PART 28

36 11 2
                                    

Aku menatapnya dengan kesal, Dia malah mengejekku. Ingin rasanya aku mencabik-cabik wajahnya.

"Anggi! Fahmi!" Kami berdua menoleh saat seseorang memanggil kami, Ternyata itu adalah Dedi. Aku lupa kalau rumahnya juga berada di komplek yang sama dengan Arif.

"Kalian habis menjenguk Arif?" Tanya Dedi.

"Begitulah," Jawabku.

Suasananya sangat canggung, Terlebih lagi Dedi hanya menatapku sedangkan Fahmi sibuk dengan hpnya.

"Sepertinya kau cukup bahagia," Timpal Dedi.

"I-iya," Jawabku.
"Aku pergi dulu," Pamitnya, Dia pun pergi. Aku merasakan hawa yang menyedihkan dari diri Dedi, Kasihan sekali dia.

Aku kesal melihat Fahmi yang sibuk dengan hpnya, Langsung saja aku menarik bajunya dan kita menuju mobil.

"Anter pulang!" Seruku.

"Baik, Tuan Putri." Jawab Fahmi, Aku menatapnya dengan wajah menjijikan.

Mobil melaju di jalan raya, Saat lampu merah mobil berhenti sebentar. Tak sengaja aku melihat keempat tetanggaku sedang duduk-duduk di depan sebuah kafe, Mereka sedang mengobrol bersama teman-temannya.

Aku ingin berteriak menyapa mereka, Tapi kuurungkan karena melihat seorang cewek yang sangat lengket dengan kak Angga. Cewek itu bukan Rani, tapi Angga terlihat senang berada di dekatnya. Bahkan ketiga sahabatnya pun terlihat senang.

"Positif thingking aja, Siapa tau cewek itu cuman teman." Sahut Fahmi.

"Ngomong apaan sih?" Tanyaku berpura-pura tidak tahu sembari menatap ke depan.

"Jangan pura-pura deh, Kamu itu lagi cemburu." Jawab Fahmi, Aku tidak menyahut.

Saat lampu hijau menyala, Mobil pun kembali jalan. Aku hanya terdiam sambil mengingat hal tadi. Angga ternyata bisa tersenyum lebar seperti itu saat bersama cewek lain.

"Astaga ... nih hati sakit banget," Batinku.

Mobil Fahmi berhenti, Bukan berhenti di apartemenku tetapi berhenti di taman bermain. Aku menatapnya heran, Apa yang akan kita lakukan di tempat ini.

"Aku akan mengajakmu bermain sebentar agar kegalauanmu hilang," Timpal Fahmi, Aku tersenyum.

Aku pun menaiki komedi putar, Fahmi hanya melihatku. Dia tersenyum kecil melihat ekspresiku seperti anak kecil yang baru pertama kali datang ke taman bermain.

"Fahmi, Apa cita-citamu?" Tanyaku.

"Tentara ... mungkin," Jawabnya.

"Cita-citamu sangat keren, Semoga saja itu akan tercapai." Ujarku.

"Kau sendiri?" Tanya Fahmi.

"Aku tidak memiliki cita-cita, Aku tidak tahu apa yang akan kulakukan di masa depan nanti." Jawabku.

"Mungkin kau akan jadi dokter. Caramu menolong Arif waktu itu, Sangat hebat seperti dokter sungguhan." Ujar Fahmi.

"Tapi aku sama sekali tidak berminat. Waktu itu memang aku tahu sedikit untuk merawat orang patah tulang," Jelasku.

"Sekarang ini kita masih bersekolah, Kau masih punya waktu untuk memikirkan apa yang akan kau lakukan di masa depan nanti. Kau pintar, Pasti kau mendapatkan cita-cita yang sesuai denganmu." Kata Fahmi, Aku tersenyum.

"Ehhh ... ternyata Fahmi bisa juga menghibur," Ucapku.

"Apaan sih bego," Ketusnya.

"Makasih ya, Fahmi udah mau jadi temanku dan juga udah mau denger curhatan aku" Ucapku.

TETANGGAKU GANTENGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang