♪ ♬ 11 ♬ ♪

4.6K 502 38
                                    

Alfi hanya diam, duduk di kursi penumpang depan dengan sabuk pengaman yang sudah terpasang. Hanya diam, berkata sepatah kata pun tidak. Alfi masih harus menunggu si pengemudi kembali ke mobil sebelum mereka melaju ke jalan besar menuju rumah.

Matanya sama sekali tidak mendelik begitu si pengemudi masuk, masih Alfi alihkan ke luar jendela, memandangi teman-temannya yang sudah melaju dengan motor mereka masing-masing. Saat itu juga, Alfi seketika ingin punya kendaraan pribadi, tapi Alfi juga ingat, ia tidak bisa mengemudikan mobil ataupun motor.

“Kamu masih tinggal di rumah temen kamu itu kan?”

“Um.” Alfi baru menoleh, melihat Evan baru memasang sabuk pengamannya. “Maaf Pak.”

“Soal apa?”

“Yang tadi.”

“Hm.” Sahut Evan, lalu menyalakan mobilnya, “Saya liat tadi kamu aneh, langsung lari ke kamar mandi, gak lama, saya liat ada orang yang cepet-cepet juga kesana. Buat mastiin aja kalo itu bukan mantan kamu. Saya sendiri juga gak yakin.”

“Tapi tadi bener Mas Teguh.”

“Yaa, saya sadar juga soalnya pas saya susul dia cuma berdiri di pintu. Padahal saya liat di sana gak ada orang lagi, terus saya tungguin juga kamu gak keluar-keluar. Ya udah.”

Alfi menunduk dalam, “Makasih Pak.” Bahkan rasanya Alfi tidak tau lagi harus mengatakan apa ke Evan selain terima kasih. Selama ini, hanya Evan yang benar-benar membantu, selain Dini dan Rivki. Tapi itu pun karena Alfi sama sekali tidak mengatakan apa-apa, hanya cerita pada mereka bertiga.

Akhirnya sepanjang jalan, Alfi dan Evan hanya saling diam. Ada perasaan tidak enak karena atasan sekelas Evan lagi-lagi harus mengantar Alfi pulang, sudah gitu, Alfi masih menggunakan handphone, laptop, sampai pen tablet pemberian Evan. Barang-barang penting Alfi, semuanya masih ada di rumah Teguh. Dan kembali kesana seperi masuk ke sarang penyamun.

Teguh semakin mengerikan. Bahkan ia sampai mengikuti Alfi makan-makan bersama teman kerjanya. Alfi tau Teguh orang yang nekat, tapi ia baru tau setelah Alfi bekerja. Sebelumnya, Teguh selalu manis, bahkan tidak posesif, paling hanya Alfi yang akhirnya cerita terus terang ke Teguh. Teguh hanya tinggal duduk diam dan mendengarkan. Tapi Teguh benar-benar berubah sejak Alfi masuk kerja.

Mobil terhenti di depan rumah berwarna coklat muda. Sudah sampai, tapi Alfi tidak segera turun. Ia hanya diam, menunduk, buat Evan juga jadi bingung dengan pegawainya ini.

“Fi?”

Alfi menegak liurnya, lalu menoleh, baru menoleh. “Makasih banyak Pak, maaf jadi repot-repot nganterin saya.”

“Besok jadi ke rumah dia untuk ngambil barang?”

“Um.. “

“Apa gak sebaiknya ditingal aja? Biar gak ada urusan sama dia lagi.”

“Saya juga mikir begitu Pak, tapi banyak barang penting lain yang saya simpen disana. Mungkin kalo cuma handphone gitu-gitu, ya bakal saya tinggal, tapi ini ada ijazah sama berkas lain.”

“Terus bener besok temen kamu itu bisa nemenin kamu?”

“Mereka pasti nemenin saya kok, Pak.”

“Gak usah, sama saya aja.”

“Ha?”

“Mungkin kalo sama temen kamu itu akhirnya malah ribut, mereka itu temennya mantan kamu juga kan?” pertanyaan Evan hanya dijawab dengan anggukan kaku kepala Alfi, “Selama ini mereka negasin ke matan kamu, tapi mantan kamu masih aja ngikutin kamu. Besok, biar saya yang ngomong.”

Our Secret Way (BL 18+) [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang