Selepas kepergian Briana dan sang mama, ruangan tempat Abraham berada sekarang tensinya jadi berkali-kali lipat lebih menegangkan. Selain karena Om Winarya ㅡpapa Brianaㅡ yang sejak tadi terus menjatuhkan pandangan menilai pada dirinya, juga karena Abraham tidak menyangka bahwa sesi interogasinya hanya akan berjalan berdua saja seperti sekarang.
"Jangan tegang, Abraham".
Om Winarya berdeham sembari menyodorkan segelas air putih kehadapan si pemuda yang langsung diterima dengan senang hati.
Abraham segera mengulurkan kado yang sudah disiapkannya sebagai balasan, "Saya ada sedikit hadiah untuk Om".
Pria paruh baya itu tak nampak terkesan, namun tetap dengan sopan menerimanya. Sedikit tertawa ketika melihat isinya. Kalau sudah begini, dia seratus persen yakin bahwa puterinya yang sudah merekomendasikan hadiah kali ini.
"Kata Nana, Om suka beli dasi". Jelas Abraham memicu senyum di wajah Om Winarya.
"Memang. Terimakasih banyak ya".
"Sama-sama, Om".
"Abraham", Panggilnya dengan suara memberat, "Om nggak akan tanya tentang latar belakang kamu. Pekerjaan maupun keluarga".
Abraham seketik mengerutkan keningnya, "Om nggak penasaran?".
"Nggak". Balas pria paruh baya itu santai.
"Kalau boleh tau, kenapa Om nggak penasaran sama hal dasar mengenai kehidupan saya?".
"Bukannya sudah jelas? Harga jam tangan kamu bahkan bisa dipakai buat uang muka satu pajero baru. Om pikir, nggak ada alasan lebih lanjut untuk bertanya mengenai kesiapan dan kemampuan finansial kamu maupun keluarga kamu. Apa Om salah?".
Abraham diam-diam menyembunyikan tawa gelinya. Melihat jawaban yang tak asing terlontar dari mulut Om Winarya sekarang, dia benar-benar yakin bahwa Briana memang lebih mirip sang ayah daripada sang mama.
"Nggak, Om". Jawabnya dengan senyum mengembang diikuti dengan senyum si pria paruh baya.
"Om lebih penasaran tentang alasan kamu mau menikahi Nana, puteri om satu-satunya".
Punggung Abraham menegak dengan pandangan serius ketika Om Winarya akan mulai melanjutkan ucapannya kembali.
"Nana itu. . .punya kecenderungan untuk nggak menikah sebelumnya. Apa kamu tau itu, Abraham?".
"Tau, Om".
"Terus, apa kamu tau apa penyebabnya?".
Kali ini Abraham sedikit merasa gugup untuk menjawab. Dia bukannya gugup karena takut salah menjawab, namun karena takut bila mungkin jawabannya akan menyakiti Om Winarya. Bagaimanapun juga, Abraham jelas paham bahwa hubungan ayah dan anak satu ini tergolong sangat rumit.
Pandangannya hanya menyapu dengan bingung, dan sepertinya Om Winarya sadar akan hal itu.
Pria paruh baya itu menghela nafasnya dengan berat, "Om rasa kamu sudah tau semuanya. Nana sudah cerita ya?".
KAMU SEDANG MEMBACA
Candy ㅡBBH
FanfictionTerkadang pemuda itu terasa semanis cokelat. Lantas berubah jadi kayu manis yang dewasa. Detik berikutnya dia menjadi penuh kejutan seperti pop rocks yang menyenangkan. Lalu strawberry, bubble gum, mintㅡ ㅡWell, Abraham memang lucu. Briana berhasil d...