Biologi vs Diary | 3

41 5 2
                                    

Kejadian menggemparkan saat di kelas, akibat ulah Yudha membuat Marko uring-uringan. Bagaimana tidak, seisi kelas sudah mulai menjodoh-jodohkannya dengan Kimmy.

Apa-apa ia selalu dikaitkan dan dihubungkan dengan sosok Kimmy Wafiza. Yang ada bukannya senang, Marko malah tengsin sendiri.

Apalagi Kimmy, gadis itu bahkan menuntut penjelasan darinya.

"Apa sih, Kim?", tanya Marko masih berusaha keras untuk bersabar. Untung Kimmy itu perempuan, jika kalau tidak, Marko akan dengan senang hati menampol gadis itu.

"Lo naksir gue?", tanya Kimmy dengan wajah polosnya.

"Anjay!", umpat Marko memundurkan langkah. Pemuda itu meringis. "Lo percaya bacotan Yudha yang super sesat itu?!"

Kimmy mendesis. "Gimana nggak percaya?! Yudha bilang lo liatin gue!"

Marko kini menatap Kimmy dengan pelototan kesal. "Jadi kalau gue liatin Awan gue naksir dia, gitu?! Nggak gitu juga, lah! Liat belum tentu naksir!"

Bibir Kimmy mengerucut. "Gimana gue nggak mikir lo naksir gue? Bukan cuma sekali dua kali lo liatin gue kayak tadi. Gue kenal lo pas dari kelas satu SMP."

Kini Marko mengerutkan kening, menatap lekat gadis dihadapannya itu. "Yah terus?"

"Jangan pikir gue nggak tau yah selama ini lo liatin gue. Bukan cuma pas SMA, pas SMP lo juga sering liatin gue, 'kan? Gue ngerti bukan liatin karena lo suka gue, gue rasa....ada sorot lain yang sampai sekarang gak gue pahami, saat lo liatin gue."

Marko diam membeku. Jadi selama ini Kimmy sadar jika Marko sering melihati gadis itu? Marko berdehem pelan. "Kalau lo tau, kenapa lo nggak negur? Lo senang emangnya diliatin sama gue?"

Kimmy mencibir. "Dih, geer banget lo jadi manusia!"

"Kalau bukan senang apa memangnya?", tanya Marko dengan sorot menantang. Kimmy makin dibuat kesal saja.

"Apa sih yang perlu gue senengin diliatin sama cowok kayak lo?  Tengsin iya," seloroh Kimmy.

Sudah, Marko tak ingin lagi berdebat dengan Kimmy. Hanya buang-buang waktu. "Tanamkan aja dalam pikiran lo baik-baik, gue nggak suka apalagi naksir sama lo. Lo bukan tipe gue."

"Beneran? Lo nggak naksir gue? Omongan lo bisa gue pegang?", tanya Kimmy menantang. Ia ingin lihat, sampai sebesar dan setinggi apa kesombongan seorang Marko Nervada Sigit akan membumbung.

"Lo bisa pegang omongan gue. Tapi kalau gue sampai ngelanggar, lo bisa ambil tiga piagam olimpiade gue."

"Waw!", kata Kimmy takjub. "Boleh juga. Gue mau liat, sampai kapan lo sombong kayak begini."

"Kim, gue nggak sombong, yah. Lo yang ngajak tempur mulu."

Marko memutar bola mata jengah. Ia berbalik badan dan berlalu meninggalkan Kimmy yang menahan kekesalannya dibelakang sana.

Keduanya tidak sadar, mereka telah membuat 'perjanjian' atas satu hal yang sifatnya tidaklah statis, yakni perasaan mereka sendiri.

*****

Kimmy menghempaskan tubuhnya diatas tempat tidurnya. Entah mengapa berdebat dengan Marko selalu saja membuat Kimmy merasa lelah. Padahal bukan adu otot, tapi adu bacot.

Gadis itu bangkit dan duduk di tepi tempat tidur. Ia meraih tasnya, dan mengambil ponselnya dari dalam sana. Ia ingin mengecek, apakah ada pesan masuk.

Gadis itu mendengus. Tak ada,pesan penting yang masuk di ponselnya. Ia memilih menonaktifkan ponselnya, lalu meletakkannya kembali diatas nakas.

Kimmy mengeluarkan buku dan alat tulis lainnya dari dalam tasnya, ia ingin merapikan dan menyusunnya kembali di rak belajar.

Biology vs DiaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang