Briana tidak mengerti.
Ada banyak waktu dimana dia menghabiskan malam dengan berbaring di ranjang Abraham dan keesokan harinya mereka akan bersikap seakan tidak ada apapun yang terjadi. Tapi setelah malam dimana akhirnya dia dengan sukarela melemparkan dirinya pada pemuda itu, Briana jadi tidak dapat mengenyahkan perasaan gugup juga canggung mengenai segala hal tentang seorang Abraham Wistara.
Dan dia tidak tahu kenapa.
Padahal Abraham masih bersikap biasa seperti sebelumnya ㅡPemuda itu sih memang selalu begitu. Masih rajin merecokinya dengan beragam pesan juga telepon, dan seperti biasa, Briana akan menanggapi seadanya. Namun dua hari belakangan, dia benar-benar tidak bisa membalas satupun pesan ataupun panggilan dari pemuda itu. Sejujurnya, dia tidak siap.
Suara itu . . . Membuatnya teringat pada ajakan menikah ㅡyang belum dia jawabㅡtempo hari.
"Lo lagi ada masalah ya?".
Kewarasannya kembali ditarik ke realita begitu Nayla mendorong bahunya sedikit keras. Maniknya menatap ke sekeliling dan mendapati bahwa bukan hanya Nayla yang tengah melayangkan tatapan bingung untuknya, namun juga Irena serta Elegi yang kebetulan turut menghabiskan waktu istirahat di kafetaria kampus bersamanya siang ini.
Briana tertawa sedikit dengan pandangan tak nyaman sambil menggelengkan kepala. Tangannya yang sejak tadi sibuk memutar-mutar mie dalam mangkuk menggunakan garpu segera berhenti, "Nggak ada. Ayo, lanjut makan lagi".
"Ck, lo tau kan kalau lo itu nggak pintar bohong?".
"Tau, Nay".
"Terus?". Ganti Elegi yang mencecarnya.
"Ya nggak terus-terus, Gi". Briana mengangkat bahu ringan, "Ah apasih kok jadi gue? Tadi kan lagi bahas persiapan nikahnya Irena".
Irena membalas dengan sebuah seringai sombong, "Nikahan gue nggak perlu dibahas juga udah pasti bakal lancar semua".
Nayla mendecih remeh, "Jelas sih. Lihat dulu dong siapa mempelai cowoknya, si Raden Mas Juandra Sapta Hartawan Diningrat gitu loh!".
Semua orang yang ada dimeja otomatis tertawa mendengar pujian sarkas yang Nayla layangkan.
"Lo kalau rese, nanti di undangan cuma bakal gue tulis 'Nayla dan Partner' loh!". Irena tertawa menanggapi sedangkan Nayla langsung mengerutkan keningnya.
"Bukannya emang gitu ya? Emang mau lo tulis gimana? 'Nayla' doang tanpa ada partnernya? Wah, penghinaan lo, Ren".
"Awalnya gue sama Juan mau nulis 'Nayla dan Dhito' sih".
"Irena!!!".
Nayla memberengut sedangkan teman-temannya sudah tertawa cekikikan. Mau bagaimanapun juga, membahas segala hal tentang hubungan gantung antara Nayla juga Dhito itu memang tidak pernah tidak menyenangkan sebab respon keduanya akan sama menggemaskannya.
"Nay, Nay, tolong pesenin es lagi dong". Briana baru menandaskan gelas es teh pertamanya ketika temannya yang dimintai tolong itu memprotes.
"Lo tuh ya kebiasaan! Makanan belum habis tapi minum udah ludes!".
"Hehe, abisnya gerah, Nay".
Elegi yang kebetulan duduk dihadapan Briana menyahut, "Lagian udah tau panas malah pakai turtleneck".
Briana cuma meringis bodoh. Memang sih ini salahnya sendiri, sudah tahu cuaca Jakarta itu sudah mirip dengan simulasi Padang Mahsyar, tapi dia masih saja nekat menggunakan pakaian berlapis dengan kerah tinggi juga sedikit tebal, ditambah blazzer sebagai luaran agar penampilannya tampak masuk akal saat mengajar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Candy ㅡBBH
FanfictionTerkadang pemuda itu terasa semanis cokelat. Lantas berubah jadi kayu manis yang dewasa. Detik berikutnya dia menjadi penuh kejutan seperti pop rocks yang menyenangkan. Lalu strawberry, bubble gum, mintㅡ ㅡWell, Abraham memang lucu. Briana berhasil d...