16.0

159 4 0
                                    

Selamat Membaca 🙂
Jangan lupa tinggalkan jejak 😊
~~~~

Hari ini sudah hari yang ke dua ratus tujuh tiga semenjak aku memutuskan untuk kembali pada pelukan Jason dan bersikap normal seakan tidak terjadi apa pun diantara kami. Hari ini juga sudah hari yang ke seratus sembilan puluh sembilan aku bekerja sebagai pegawai restoran.

Sudah hampir genap satu tahun aku menjalani hidupku dengan siksaan, meskipun bukan siksaan verbal namun tetap saja rasa sakit tetaplah ada. Tak bisa kupungkiri jika selama ini aku sering menangis, sekuat apa pun aku menguatkan diriku itu semakin membuatku rapuh.

Sudah cukup sesak aku merasakan semuanya, memendamnya dan sekali saja aku mencoba menceritakan apa yang aku rasakan pada Matt, selebihnya tidak ada yang tau mengenai apa yang tengah terjadi padaku. Bahkan, sahabat terdekatku sekaligus, Anna.

Tak banyak yang terjadi mengenai pernikahan yang sudah aku bangun selama ini. Tak ada perubahan sama sekali. Bahkan, aku semakin merasa jika pernikahan kami semakin hari semakin memburuk.

Aku tak pernah meminta banyak hal pada Jason. Setelah mengetahui jika ia mempunyai kekasih gelap, aku mencoba untuk meredamnya dan berpikir jika hubungan mereka akan segera berakhir. Selebihnya, aku hanya meminta padanya agar tetap menjadi sosok ayah yang selama ini sudah ia miliki.

Tak pernah melupakan kedua buah hatinya.

Saat itu, Jason langsung menyetujui permintaanku dan aku rasa ia memang akan menepati ucapannya, seperti yang ia lakukan padaku selama ini. Namun entah mengapa, perlahan demi perlahan ia mulai melupakan buah hatinya.

Pada awalnya hanya aku saja yang menyadari hal itu. Namun, semakin lama, kedua buah hatiku pun tersadar jika ayahnya tak lagi menyayanginya. Sebisa mungkin aku menghilangkan pikiran itu dari kedua buah hatiku. Namun, anak kecil tetaplah tak bisa menerima pendapat orang dan menurutku itu wajar ketika seorang anak lebih memilih kata hatinya dari pada perkataan orang lain.

Aku lelah membujuk kedua buah hatiku, aku yakin mereka akan tetap bersikukuh pada pendapatnya dan semua yang aku lakukan hanyalah sia-sia jika Jason tak pernah menunjukkan kasih sayangnya pada buah hati kami.

Sudah cukup dengan semua ini, aku sudah lelah. Aku sudah tak sanggup melanjutkan pernikahan ini. Semua ini terasa berat, sangat berat.

Aku mencoba menenangkan diriku yang terasa hampir meledak, meluapkan semua yang sudah kupendam selama ini. Menarik napas dalam dan menghembuskannya dalam tujuh hitungan. Kuhitung setiap detiknya menggunakan jariku. Dan setelah sampai diangka tujuh, kuhembuskan semuanya.

Jemariku mencoba meraih amplop bewarna coklat yang berukuran besar tersebut. Kubuka kembali amplop itu, meraih isinya yang terdiri dari beberapa lembar kertas. Kubaca kembali semua tulisan yang menghiasi kertas putih itu.

Nama : Laura Auristela Rodriguez

Lahir : Kanada, 17 September 2003

Usia : 25 tahun

Pekerjaan : Pengusaha

Status : Single

Nama ayah : Anthony Rodriguez

Nama ibu : Ainsley Rodriguez

Saudara kandung : Barry Rodriguez

Hubungan dengan target : rekan kerja

Hubungan lain : menjadi kekasih gelap dari target

Kisah hidup :

Laura dilahirkan dari keluarga kaya raya. Semua keinginan selalu terpenuhi tanpa kekurangan sedikit pun. Hidup bahagia dengan keluarganya yang bergelimang harta dan tanpa cela sedikit pun. Memiliki banyak teman dan keluarga yang terkenal di kalangannya. Pertama kali menjalin hubungan ketika berumur 18 tahun dengan teman sekolahnya yang bernama Charlos Johnson dan putus setelah menjalin hubungan selama tiga bulan dikarenakan Laura juga menjalin hubungan dengan lelaki lain bernama Edward Cullen. Setelah itu, Laura sering gonta-ganti pasangan. Memiliki mantan kekasih sebanyak dua puluh tiga orang hingga saat ini.

Aku menghembuskan napas kasar setelah membaca setiap kalimat yang tertulis di kertas itu. Itu adalah kertas pertama dari beberapa lembar kertas yang berada di dalam amplop bewarna coklat yang aku terima tadi siang.

Tadi siang, saat aku sibuk bekerja, tiba-tiba saja Anna mendatangiku dan mengajakku untuk keruangannya. Awalnya aku hanya mengikuti perintahnya, tak mungkin jika aku harus menyemburnya dengan penolakan, itu sangatlah tidak sopan mengingat aku adalah pegawainya.

Ketika memasuki ruangan kerjanya, hening menyelimuti kami. Kami berdua sama-sama terdiam. Entahlah, aku tak tau apa yang akan ia sampaikan padaku. Lantas, kutatap wajahnya yang tidak menunjukkan ekspresi kegembiraan seperti biasanya. Wajahnya jutek dan serius. Ini adalah pemandangan yang tak biasa.

"Mengapa kau menyembunyikan ini semua dariku?"

Aku diam mematung, tak mengerti kemana arah pembicaraannya. Lantas, aku hanya terdiam dan tak menanggapinya.

"Apa kau merasa sudah kuat hingga bisa menahan beban ini sendirian?"

"Apa maksudmu, Anna? Aku tak mengerti kemana arah pembicaraanmu"

Wanita yang tengah mengenakan jas bewarna merah muda itu menarik napas panjang, mengambil sesuatu dari laci kerjanya dan menaruh kertas itu dihadapanku.

Jemariku meraih kertas itu, bukan kertas, namun foto Jason dengan wanita berambut pirang yang tengah bergelayut manja pada lelaki disampingnya. Itu adalah Jason dengan Laura.

Tenggorokanku tiba-tiba terasa kering melihat foto dihadapanku. Hatiku terasa hancur ketika melihatnya. Meskipun aku mencoba untuk menutup mata mengenai mereka berdua, namun tetap saja hati seorang istri tak akan tahan melihat pemandangan seperti itu.

Kuusap air mataku yang sudah hampir jatuh. Aku tak boleh menangis dihadapan Anna baik ia sebagai sahabatku ataupun sebagai bossku. Aku tak ingin menyebar aib dikeluargaku. Bisakah ini kusebut dengan aib? Aku tak peduli, apa pun itu namanya, aku tak boleh menceritakannya pada orang lain.

Aku mendongakkan wajahku, menatap Anna yang tengah menatapku dengan sendu. Ia sudah menggenggam sekotak tisu yang sudah ia siapkan seakan ia benar-benar mengerti jika aku akan menangis melihat foto sialan itu.

Lantas, Anna menyerahkan kotak tisu itu padaku. Bahkan, ia sampai berdiri dari kursi kebesarannya hanya untuk memelukku. Wanita yang aku kenal sejak kecil itu memberikan pelukan hangat padaku seakan ia tak ingin jika aku tak berbagi keluh kesah padanya.

"Aku baik-baik saja, Anna. Kau tak perlu khawatir" ujarku lirih sembari mengusap pelupuk mataku yang sudah terasa berat.

" Aku tak akan percaya dengan ucapanmu mengenai lelaki sialan itu!" ujarnya sembari menatapku.

Jemarinya berusaha untuk mengusap air mataku yang mulai membasahi pipiku. Tanpa aku sadari, semakin jari mungil itu menari-nari diatasku wajahku, tangisku semakin deras.

"Sejak kapan ia melakukan hal ini padamu?"

"Sembilan bulan yang lalu"

"Apa? Sembilan bulan yang lalu? Apa dia sudah gila?"

"Sudahlah, Anna. Kau tak perlu emosi seperti itu" ujarku mencoba menenangkan dirinya yang hendak meledak.

Bahkan aku belum menceritakan apa pun padanya, namun seolah ia sudah sangat paham dan mengerti dengan apa yang aku rasakan.

Ceklek

Aku dan Anna menoleh ke asal suara tersebut, seorang lelaki bertubuh jangkung dan memiliki paras yang tampan masuk ke ruangan ini.

"William?"

Aku menoleh ke arah Anna dan meminta penjelasan padanya mengapa tiba-tiba suaminya itu datang kemari disituasi yang tidak tepat.

Lelaki bertubuh jangkung itu berjalan menghampiri kami. Sejenak ia menatap istrinya, Anna, kemudian menundukkan wajahnya dan memberikan amplop coklat yang berukuran besar padaku.

"Kau harus segara memberi mereka pelajaran"

Married With Mr. Dangerous Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang