04 - Sebuah Kebenaran

120 23 0
                                    

Bismillaahirrahmaanirrahiim


Kebenaran adalah, kau tidak bisa mengelaknya dan tidak bisa mengotorinya.

-MerajutImam


-/-

"Eh Mba Salsa, mau nganterin baju ya?." Sapa Maya yang sedang mengikat tali sepatunya. Berhenti sejenak menatap hangat Salsa sembari tersenyum.

"Iya. Nih."

Salsa menghampiri Maya lalu mengulurkan tangannya. Ia tidak peduli dengan sikap Maya. Beku menguatkannya selama ini.

Maya beranjak dari tempat duduknya, lalu menyambut uluran tangan Salsa yang berisi tas jinjing. Maya mengerutkan kening. Menatap Salsa dari atas kebawah. Ada sesuatu yang janggal.

"Makasih Mba. Oh iya, Mba nggak sekolah?."

"Bukan urusan lo." Ucap Salsa dingin lalu pergi meninggalkan Maya yang masih bertanya-tanya, karena Maya belum pernah mendapati Salsa berbicara tenang dengannya.

Jarak umur satu tahun antara Salsa dan Maya, mereka memang satu sekolah, tapi hubungan mereka tidak sedekat Maya dan Nek Siti.

Tapi, Maya memahaminya karena sejak ia mengenal Salsa orangnya apa adanya, ia selalu mengatakan apa yang dihatinya walau itu menyakitkan.

Dan itu yang Maya sukai dari Salsa.

---

Di jam 06:15 WIB, wajar bila pasar masih ramai sekali. Semuanya sibuk bagai tidak mengenal keadaan, karena mereka tidak menyadari bahwa seringkali copet berkeliaran kesana-kesini.

Tidak mengenal tua atau muda, sang korban yang mempunyai uang banyak sering menjadi incaran.

Seorang gadis dengan stylenya yaitu kemeja kotak merah berkolaborasi dengan warna hitam, yang dipadankan dengan jeans hitam dan sepatu hitam ditambah topi maroon kesayangannya, bertengger di rambut yang dikuncirnya.

Ia berjalan tergesa memasuki pasar karena emosi sedang menjalar keseluruh tubuhnya.

Bugh.

Tubuh gadis itu tertabrak orang yang sedang berlari seperti dikejar setan. Ucapan kasar siap gadis itu lontarkan. Tapi, tanpa kata 'Maaf' pemuda berpakaian serba hitam itu langsung pergi dengan berlari kencang.

Gadis itu menatap kesal pemuda itu, tanpa berpikir panjang ia langsung mengejar pemuda itu yang berbelok ke arah gang.

Gadis itu terus berlari memasuki gang-gang kecil bersama emosinya yang sudah berada diubun-ubun. Moodnya pagi ini sangat buruk ditambah pemuda tidak sopan. Ia berniat akan melampiaskan kekesalannya pada pemuda itu.

Langkah kaki gadis itu mulai melambat, ia hanya menatap dua orang pemuda yang tidak asing baginya sedang berbincang dari jarak jauh.

Dari kejauhan gadis itu melihat, bahwa orang yang menabraknya memberikan dompet kulit berwarna pink kepada orang dihadapannya. Kemudian orang itu membuka isi dompet yang berisi uang. Mengambil beberapa uang. Tidak peduli dengan KTP dan lainnya. Ia membuang dompet begitu saja. Gadis itu menyimpulkan, bahwa mereka.

Pencopet.

Yang lebih mengejutkan, salah satu pemuda itu melihat keberadaannya. Sontak, ia langsung berlari berusaha menyelamatkan dirinya.

Ia mengenalnya, tapi ia juga tidak enak bila menjumpainya dalam keadaan dia sedang mencopet.

Dan juga ia seorang diri, bisa saja mereka menghabisinya saat itu juga.

Merajut ImanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang