♪ ♬ 05 ♬ ♪

4.9K 476 39
                                    

Sepanjang jalan pulang, akhirnya Alfi malah kepikiran soal apa yang tadi dikatakan atasannya. Soal kekerasan yang di alami Alfi. Jelas, artinya Evan memang sudah tau soal itu, dan, Alfi, tidak sekali dua kali punya bekas jeratan seperti itu.

Terlebih semenjak Teguh mengenalkan Alfi dengan sex toy. Alfi kerap menolak, ia masih tidak menyukai seks yang menggunakan alat. Tapi, karena Teguh mengatakan kalau hal seperti itu adalah sebagian dari rasa cintanya, Alfi tidak bisa menolak. Entah karena memang cinta atau sudah buta.

Begitu sampai rumah, Alfi hanya menyapa Teguh seadanya, ia langsung pergi ke kamar mengambil baju ganti dan mandi. Selesai mandi, di meja makan sudah terhidang makan malam, pun Teguh juga sudah duduk di sana, menunggu Alfi.

“Kok hari ini sampe malem sih Yaang?”

“Iya, abis ada projek baru, weekend nanti juga mesti ke studio.”

“Yaah, gak bisa ngedate lagi dong?”

Alfi pasang cengir lebar, “Sorry.” Melihat Teguh yang sudah menekuk wajah. “Tapi Yaang, kalo misalnya kita nyelesain projek baru ini lebih cepet, nanti bayarannya lebih besar Yaang, lumayan kan?’

“Iya sih, tapi ya jangan sampe overwork juga.”

“Nggak kok. Atasan aku tuh baik-baik Yaang, ke pegawainya tuh kayak temen gitu.”

“Bagus deh.” Setidaknya cemberut di wajah Teguh lenyap mendengar Alfi menikmati masa-masa bekerjanya. Memang, sebelum kerja dan waktu Alfi masih menjadi pekerja lepas, Alfi sering uring-uringan, korbannya Teguh juga. Ia yang mati-matian menyemangati Alfi, karena kalau tidak, Alfi akan berakhir pada ArtBlock, yang ada pekerjaannya malah makin tidak selesai dan Alfi makin setres.

“Eh, Yaang. Tadi aku dipanggil ke ruangan atasan aku.”

“Lah? Kenapa?”

“Gak kenapa-napa.” Alfi menarik senyum, di dalam mulutnya masih ada nasi dan sayur bayam. “Dia cerita katanya waktu workshop itu aku berguna banget, eh aku dikasih bonus.”

“Wiiih keren pacar aku. Terus? Terus? Bonusnya gede? Kamu tergolong baru loh Yaang, tapi udah dapet bonus. Keren. Aku bangga banget sama kamu.”

Alfi cengengesan malu, tapi lebih banyak bangganya. “Aku belum liat berapa bonusnya Yaang, tapi rencananya, uangnya mau aku pake buat sewa kost-kostan yang lebih deket sama studio.”

“Kost?”

“Um.” Angguk Alfi, menyuap lagi makan malamnya. “Biar bolak-baliknya gampang, kan emang kadang aku bisa sampe malem di studio Yaang, jadi kayaknya aku mau ngekost aja, kayak senior-senior aku. Nanti pas senggang sama weekend aku bisa kesini, nginep deeh.”

Teguh diam, tidak membalas, sendok makannya sudah di letakan di piring.

“Tadi aku udah nanya-nanya kostan juga sama Mas Dany, katanya di tempat dia ada yang kosong. Tapi belum aku booking, baru nanya aja. Aku juga nanya ke Mas Eldy sama Mas Aga. Rencananya nanti aku malu liat dulu kost-kostannya, yang sekiranya nyaman, baru aku ngekost di situ.”

“Di sini emang gak nyaman?”

“Bukan gak nyaman Yaang, kalo aku pulang malem kan jauh, makin malem. Kamu juga gak mungkin jemputin aku terus, orang kamu juga udah capek sama kerjaan kamu. Kan? Terus kalo aku bawa pulang kerjaan aku, aku jadi punya priva-“

BYUUR

Alfi sontak menutup matanya, wajah sampai pahanya terasa panas kena guyuran sayur bayam dari panci.

“Ngekost?!” suara Teguh meninggi, “Gau usah! Aku masih bisa anter-jemput kamu ya! Kamu butuh privasi? Aku kasih kamar belakang itu buat tempat kerja kamu. Gak usah ngekost-ngekost!” katanya makin tinggi, memsrahi Alfi seraya menunjuk-nujuk Alfi yang hanya menunduk.

Our Secret Way (BL 18+) [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang