7. Mature Cinnamon

483 72 32
                                    

"Iya besok aku kesana. Nggak janji sih, soalnya mau belanja kebutuhan dapurㅡ Iya, iya, Ma".

Briana berhenti membalas ucapan mama-nya ditelepon begitu mendapati sosok tak asing tengah berdiri menunggunya di depan pintu apartemennya. Mereka terjarak sekitar sepuluh meter, sampai akhirnya Abraham sadar lebih dulu dengan kehadiran si gadis dan sebuah ponsel yang masih menempel ditelinga.

Pemuda itu mengode dengan tangannya, membentuk sebuah simbol panggilan dengan mulut yang kalau diterjemahkan berarti; "Telepon siapa?"

Gadis itu tidak menjawab, namun setelah satu salam perpisahan pada sang mama, dirinya segera memasukkan ponselnya kedalam saku blazer dan menghampiri Abraham yang kembali mengajukan pertanyaan yang sama,

"Habis telepon siapa?".

Bukannya menjawab, Briana malah balik bertanya, "Bapak ngapain disini? Katanya ada pertemuan dosen bareng Irena di Kemang?".

Abraham berdecak, "Kalau saya tanya tuh dijawab dulu".

"Mama". Balas gadis itu cepat, "Sekarang gantian bapak yang jawab pertanyaan saya".

"Saya bawa kue cokelat".

Abraham mengangkat sebuah paperbag berlogo Harvest kehadapan Briana. Membuat kerutan pada kening si gadis makin menjadi berlipat-lipat. Pasalnya hari ini Briana sudah senang karena seharian tidak harus bertemu dengan Abraham di kampus. Dia malu berkat insiden telepon di Paulaner yang Nayla ceritakan saat makan siang tadi. Andai saja seseorang memberitahu Briana bahwa Abraham juga turut mendengarkan percakapan di ponsel kemarin malam, dia pasti akan lebih menjaga mulutnya agar tidak  berucap frontal dan kasar.

"Buat saya?".

"Enak aja, buat saya lah!". Abraham menyahut ringan. Pemuda itu tertawa begitu menyadari Briana sudah memutar matanya malas.

"Terus ngapain ditunjukkin ke muka saya kalau gitu? Mau pamer?".

"Iya".

"Sayangnya saya nggak tertarik tuh".

Abraham semakin terkikik saja saat Briana berjalan melewatinya dengan langkah menghentak. Gadis itu sudah selesai memasukkan kata sandi apartemen ketika Abraham malah mengikutinya masuk dengan ekspresi wajah cerah.

"Ngapain ikut masuk?!". Briana mendelik pada Abraham, namun lagi-lagi yang pemuda itu lakukan malah mengangkat kembali kotak kue ditangan kirinya.

"Mau numpang makan".

"Pak Abraham!". Sentaknya kesal, "Serius sedikit!".

"Kamu ini mentang-mentang habis putus jadi sensi banget". Katanya sambil ngeloyor masuk menuju dapur.

Abraham meletakkan bungkusan kuenya keatas meja lalu duduk di bagian pantry bar. Dia tidak repot-repot mendengarkan racauan Briana yang masih setia mengomel padanya, pandangannya tertuju kearah balkon yang menyuguhkan pemandangan langit jingga yang perlahan redup tergerus gelap.

"Pak Abrahamㅡ".

"Kamu kalau ngomel terus, lama-lama saya cium nih. Mau?". Ancamnya pada akhirnya membuat Briana seketika terdiam, "Irena bilang kamu lagi migrain dan nggak enak badan, makanya saya kesini bawain kue cokelat, sekalian ngecek kamu masih hidup apa nggak".

Candy ㅡBBHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang