Hari seleksi telah tiba.
Kimmy terlihat begitu antusias. Selama beberapa hari ini ia belajar dengan tekun dan mengatur jadwal. Ia sudah bertekad, lewat seleksi ini akan ada pembuktian yang akan ia persembahkan untuk ibu, ayah, dan juga kedua saudaranya.
"Semangat banget, Kim!", kata Ulfa lalu duduk disebelah Kimmy.
"Harus dong, Fa!"
"Semangat, Kim! Lo pasti bisa," kata Ulfa memberi senyum tipisnya.
"Lo juga harus semangat dong, Fa! Demi nenek lo," kata Kimmy lagi. Ulfa mengangguk pelan.
"Kok gue tegang, yah?", ucap Bintang yang ikut duduk bersama Ulfa dan Kimmy.
"Sama," timpal Agnes.
"Kayaknya bukan cuma kita deh, hampir semuanya tegang, kecuali si Kimmy. Semangat banget dia, tuh," celetuk Ulfa.
"Iya, Marko aja tegang banget mukanya," kata Bintang lalu tertawa pelan.
Kimmy mengarahkan tangannya membuka kembali soal yang ia pelajari. Kimmy memprediksi di soal nanti akan ada beberapa yang mendekati soal dari yang ia pelajari.
"Eh, siapa tuh?"
Ucapan Agnes berhasil mengalihkan fokus Kimmy.
"Iya, yah, gue juga baru liat." Bintang berkata mengikuti arah pandang Agnes.
"Murid baru bukan, sih?" Ulfa ikut angkat bicara.
"Iya, dia murid baru. Namanya kak Clara."
Ulfa, Agnes, dan Bintang kompak menatap Kimmy. "Lo kenal?", tanya ketiganya kompak.
Mata Kimmy mengerjap perlahan, lalu setelahnya mengangguk. "Iya, Kak Clara itu tetangga baru dekat rumah gue."
Ketiga gadis itu ber-oh ria mendengar penuturan Kimmy.
"Jadi, Lovely, Venus, sama Ester juga kenal dong sama kakak kelas itu? Kalian bertiga kan rumahnya deketan," seloroh Bintang.
"Mungkin," jawab Kimmy sedikit ragu. Pasalnya ketiga gadis itu belum sekalipun membicarakan soal Clara kepadanya.
*****
Ibu Rima akhirnya tiba dengan membawa kunci laboratorium. Tangannya bergerak memasukkan kunci ke lubangnya, membuat pintu laboratorium yang semula tertutup kini sudah terbuka.
"Sebelum masuk, ibu mau kasih tau, kalau susunan duduk kalian sudah ini tentukan. Yang namanya ibu panggil, silahkan duduk di bangku yang sudah ada keterangan nomornya. Nomor sesuai urutan absen, yah," kata Ibu Rima.
"Yah, peluangnya makin dikit deh duduk deketan sama Vita," celetuk Awan dengan wajah nelangsa. Ucapan pemuda itu mendapatkan teriakan riuh dari teman yang lain. Vita mendelik kesal. "Nggak usah modus deh, lo! Dasar buaya!"
Siswa kelas Resident sudah berbaris tertib. Menunggu nama mereka dipanggil satu persatu.
"Baik, nama pertama yang ibu sebutkan, Marko! Masuk dan cari nomor bangku sesuai absenmu."
Marko menghembuskan napas panjang, melangkahkan kaki masuk lebih dulu. Nomor bangku 17, menjadi tujuan Marko saat ini.
Berada posisi duduk di tengah, Marko duduk dengan tenang. Sedikit melirik nomor absen lain yang berada tak jauh darinya. Disebelahnya, nomor absen 8, di hadapannya nomor absen 12, dan di hadapan nomor absen 8, adalah nomor absen 32.
Menghembuskan napas perlahan, ia penasaran dengan ketiga nomor yang akan duduk bersamanya menghadapi seleksi tes ini.
Marko menopang dagu, menunggu satu persatu kursi itu terisi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Biology vs Diary
Teen FictionIni tentang Marko Nervada Sigit, yang bingung akan pilihannya sendiri. Marko siswa jebolan olimpiade biologi yang kadang punya otak 'fiktor', alias fikiran kotor yang tidak pernah sadar tentang rasa yang ia alami sendiri. Tak hanya Marko, Kimmy Waf...