Perjalanan dari Bandung menuju ke Jakarta sore ini jelas terasa lebih panjang daripada saat berangkat kemarin. Penyebabnya tidak lain dan tidak bukan adalah karena curah hujan yang turun dengan deras menyebabkan kemacetan parah di beberapa titik jalan tol sehingga mobil Abraham harus rela terjebak didalamnya.
Suasana didalam mobil kali ini terasa lebih menyenangkan mengingat bahwa hubungan Abraham juga Briana sudah lebih baik daripada sebelumnya. Tadi bahkan sebelum berpamitan pulang, keduanya sempat diledek oleh Mama serta Papa Wistara.
Abraham yang berniat menjelaskan situasinya ㅡsekaligus mengenalkan Briana secara resmi pada orang tuanyaㅡ dibuat melongo ketika sang mama sudah lebih dulu memotong. Mengatakan bahwa beliau sudah tahu segalanya, dan sudah memberitahu Papa Wistara juga bahwa Nana sesungguhnya adalah teman kencan Abraham, bukannya Abyantara. Begitupun dengan alasan kenapa Tara bisa membawa Nana ke kediaman utama keluarga mereka.
Briana bahkan dapat mengingat dengan baik gurat malu si pemuda ketika Papa dan Mama Wistara mengungkit soal bagaimana tingkah Abraham ketika sedang ngambek kemarin.
"Dingin, Na?".
Pertanyaan Abraham menarik pemikiran Briana menuju ke realita. Gadis yang duduk nyaman di kursi penumpang itu menoleh lalu mengangguk cepat.
Abraham dengan sigap mengambil sebuah selimut kecil di kursi belakang lalu mengulurkannya pada Briana tanpa mengalihkan perhatiannya dari jalanan beraspal yang licin. Pemuda itu melirik lewat ekor matanya sekilas ketika dengan gerakan lembut, gadis itu mulai menyelimuti sekujur tubuh bagian atasnya menggunakan selimut pemberiannya.
"Kamu nggak dingin?". Briana balas bertanya, dan Abraham malah tertawa.
"Dingin". Jawabnya kemudian.
"Yaudah, kalau gitu kamu aja yang pakai selimutnya".
Briana sudah hampir menyingkirkan selimut itu dari tubuhnya saat seringai jahil Abraham masuk ke pandangannya.
"Tapi maunya diangetin sama kamu".
Briana cuma merotasikan bola matanya saat mendengar tawa si pemuda menguar ke seluruh sudut, namun tidak dapat menyembunyikan senyum kecil yang diam-diam coba dia sembunyikan dari si pemuda. Walaupun kadang terdengar menjengkelkan, namun Abraham dan mulut flirty-nya termasuk dalam hal-hal yang Briana rindukan saat mereka bertengkar beberapa waktu lalu.
Lelucon kotornya entah kenapa justru membuat Briana kesal juga bahagia dalam satu waktu.
"Jangan ngaco!". Balasnya pura-pura cuek, lalu kemudian menguap, "Abraham, saya ngantuk".
Pemuda itu menoleh sepintas lalu tersenyum. Sebelah tangannya mengusap pelan surai dan pipi Briana sebelum menjawab, "Tidur aja. Nanti kalau sudah sampai biar saya bangunin".
Gadis itu menatapnya dengan tak enak, "Kamu nggak apa-apa nyetir sendiri?".
"Nggak apa-apa". Ujarnya lembut, "Sleep well, princess. Jangan lupa mimpiin saya, ya".
Briana hanya menanggapinya dengan tawa.
Tidak butuh waktu lama bagi gadis itu untuk bisa berakhir terjun ke alam bawah sadarnya, sebab setelah siang tadi dirinya menghabiskan hampir satu jam hujan-hujanan dengan Abyantara, tenaganya seperti terhisap habis.
Abraham memandangnya dari kursi kemudi sambil tersenyum. Sebelah tangannya yang bebas tidak memegang perseneling kembali membelai pelan surai gadisnya. Sebisa mungkin membuat gerakannya tidak membangunkan Briana yang deru nafasnya sudah mulai terdengar teratur.
Rasanya sungguh menggemaskan ketika melihat raut tenang si gadis dengan mata terpejam. Ini jelas bukan kali pertamanya melihat Briana jatuh tertidur disampingnya, namun walaupun bukan yang pertama, Abraham tetap tidak bisa menahan keinginannya untuk tidak mendaratkan kecupan pada pelipis juga pipi si gadis yang merona. Tapi apa daya, dia tidak bisa melakukannya sekarang. Tidak ketika tubuhnya tengah tertahan sabuk pengaman dibalik setir kemudi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Candy ㅡBBH
FanfictionTerkadang pemuda itu terasa semanis cokelat. Lantas berubah jadi kayu manis yang dewasa. Detik berikutnya dia menjadi penuh kejutan seperti pop rocks yang menyenangkan. Lalu strawberry, bubble gum, mintㅡ ㅡWell, Abraham memang lucu. Briana berhasil d...