14 - Pergi

99 15 0
                                    

Bismillaahirrahmaanirrahiim



"Lo udah waras? Makanya kesini?." Satria menatap tajam Salsa.

Salsa tersenyum sinis. "Hmm, nggak juga. Gue malah mau nengokin orang gila. Udah waras belum?." Satu alis dinaikkan.

Satria menggertak giginya. Menahan emosi yang sudah menggumpal diseluruh nadi darahnya. Sangat panas. Jika saja tidak sedang di Kantor Polisi, ia sudah menonjok mulut itu. Tanpa melihat perempuan atau laki-laki. Mata merah menyala itu mewakili diamnya.

Salsa memeluk tubuh. Menyandarkan punggung pada kursi. Tersenyum sinis. Tidak ada satupun ketakutan menyergap hati. Satria diatas kendalinya.

"O bisa disimpulkan, ternyata belum waras. Oke, gue pulang dulu." Salsa berdiri.

"Bocah!." Langkah Salsa mati. Ia membalikkan tubuh. Tersenyum penuh makna.

Dengan angkuh, ia berjalan dan duduk kembali didepan Satria yang disekat oleh meja. Salsa menghela nafas. Berdehem. Satria menatap elang Salsa.

"Cerdas. Memang seharusnya seperti itu seorang Ketua. Mampu mensejahterakan anggotanya. Nggak egois. Ternyata, otak lo–."

Brrakk!.

Tanpa peduli, Satria menggebrak meja begitu keras. Hingga tangan kekarnya memerah. Semua itu, membuat Salsa tersenyum lebar.

"Hey!. Jaga sikap kalian!. Ini Kantor Polisi!." Polisi bertubuh gempal dan berkumis itu menegur keduanya. Wajahnya begitu garang.

Sedaritadi, Polisi itu memang menjadi pengawas bagi penjenguk. Termasuk Salsa. Sebelum akhirnya, tahanan harus dipindahkan ke Rutan atau Rumah Tahanan.

"Iya Pak." Salsa berpura-pura manis. Untuk memudahkan rencananya.

Beda halnya dengan Satria. Dia tidak menatap Polisi itu atau mendengarkan tegurannya. Satria menatap penuh dendam pada Salsa. Harga dirinya sebagai Ketua. Diinjak-injak oleh bocah ingusan didepannya.

Semakin menjadi rasa benci kepada gadis yang begitu dijaga sahabatnya. Kalau bukan atas nama persahabatan. Satria tidak akan bersikap baik padanya sejak ia bergabung kedalam gengnya. Dan pastinya, Satria lebih memilih dipenjara seumur hidup daripada bocah ingusan ini membebaskannya. Tidak sudi!.

"Sabar. Gue orang baik kok. Kita buat sebuah kesepakatan oke?. Ini saling menguntungkan. Istilahnya apa yaa?." Salsa menatap keatas, berfikir keras. Ia ingin bermain dahulu dengan Ketua sombong ini. "Oh iya! Mutualisme. Ternyata, bahasa alien itu nyangkut juga ke otak gue."

Satria diam. Amarah sedang membakar dirinya.

"Gue bebasin lo. Dan, kalian bakal bantu gue. Simple." Salsa melontarkan senyum kemenangan.

'Awas lo Sa. Gue bakal masukin lo kepenjara tanpa ampun!. Liat aja nanti. Lo yang udah main duluan. Gue yang bakal ngakhirin permainan ingusan ini. Dasar bocah!.' Satria membulatkan tekad dihatinya.

Salsa tidak pernah tahu, ia sedang berurusan dengan siapa. Manusia yang begitu licik, jauh sekali dari perkiraannya. Dalam dunia gelap, Satria begitu disanjungi banyak orang. Bak Raja kegelapan dengan kepiawannya yang begitu keji.

Jiwa Setan, menetap sempurna direlung hatinya. Jiwa itu, kini kembali bangkit, usai diredupkan setahun lalu. Salsa begitu menantangnya. Baiklah, dengan senang hati. Ia akan membalas tanpa belas.

Start!.

Senyum menghiasi wajah Satria. Ia harus menikmati permainan ini. "Ditambah, lo bakal setia sama gue. Simple kan?."

Merajut ImanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang