♪ ♬ 23 ♬ ♪

3.9K 393 29
                                    

Cepat-cepat Alfi dipeluk seraya mendorongnya masuk. Saat bibir mereka akhirnya bertemu, Evan bisa merasakan pasta gigi dari kekasihnya. Sejenak ia melirik ke arah kasur, berantakan, PSP Alfi juga menyala, saat itu pula ia sadar kalau Alfi akan segera tidur. Tapi ia datang, Evan datang, padahal harusnya besok, tapi Evan datang malam ini. Evan rindu, sangat.

D-dear-”

“Sayang, nginep di tempat aku aja ya?”

“Eng..” Alfi mengangguk pelan, menegak ludahnya kasar. Ia pandangi wajah Evan, agak tidak percaya tapi pria yang sedang melingkarkan tangan di pinggangnya ini benar Evan.

“Sayang.”

“U-umm.. aku mau aja Dear. Tapi..” matanya melirik ke bawah, “Kamu bisa tahan emangnya?” seraya tangannya usil mengelusi gundukan mengeras di balik celana Evan.

Evan meringis, tapi ia alihkan dengan mengecup pucuk kepala Alfi. “Aku terus mikirin kamu.”

Senyum Alfi mengembang lebar, kakinya lekas menjinjit untuk bisa mencium Evan tepat di bibirnya. Melumatnya, menari-narikan lidahnya bersama lidah Evan. Jelas Alfi senang, bisa bertemu Evan lagi dan kini bisa memeluknya, bahkan menciumnya. Alfi sangat senang, tidak perlu ia ungkapkan dengan kata-kata. Alfi sangat senang.

Tapi perlakukan Alfi yang terus menciuminya buat Evan hilang kendali, ia rasa tidak akan mampu menahannya lebih lama untuk sampai di rumah. Tanpa melepas ciuman, Evan mendorong Alfi lagi, agak sulit karena kamar yang juga sudah gelap. Tangannya lihai menarik kaos yang Alfi kenakan, lalu celananya, menelanjangi Alfi sementara Evan hanya membuka kancing kemejanya saja.

Alfi turut membantu membuka sabuk celana Evan, pengait, dan resletingnya. Bibirnya masih dijamah Evan, bahkan dadanya sudah jadi mainan jemari Evan. Tangan Alfi menyelinap masuk ke celana Evan, menyapa sesuatu yang sejak tadi minta dibebaskan.

“Ngh..” Alfi melenguh saat Evan tiba-tiba mencubit kecil putingnya. “Dear..” dan makin gelisah saat ia menerima ciuman-ciuman pendek Evan di ceruk lehernya. Matanya ia buka, menatap langit-langit kamarnya yang sepi. Ciuman Evan terus merambat hingga dadanya, hingga berubah menjadi kuluman di putingnya.

Saat tangan Alfi masih lihai mengurut naik dan turun di penisnya, tangan Evan menstimulasi lubang anus milik Alfi. Sudah lama tidak bersama, Alfi perlu stimulasi karena Evan juga tidak ingin menyakitinya. Kuluman pada puting Alfi tidak berhenti, kadang membuat tanda merah di samping putingnya. Matanya mendelik saat tangan Alfi yang bebas tidak lagi di pundaknya.

“Pake ini aja Dear..”

“Hm.” Evan mengangguk, mengecup kening Alfi dan menegakan tubuhnya. Cairan pelumas dituang ke tangannya, dan dibaluri lagi di anus Alfi, melanjutkan stimulasinya. Desahan yang terdengar makin keras. Memang suara mereka tidak akan terdengar keluar, tapi untuk berjaga-jaga, Alfi tetap harus mengontrol desahannya. “Sayang..”

“Hm.. ngh..”

“Kamu main-main di sini selama aku gak ada?”

Alfi menggeleng pelan, matanya terpejam, jemari Evan di anusnya terasa semakin dalam. “Angh.. Dear.. mmhhh...”

Mata Evan melirik, dari gelapnya ruangan apartemen Alfi, Evan masih bisa melihat anus Alfi yang merekah, juga merasakan denyutan cepat di jarinya. Ia tau Alfi sudah tidak tahan, karena Evan juga merasakan hal yang sama.

Sekali lagi bibir Alfi diciuminya dengan mesra saat Evan mengarahkan penisnya di liang kenikmatan milik Alfi.

“Ngh!” Alfi agak terlonjak karena Evan tidak memasukinya dengan perlahan. Semua. Lekas menekan intinya.

Our Secret Way (BL 18+) [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang