Kening Kimmy berkerut samar, berusaha menjawab soal latihan biologi yang diberikan oleh Ibu Rima. Belum lagi dia harus menghapal nama-nama serta pembagian kingdom itu. "Nggak bisa gue bayangin gimana hebatnya Marko ngapalin semua nama latin dalam istilah biologi. Tuh anak harus diakui, otaknya memang super encer, walau fiktor."
Tawa Kimmy berderai, setelahnya terhenti mengingat saat Marko menatapnya dalam posisi dekat di sekolah tadi. Jantung Kimmy deg-degan. Tatapan Marko tadi...berbeda. Lembut dan juga teduh.
"Aih, gue mikir apaan, sih?! Fokus, Kim! Fokus!" Kimmy menajamkan pandangan, fokus dengan rentetan siap di hadapannya.
Brak!
Kimmy terkesiap dan langsung terjatuh dari kursi kala pintu kamarnya dibuka dengan kasar, ada sosok Fadel yang masuk ke kamarnya dengan napas terengah.
"Kak Kimmy!"
"Apa sih, Fadel?! Kamu ngagetin kakak, tau!", amuk Kimmy dengan mata melotot.
"Kak Farel datang, kak!"
Senyum lebar Kimmy terbentuk. "Beneran? Mana?"
"Dibawah, baru aja nyampe. Lagi ngomong sama Ibu."
Kimmy melirik meja belajarnya. Ia sudah tidak mau belajar , dia membereskan meja belajar dan merapikan buku yang ia pakai belajar. Ia mengikuti Fadel agar bisa ketemu Farel.
Sesampainya di ruang tamu, Fadel dan Kimmy segera mendekati Farel yang sudah menunggu keduanya sejak tadi.
Farel bangkit, dan dengan cepat Kimmy dan Fadel meghambur ke dalam pelukan kakak tertua mereka itu. Segala rindu dan keluh kesah mereka katakan semua pada Farel.
"Kakak kok pulangnya lama?", tanya Kimmy mengeratkan pelukannya pada tubuh Farel. Fadel pun melakukan hal yang sama. Ia begitu rindu pada Farel.
"Namanya juga kakak lagi belajar, dek, jadi waktu kakak sedikit berkurang dengan kalian." Dengan lembut Farel berusaha memberi pengertian pada kedua adiknya.
Kimmy dan Fadel berusaha untuk tetap mengerti. Keduanya memundurkan tubuhnya, menatap Farel dengan bahagia.
"Kakak pasti udah tau, kalau ayah sudah melewati masa kritis," kata Kimmy dengan senyum lebar. Farel mengangguk. "Iya, dan itu alasannya kakak pulang ke sini. Selain ingin tau tentang perkembangan kondisi kesehatan ayah, kakak juga mau menghabiskan waktu lebih banyak sama kalian."
"Sudah, nanti kalian sambung lagi ngobrolnya. Farel, bersih-bersih dulu, nak. Ibu siapkan makan buat kalian.
Ketiga bersaudara itu mengangguk patuh.
*****
Marko menutup bukunya. Ia malas belajar malam ini. Bukannya fokus, pikirannya malah melantur kemana-mana. Melantur pada kejadian bersama Kimmy, misalnya.
Tak bisa Marko pungkiri, interaksi bersama Kimmy, membuat pemuda itu memikirkan Kimmy akhir-akhir ini. Semenjak dijodoh-jodohkan dengan Kimmy, semenjak saat itu ada saja waktu dimana pikirannya menyelipkan sosok Kimmy untuk sekadar dipikirkan, walau Marko tidak pernah menginginkannya, bahkan menyadarinya.
Marko bangkit dari duduknya, memilih berjalan keluar rumah dan duduk di teras. Pemuda itu mendongak menatap langit. Seberkas ingatan tentang mendiang sang ibu hadir kembali. Marko sudah tidak punya kalimat yang ingin ia utarakan pada sang ibu, yang sudah tenang bersama Tuhan.
Kebiasaan Marko, bertopang dagu, dan menunjukkan ekspresi berpikir. Sampai sekarang Marko masih berpikir, beban seperti apa yang dipikul oleh Kimmy? Gadis itu memang sudah tidak begitu ambisius dan sudah lebih santai dalam urusan belajar. Tapi, masih ada persoalan lain. Dan Marko sendiri tidak tahu, permasalahan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Biology vs Diary
Teen FictionIni tentang Marko Nervada Sigit, yang bingung akan pilihannya sendiri. Marko siswa jebolan olimpiade biologi yang kadang punya otak 'fiktor', alias fikiran kotor yang tidak pernah sadar tentang rasa yang ia alami sendiri. Tak hanya Marko, Kimmy Waf...