"Hah, serius lo?"Cecilia yang sedang sibuk melihat buku menu jadi melirik ke arah Hans. Pria blasteran itu sedang berbicara dengan temannya yang tiba-tiba menelfon. Cecilia menaikkan kedua alis melihat Hans tampak sangat serius. Sepertinya si penelfon memberi kabar cukup penting.
Geroge mulanya hendak menulis pesanannya di kertas jadi menoleh pada Cecilia yang duduk berhadapan dengannya. Menyadari arah pandangan gadis itu, George ikut menoleh memperhatikan Hans sebelum kembali lagi padanya. Kening George tanpa sadar berkerut, mendadak merasa kesal.
Cetik..cetik..cetik..
Perhatian Cecilia langsung terpecah mendengar suara bising dari click pen yang dimainkan. Keheranan Cecilia semakin bertambah saat menyadari orang kurang kerjaan yang menimbulkan suara bising itu adalah George.
"Bisa lebih hening lagi?" sarkas Cecilia setengah berbisik, takut mengganggu Hans.
Sebelah alis George terangkat, membalas tatapan Cecilia dengan tenang. George sempat berhenti menekan click pen usai mendengar ucapan Cecilia. Hanya sebentar sebelum kembali menekannya, dengan gerakan lebih cepat hingga menimbulkan suara berisik.
Cecilia berdecak kesal. "Dikata ini restoran punya nenek moyang lo? Orang-orang jadi lihatin ke sini karena lo berisik!"
Jika biasanya George selalu pandai memposisikan diri, untuk hari ini rasanya ia ingin sedikit bersikap lebih bebas. Geroge bahkan tidak berniat melirik sekelilingnya, meminta maaf karena perbuatannya barusan mengganggu pengunjung lain seperti yang biasa dilakukannya. George terlalu asik mengamati ekspresi kesal gadis di hadapannya. Sudah cukup lama tidak berdebat dengan Cecilia. Terakhir kali di Lombok, keduanya justru jadi akrab.
Bukannya George ingin mencari keributan. George cukup senang tidak baku hantam dengan Cecilia saat liburannya kemarin. Tetapi ada satu hal yang membuat George sedikit rindu.
Ekspresi kesal Cecilia.
Apakah George pernah bilang jika ekspresi marah Cecilia itu.. menggemaskan?
George menggigit daging bibir dalamnya. Berusaha mempertahankan ekspresi datar saat melihat Cecilia mengerucutkan bibir kecil dengan kening berkerut. Untung saja George ahli bersikap tak acuh. Jika tidak, mungkin bibirnya sudah tersenyum tanpa sadar sejak tadi.
Sial, kenapa Cecilia jadi selucu ini?
Sebelum pikirannya semakin gila, George cepat-cepat mengalihkan pandangannya pada Hans yang masih berbicara serius melalui handphone.
"Aduh, tapi gue lagi di luar sama kakak sepupu gue. Mana mobil cuma satu. Lo jemput ke sini gimana?" Hans mengangguk. "Oke, bentar lagi gue shareloc."
Mendengar kata shareloc Cecilia dan Geroge kompak menatap Hans penuh tanya. Sementara yang ditatap hanya membalasnya dengan senyuman polos.
"Sorry," ucap Hans setelah sambungan telefon terputus, "kayaknya gue harus pergi duluan."
"HAH?!" Cecilia dan George berseru kompak.
Hans sampai termundur kaget. "Tenang, gue bakalan dijemput. Kalian bisa pulang pakai mobil gue."
"Bercanda lo," George menatap kunci mobil yang Hans letakkan di atas meja.
"Asli gue juga enggak maksud ninggalin dadakan gini," Hans tersenyum tipis. "Tapi gue harus. Karena ada urusan lain yang lebih penting."
"Iih.. kok gitu, sih?"
George langsung membelalakkan mata melihat Cecilia mulai merajuk dengan nada manja. Demi apapun, baru kali ini George melihat Cecilia merajuk seperti itu. Bahkan dengan Jack tidak pernah sampai seperti ini. Suara Cecilia yang aslinya sudah seperti anak kecil, semakin terdengar lucu. Apalagi kedua mata Cecilia yang membulat lebar, persis seperti kucing yang sedang minta makan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yutubir [END]
RomancePART MASIH LENGKAP "Karena lo gue berhenti jadi yutuber. Yuk, tubir aja!" -Cecilia Yolanda Lestari ••• Memendam cinta sendirian bukan perkara yang mudah. Apalagi kalau tahu seleranya ternyata bukan kamu. Itulah yang dirasakan oleh Cecilia Yolanda L...