4. A Breathtaking Morning

467 79 23
                                    

Abraham sudah sampai di kampus sekitar pukul setengah delapan pagi.

Dia dan Audi hitam tipe RS7 kesayangannya itu memang hampir selalu muncul satu jam lebih awal dari jadwal mengajar yang sudah ditetapkan. Jangan salah, walaupun lelaki, Abraham ini bukan tipe lelaki malas yang suka mengulur-ngulur waktu. Peraturan kelas yang dia anggap paling presius adalah waktu kedatangan, jadi jika para mahasiswanya tidak ingin dapat nilai minus, maka mereka harus selalu datang ke kelasnya tepat waktu karena Abraham sama sekali tidak menolerir keterlambatan dalam bentuk maupun alasan apapun.

Dia baru saja akan berjalan melewati kodidor pertama gedung fakultas ekonomi ketika sebuah mobil SUV berwarna hitam metalik mengambil tempat parkir tepat disamping mobilnya. Abraham tidak bisa mengenali dengan detil jenis mobilnya ㅡyang dia tahu mobil itu merupakan keluaran brand Mitsubishiㅡ namun dia jelas tidak asing dengan wajah ayu yang kini masih sibuk melepas seatbelt dibalik kemudi.

Satu seringai tertarik di bibirnya.

Dia tidak meneruskan langkahnya, melainkan hanya berdiri diam disana. Pandangannya masih memaku pada gadis yang baru saja turun dari mobil itu, mengamatinya dari ujung kaki sampai ujung kepala lantas kembali menarik salah satu sudut bibirnya jadi lebih tinggi.

Berbeda dengan Abraham yang terlihat senang, Briana justru hampir terpeleset heels-nya ketika mendapati presensi pria dihadapannya sekarang. Nafasnya tercekat diujung tenggorokan bersamaan dengan rasa malu yang mendadak naik menjalari sekujur tubuh. Pupilnya bergetar, dan diam-diam hatinya mengumpat.

Kesialan macam apa ini?

"Selamat pagi, Briana". Sapa Abraham masih dengan senyum yang sama, "Karena jalan kamu sudah nggak se-aneh sebelumnya, saya rasa kamu sudah baik-baik saja".

Uh-oh! Tolong seseorang tangkap tubuh Briana sekarang, karena perkataan Abraham serasa menusuk tulang keringnya hingga membuatnya sulit menjaga keseimbangan. Jika tidak mengingat kondisinya yang sedang berada di lingkungan kampus dan posisinya sebagai tenaga pengajar alias dosen, dia pasti tidak akan susah payah menahan diri untuk memaki-maki pria itu.

"Selamat pagi, Pak Abraham". Katanya dengan senyum yang dibuat-buat, pupil matanya masih terlihat gentar hingga membuat Abraham nyaris menyembur dalam tawa, "Saya kan memang baik-baik saja. Kebagian kelas pagi pak?".

"Iya. Saya punya banyak hal yang perlu dilakukan kalau malam," Katanya sembari menaikkan satu alisnya penuh arti, "Makanya satu semester ini saya punya lebih banyak jadwal kelas pagi".

Briana sudah kehilangan kata-katanya. Dia tidak bisa berucap apapun selain menggerakkan kepala dengan kikuk lantas berniat berjalan melewati tubuh Abraham guna menghindari pria itu. Tapi bukannya terhindar, yang ada kini dia dan pria itu malah berakhir berjalan beriringan sebab kantornya dan kantor Abraham rupanya satu arah.

Briana sudah hampir mempercepat laju langkahnya saat suara santai milik Abraham mengalun melewati indera pendengarnya.

"Nggak usah cepet-cepetan, nanti kesandung". Katanya melirik kearah sepatu heels yang kini membalut pergelangan kaki Briana, "Semalam kenapa nggak balas chat saya?".

Briana sudah kehabisan akal untuk menghindari Abraham sekarang. Padahal sejak semalam dia sudah menyusun banyak rencana supaya tidak berpapasan dengan pria semalam-nya itu, namun sepertinya ide briliannya harus kalah dengan kepintaran Abraham dalam menjebak seseorang.

Jadi alih-alih menghindar, mulai sekarang Briana akan merubah strateginya dengan mencari cara supaya pria itu muak dengannya.

"Ketiduran, Pak". Sahutnya singkat.

Candy ㅡBBHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang