11.0

155 3 0
                                    

I'm Back 🎉
Happy Reading 😊

~~~~~~

Hari ini adalah hari ke tiga puluh lima, tepat dimana aku mengatakan pada Jason jika Laura adalah kekasih. Aku masih teringat akan semua kejadian pada saat itu, kejadian dimana Jason memergoki diriku yang tengah bermain ke pantai seorang diri.

Ia mungkin merasa aneh dengan diriku, karena aku sama sekali tak pernah sendirian untuk pergi ke tempat wisata seperti itu. Setidaknya, aku selalu pergi bersama temanku walau hanya seorang saja. Namun, saat itu berbeda, aku benar-benar pergi seorang diri.

Tak pernah terbesit di pikiranku selama aku hidup untuk pergi berlibur seorang diri. Bisakah aku mengatakan kejadian kemarin sebagai liburan? Mungkin saja tidak, karena tidak sepenuhnya aku benar-benar menikmati liburanku tersebut.

Saat itu, aku memang tersentak terkejut ketika mendapati Jason sudah berdiri tepat disampingku. Dan entah mengapa, begitu melihat wajahnya, emosiku mudah tersulut begitu saja. Seperti yang kalian sudah tau jika aku langsung menyembur Jason dengan beberapa pernyataan yang cukup membuatnya bingung.

Atau lebih tepatnya, pernyataan yang membuatnya terlihat bingung.

Setelah kejadian dimana aku bertanya padanya jika Laura adalah kekasih gelapnya, ia terlihat terkejut, mengerutkan dahinya dengan kedua manik matanya yang menyipit, terlihat mencari sesuatu dari tatapanku.

Seketika, tanpa banyak basa-basi lagi, aku segera mendesak dirinya hingga ia benar-benar mengakui di hadapanku jika wanita bernama Laura yang kami temui di pesta itu benar-benar kekasih gelapnya.

Aku memang bodoh. Seharusnya aku tidak mengikutinya untuk datang ke pesta terkutuk itu. Aku sungguh menyesal telah datang ke pesta ulang tahun wanita menjijikkan itu. Jika aku tau bahwa Laura adalah wanita yang aku cari sejak dulu, aku tidak akan sudi datang ke acaranya.

Setelah Jason benar-benar mengakui jika Laura adalah kekasih gelapnya, aku segera meninggalkannya. Sudah cukup dengan semua permainan ini, aku sudah lelah. Aku ingin segera mengakhiri semuanya.

Namun, Jason justru meraih pergelanganku ketika aku hendak meninggalkannya. Awalnya aku merasa jika aku sudah tak ingin berhubungan dengan lelaki bernama Jason itu, entah untuk sementara waktu atau untuk selamanya. Namun, kuurungkan niatku ketika lelaki itu memohon dan menyebut nama Beno dan Lea.

Logika dan akal sehatku terbuka seketika ketika kedua pendengaranku menangkap sinyal itu. Sinyal yang berkata jika aku tak boleh egois dan memintaku untuk bertahan sementara waktu.

Aku tak mengerti mengapa Jason justru mengajukan Beno dan Lea sebagai tameng pertahanan dirinya yang mengatasnamakan pernikahan. Aku langsung tertawa ketika ia memohon padaku untuk tetap bersama dirinya dengan alasan Beno dan Lea.

Jujur, aku benar-benar ingin segera mengakhiri semuanya. Namun, logika dan akal sehatku setuju dengan perkataan Jason jika lebih baik aku bertahan sementara waktu dengannya. Walau sebenarnyaa ada rasa sedikit tak setuju akan hal itu.

Aku yakin jika percerai bukanlah sebuah masalah bagi anak-anakku. Mereka tetap bisa bertemu dan berkumpul dengan kedua orang tuanya, hanya saja ada perbedaan waktu saja. Namun, kualitas kasih sayang kedua orang tua tetaplah utuh.

Menurutku, itulah yang terpenting. Kualitas kasih sayang. Dan menurutku, perceraian juga tidak merusak mental seorang anak jika semuanya masih baik-baik saja meskipun pada awalnya kita sebagai orang tua harus memberi pengertian dan sabar menghadapi anak-anak yang akan sangat rewel jika mengerti kedua orang tuanya berpisah.

Namun, perpisahan bukanlah pilihan terburuk.

Saat itu, aku meminta Jason untuk meninggalkanku dan jangan menganggu diriku untuk sementara waktu. Aku akan memikirkannya sendiri dan akan memutuskannya setelah aku benar-benar siap akan semua dampak yang akan terjadi.

Aku juga menyuruh Jason untuk segera pulang dan menemui Beno dan Lea karena aku akan menginap untuk beberapa hari ke depan di hotel di sekitar pantai. Dan seketika aku langsung meninggalkannya di tepi pantai sendirian.

Namun, pertanyaan kembali terbesit di benakku. Apa yang Jason lakukan di pantai? Ada urusan apa hingga ia harus pergi ke pantai sendirian tanpa berkata padaku terlebih dahulu?

Aku yang tak mau ambil pusing hanya bisa diam dan tak ingin bertanya lagi. Masa bodoh jika ia pergi ke pantai bersama Laura. Aku mencoba untuk mengacuhkan dirinya dan perlahan mulai menghapus rasa sayangku padanya.

Perlahan tapi pasti, aku yakin akan hal itu.

Menjalin sebuah hubungan dengan satu pria tidak membuatku mengerti mengenai watak atau sifat dasar seorang lelaki. Bisa dibilang, aku terlalu gegabah ketika memutuskan bersedia menikah dengan Jason. Semuanya berakhir seperti ini.

Sepertinya, memang satu lelaki dalam seumur hidup tidaklah cukup. Sepertinya, aku butuh menjalin hubungan dengan beberapa laki dan bisa menyimpulkan sifat atau watak dasar dari sebagian besar lelaki di bumi ini. Sehingga, jika aku sudah mengerti akan hal itu, aku tidak akan terkejut ketika mengetahui suamiku akan berkhianat padaku.

Mungkin, aku bisa meredam emosiku dan mencoba menutup mata menjalani pernikahan tanpa rasa sayang. Meski aku tau itu akan menyakiti mentalku, namun jika itu yang Beno dan Lea butuhkan aku tak bisa menolak.

Karena bagaimana pun juga, mereka adalah segalanya bagiku. Tak mungkin aku tega menyakiti perasaan mereka meski logika dan akal sehatku berkata jika perceraian tidak akan menyakiti mental buah hatiku. Namun, aku tak ingin bermain-main mengenai hal itu. Karena bagaimana pun juga, jika kita sudah mengambil sebuah keputusan tidak bisa kita kembali ke situasi semula dan memulainya sejak awal. Tak ada kata penyesalan karena menyesal juga tidak akan bisa mengembalikan semuanya.

Setelah aku mempertimbangkan semuanya melalui logika dan akal sehat dan beberapa pertimbangan dan beberapa quotes yang aku dapat, maka aku memutuskan untuk kembali kepada Jason dan bersikap normal seakan sedang tidak terjadi masalah diantara kami.

Married With Mr. Dangerous Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang