengaja dengannya. Gadis yang sama sekali tidak jatuh pada pesonanya ketika mereka bertatap mata.

Maka dia tidak akan heran, jika misal sebulan lalu ada seseorang yang mungkin bilang padanya bahwa Briana tidak akan pernah menciumnya duluan, Abraham tentu akan percaya-percaya saja.

"Kenapa?". Briana bertanya, "Oh saya tau! Pasti karena rasa permennya enak banget, hehe. Tapi sebenarnya saya nggak terlalu suka permen susu sih, saya sukanya yang buah-buahan".

Abraham tidak bereaksi. Padangannya masih berusaha mencari niatan lain dari kilatan mata gadis yang tengah tertawa riang itu. Tapi nihil, tidak ada sedikitpun rencana kotor dalam sorot bening menawan tersebut. Yang ada justru pikirannya yang kini tengah membayangkan hal-hal kotor.

Pemuda itu mengunyah permen yang ada didalam mulutnya dengan cepat hingga habis.

"Kamu nyium saya barusan".

Walaupun terkesan bermonolog, tapi Briana tahu persis kepada dirinyalah kalimat itu ditujukkan.

"Secara teknis, saya cuma nyuapin bapak".

Abraham mendengus, "Teori darimana tuh?". Katanya sembari mendekatkan tubuhnya pada sang gadis yang hanya diam. Kedua tangannya tanpa ragu menarik pinggang Briana hingga kini keduanya jadi saling menempel, "Gimme that again".

Pandangan Briana otomatis hanya terkunci pada manik Abraham, "'That apa? Permen?".

"You know exactly what i mean, Nana".

Briana tidak menjawab apapun, namun seulas senyum tipis menghiasi wajah ayunya.

Tentu saja dia mengerti apa yang pemuda itu inginkan. Dilihat dari kilat matanya sudah dipenuhi kabut nafsu, Briana tahu bahwa dia baru saja melakukan sesuatu yang tidak seharusnya dia lakukan. Tapi untuk kali ini, dirinya tidak berniat lari. Tatapan mata itu menantangnya untuk tetap tinggal, menantangnya untuk berimajinasi lebih liar.

"Briana".

"Hm?".

"I want your lips".

Ya, Briana tahu.

Briana tidak memberontak pun menolak ketika bibir Abraham menyapu kembali permukaan bibirnya. Dia justru tersenyum simpul ditengah ciuman mereka, lalu dengan gerakan sensual mengalungkan kedua tangannya ke leher si pemuda. Menjalar melewati kerah belakang lalu meremas rambut Abraham pelan.

Walau tidak seperti dirinya yang biasa, tapi Briana tidak mau munafik. Dia menikmati perbuatan mereka sekarang. Bahkan setelah hampir kehabisan nafas, gadis itu masih bisa mengangkat ujung bibirnya begitu matanya kembali bertemu dengan manik Abraham.

"Your lips taste weird". Ujarnya dengan iris masih saling mengunci, "Ada rasa dari sisa rokok, es krim stroberi terus permen susu jadi satu".

Candy ㅡBBHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang