Bismillaahirrahmaanirrahiim•
Dua hari kemudian. Nek Siti terbaring sakit. Dia sangat menyesal karena mengusir Salsa dari rumahnya. Amarah begitu menguasai kesadarannya waktu itu. Mengingatnya saja, membuat kepalanya langsung nyeri.
Dua hari itu juga, ia sudah meminta tolong Aldi untuk mencarikan keberadaan Salsa. Atas setiap perkiraan Nek Siti. Yaitu Pasar. Namun, Aldi tidak menemukan siapapun. Salsa seperti ditelan bumi. Nomor handphonenya mati. Ia sudah hilang.
"Nek, ayo makan." Tangan Tari sudah siap didepan mulut Nek Tari dengan satu sendok penuh bubur. Mulut itu tetap tertutup.
"Salsa." Ocehnya.
Tari menghela nafas. Sejak kejadian itu, Tari dan Aldi lah yang menjaga Nek Siti. Sampai menginap dirumahnya. Karena Hamdan sudah balik lagi ke tempat kerjanya. Aldi dan Tari sudah menganggap Nek Siti sebagai Ibu mereka. Saudara mereka. Keluarga mereka. Ditambah lagi kenyataan bahwa, Aldi dan Salsa sudah bertunangan.
"Nanti Aldi bakal nemuin Nek. Ayo makan dulu. Kalo Nenek makin parah, nantinya gimana bakal nemuin Salsanya?."
Nek Siti menatap Tari. Sedetik kemudian, ia menerima suapan nasi itu. Tari begitu senang. Ia memang ahli dalam menyakinkan hati Nek Siti.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam."
Usai mencium tangan keduanya dengan khidmat. Aldi berdiri disitu. Senyumnya mengembang melihat Nek Siti memakan makanannya.
"Di?. Salsa?." Tanyanya dengan suara parau.
Senyum Aldi mati. Nek Siti kalau bertemu dengannya, selalu pertanyaan itu saja yang muncul. Aldi sudah berusaha mencari semampunya. Namun, tetap saja tidak ada tanda-tanda keberadaan Salsa.
Aldi menggelengkan kepala menjawab pertanyaan Nek Siti. Tari sudah berhenti menyuapi Nek Siti. Menyaksikan kejadian yang sedang berlangsung.
"Kita lapor Polisi aja Nek." Usul Aldi.
"Nenek nggak mau, lebih ngrepotin banyak orang. Nanti, Nenek makin berhutang budi. Makin kepikiran terus, cara untuk balas budinya."
"Tapi Nek, itu memang tugas mereka."
"Nggak papa Di, kalo kamu nggak mau lanjutin cari Salsa. Nanti, kalo Nenek sembuh. Nenek akan cari sendiri."
Aldi menghela nafas. Ia menghampiri Nek Siti yang terduduk diatas ranjang. Aldi berjongkok. Seharusnya, ia lebih sabar menghadapi orang tua. Apalagi, sedang sakit. Tari diam menyaksikan semuanya.
"Nggak begitu Nek. Aldi, bakalan cari Salsa sampe ketemu. Salsa kan, tunangan Aldi Nek. Mana mungkin, Aldi nggak cari dia." Aldi tersenyum.
Bagai angin sejuk menerpa telinga. Perkataan Aldi, begitu menenangkannya. Begitu terasa aman. Begitu lega. Karena, ada yang bisa menjaga cucunya, selain dirinya. Terasa, amanah itu tidaklah berat lagi. Ada yang membawa separuhnya. Senyum mengembang dibibirnya.
"Di, tolong ambilkan kotak didalam lemari paling atas."
Segera Aldi bangkit lalu berdiri membuka pintu lemari yang dimaksud. Lemari berdesain tua dengan kayu jati yang lebih tinggi darinya. Tangannya meraba mencari sesuatu disela-sela, dibawah lipatan baju bertumpuk rapih. Dirasa mendapatkannya. Aldi mengambil kotak berwarna hitam yang berukuran sedikit besar dari tangannya. Kotak itu, cocok dijadikan tempat perhiasan atau surat-surat yang terlipat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Merajut Iman
Espiritualبِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ [Spiritual - Thriller] "Dari banyaknya sahabat Rasulullaah. Hanya Zaid yang disebut dalam Al-Qur'an. Bahkan, Ibnu Mas'ud radiallaahu anhu, manusia yang mengetahui semua tempat tiap ayat Al-Qur'an diturunkan, ka...